DAFTAR ISI
1. Pengantar
2. Transkripsi dari teks bahasa Belanda
3. Terjemahan bahasa Indonesia
4. Kolofon
5. Gambar folio
1. Pengantar
Ruurdje Laarhoven,
“Surat dari Sultan Maguindanao Kuda (b. 1699-1702) perihal kegiatan perdagangan para nakhoda Cina serta kebutuhan mendapat dukungan militer, 16 November 1699”. Dalam: Harta Karun. Khaza nah Sejarah Indonesia dan Asia-Eropa dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 16. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 2014.
OLEH RUURDJE LAARHOVEN
Dewasa ini Maguindanao adalah salah satu provinsi yang terletak di pulau Mindanao di Filipina Selatan. Mayoritas penduduk provinsi ini memeluk agama Islam, Sebagai sebuah kesultanan, Maguindanao mengalami masa kejayaan selama abad ke 17 ketika diperintah oleh dua orang sultan secara berturut-turut
yaitu Sultan Kudarat (1619-1671) dan Sultan Barahaman (1671-1699) yang memerintah dengan sikap tegas.
Mereka berdua adalah pemimpin yang memiliki ketrampilan diplomatik yang mereka pergunakan untuk saling memainkan para ekspansionis Eropa yaitu bangsa Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda; dan mereka berhasil menjalankan perdagangan yang menguntungkan dengan dukungan dari pengikutnya. Kedua sultan berhasil melebarkan wawasan kekuasaannya dengan membangun kerjasama dengan para datu petinggi, yaitu para pemimpin setempat, dan dengan demikian menambah jumlah pengikutnya.
Melalui jaringan kerjasama tersebut, mereka menerima upeti dalam bentuk hasil pertanian, kehutanan serta hasil kelautan serta juga para budak sehingga mereka mampu memupuk kekayaan serta memperkuat wibawa mereka.
Agama Islam Masuk
Berdasarkan yang tertulis dalam tarsila yaitu catatan silsilah kalangan atas Maguindanao, dapat diketaui bahwa agama Islam mulai diperkenalkan di kawasan Mindanao selatan oleh syarif Muhammad Kabungsuwan yang tiba berkat bantuan pelaut Samal dari Johor, sekitar tahun 1515.
Ayahanda beliau adalah seorang syarif dari Arab yang menikah dengan seorang putri ningrat dari Johor.1 Sjarif Kabungsuwan
dikenal sebagai orang yang telah mengukuhkan serta menyebarkan agama Islam di Mindanao, kendati mungkin saja ada sejumlah ulama dan ustad dari Ternate yang telah bermukim lebih dahulu di tempat itu.
Beliau menikah dengan seorang dari keluarga kerajaan setempat yang sudah mapan. Ketika Kumpeni VOC berinteraksi dengan para petinggi Mindanao, seperti yang mulai dilakukan oleh Matelief di tahun 1607, diketahui bahwa agama Islam sudah dianut serta dilaksanakan oleh penduduk kawasan Sibugay hingga Sarangany serta di sekitar Teluk Davao serta kepulauan yang terletak lebih di selatan.
Para Pesaing yang memperebutkan tahta sultan?
Ketika Sultan Barahaman meninggal pada tanggal 6 Juli 1699, beliau digantikan oleh adiknya yang berambisi besar, Sultan Kuda (berkuasa. 1699- 1702) Sultan Kuda mengirim sepucuk surat ke Batavia, tertanggal 16 November 1699. Surat yang ditandatangani oleh dua mentrinya itu disimpan dalam Catatan Harian Kastel Batavia pada tanggal 21 Juli 1700 sebagai sebuah surat diplomatik. Seperti dapat dibaca dalam surat tersebut, Sultan Kuda menyatakan dirinya telah menggantikan abangnya menyusul wafatnya Sultan Barahaman pada tanggal 6 Juli 1699. Disayangkan bahwa Raja muda yang merupakan putera mahkota atau ahli waris sultan meninggal beberapa minggu sebelumnya yaitu pada tanggal 18 Juni, 1699.
Lima saudara Raja muda yang semuanya adalah putra-putra Sultan Barahaman, semuanya menyatakan berhak untuk menggantikan ayahanda mereka. Kendati Sultan Kuda bersikap tidak bersahabat dengan abangnya untuk waktu cukup lama, beliau diharapkan akan berubah sikap serta melunak menyusul kematian abangnya. Namun, berlawanan dengan harapan tersebut, beliau justru menjadi tidak sabar, mudah marah dan bersikap bagaikan raja.
Beliau melakukan sebuah kesalahan politik ketika melancarkan “sebuah cara baru untuk mengumpulkan dana” yaitu dengan mengharuskan rakyat membayar pascedule3 apabila mereka hendak pergi dari kota. Rakyat menolak sikap ketat beliau yang hanya menguntungkan beliau sendiri, dan kemudian beliau ditinggalkan oleh para pandita, ulama, datu, shahbandar bersama pengikut mereka dan mereka mendirikan sebuah unit politik baru bersama beberapa putra almarhum Sultan Barahaman.
Datu Bayan ulAnwar, putra tertua yang seyogyanya merupakan ahli waris menyusul wafatnya Sultan Barahaman, menentang perebutan kekuasaan yang dilakukan pamannya dan menolak menghormati ataupun memberi upeti kepada beliau. Salah seorang istri Datu Bayan adalah putri ipar Sultan Sulu, dan seorang istrinya yang lain adalah putri raja Buaya yaitu Sultan Bayan ul Anwar yang kemudian menggunakan jaringan hubungannya untuk mengganggu pamannya, dengan kesudahan bahwa Sultan Kuda akhirnya ditikam wafat dengan keris oleh Sultan Sulu.
Melalui sejumlah hubungan dengan pihak luar, para datu Maguindanao telah memperkuat kekuasaan mereka. Kawasan pedalaman Buayan serta pesisir Maguindanao memiliki berbagai macam alam yang berlawanan namun saling melengkapi serta menguntungkan. Pada setiap generasinya, anggota keluarga mereka saling menikah sehingga seperti pernah dikatakan oleh Sultan Kudarat “kedua kerajaan tersebut bagaikan suami dan istri”.
Ketika salah seorang penguasa mereka meninggal, perihal warisan tahta seringkali mengakibatkan perselisihan. Seperti yang terjadi di tahun 1699 dan juga di tahun 1702. Sultan Kuda tidak mengetahui pasti apa yang telah disampaikan kepada Kumpeni. Siapa pun yang dapat menguasai jaringan keturunan di sa-raya (Buayan) dan di sa-ilud (Maguindanao) akan berada di puncak sistem sosial-ekonomi-politis yang sangat berkuasa.
Sultan Kuda adalah seorang yang pandai serta berpengetahuan dan fasih berbahasa Cina dan Spanyol, dan juga menguasai sedikit bahasa Belanda dan Inggris.
Sebagai seorang Kapitan Laut, beliau menangani semua persoalan yang berkaitan dengan laut selama masa hidup Sultan Barahaman dan dalam jabatan tersebut beliau dapat memperkaya diri sendiri Kapten de Roy dari VOC telah memastikan kebenaran dari apa yang dibangga-banggakan Sultan terkait kepemilikan banyak meriam tembaga yang disembunyikan di Zamboanga.
Pesuruh yang diutus de Roy menemukan tujuh meriam besi dan sebuah meriam logam di sepanjang dermaga dan di paritparit di tepi sungai, semuanya berjumlah hampir 100 meriam dari kuningan.6 Para penguasa Maguindanao sejak dulu selalu berusaha mendapatkan piranti keras dengan cara apa pun. Itu sebabnya mereka meminta tambahan dua meriam dan sejumlah senjata, seperti tertera dalam dokumen ini.
Mindanau sebagai Kawasan Penyanggah
Sepanjang abad ke 17, para perwira Belanda serta perwakilan VOC cukup sering berkunjung ke Maguindanao. Orang-orang Belanda datang untuk berdagang, namun dengan alasan tambahan yaitu untuk memata-matai serta menilai situasi
dari sudut pandang sosial-politik. Mereka tidak memercayai sultan dan begitu pula sebaliknya.
Hingga tahun 1663, bangsa Spanyol menguasai sebuah benteng di Zamboanga yang terletak di sisi paling barat Mindanao. Mereka mengosongkan benteng tersebut ketika diperintahkan untuk kembali ke Manila karena bangsa Spanyol terancam akan diserang oleh armada milik perompak Cina terkenal Coxinga.
Mereka kembali ke benteng tersebut di tahun 1718. Keberadaan bangsa Spanyol senantiasa ditengarai sebagai ancaman serta bahaya. Ancaman bagi orang Maguindanao yaitu bahwa mereka akan ditaklukkan seperti penduduk di pulau-pulau di utara mereka. Bahaya bagi VOC yang berjuang mati-matian untuk memertahankan monopoli di kawasan Maluku.
Demi kepentingan mereka sendiri, penduduk Maguindanao harus menjaga agar bangsa Belanda tetap berada di Ternate dan mereka harus melindungi kemerdekaan mereka dari serbuan Spanyol atau Belanda. Bagi pihak Belanda, Mindanao berfungsi sebagai penahan antara Manila yang dikuasaiSpenyol dan Maluku yang dikuasai Belanda.
Oleh karena itu, perlu ditekankan bahwa Sultan Kudarat telah memberikan keuntungan kepada rakyatnya serta beberapa generasi sesudahnya dengan memangkas semua pohon rempah-rempah yang terdapat di kawasannya dan melarang penduduk menanamnya7Orang-orang Belanda secara teratur memeriksa persediaan pala dan cengkih, dan dengan berlindung di belakang sejumlah alasan mereka pergi masuk ke pedalaman atau pergi dengan sampan sambil menanyai penduduk. Kekhawatiran mereka tidak beralasansebab sudah dipastikan bahwa tak ada pohon rempah di sana.
Belanda mengamati Maguindanao
Kapten Belanda, Cornelis Claasz Silver menyaksikan sejumlah peristiwa ketika berlabuh di depan rumah Sultan di Sungai Simuoy dari Juni hingga November, 1699.9 Beliau diundang untuk hadir ketika Sultan Kuda dikukuhkan; upacara tersebut digambarkannya sebagai suatu peristiwa yang sarat dengan kemegahan serta ritual seremoni. Kehadiran kapten berbangsa asing tersebut diyakini telah menaikkan pamor upacara itu dan itu sebabnya Sultan Kuda menyampaikan kegembiraan paduka terhadap Kapten Cornelis Claasz seperti tertuang dalam sebuah surat yang dikirimkan ke Batavia.
Selama kunjungan yang kemudian dilakukan oleh beberapa pejabat VOC, yaitu Kapten Paulus de Brievings dan perwira infanteri Jacob Cloeck, sejumlah pengamatan tambahan disampaikan ke Batavia. Kedua perwira tersebut berada di pelabuhan Maguindanao dari tanggal 6 Juli hingga 1 Oktober 1700, dan mereka menyelidiki kawasan bersangkutan dengan sangat cermat. Mereka menghitung ada 43 datu yang menyerahkan upeti atau menyembah sujud kepada sultan.
Mereka berdua juga menghitung keberadaan pasukan yang terdiri dari sebanyak 59.650 tentara yang tangguh yang dapat direkrut sultan apabila diperlukan.10 Maguindanao juga merupakan tempat aman bagi tentara yang membelot serta mereka yang lari dari kapal, dan semua orang yang berkunjung ke sana diusahakan agar tidak meninggalkan tempat tersebut. Terutama orang-orang Cina yang dirayu agar menikahi wanita setempat sehingga meningkatkan jumlah penduduk. Memanglah, informan terbaik bagi orang Belanda adalah orang-orang Cina yang tinggal di Maguindanao.
Seringkali mereka mengeluhkan betapa dipaksa tunduk pada hukum dan peraturan yang ketat serta dilarang untuk berdagang dengan orang Belanda. Akan tetapi, orang Cina memang berani mengambil risiko dan mereka melanggar peraturan tersebut. Perdagangan ilegal jamak dilakukan orang Cina.
Mereka melakukan kegiatan perdagangan seara sembunyi ketika magrib. Apabila mereka curiga bahwa orang yang memanggil mereka dari sebuah kapal akan membocorkan transaksi perdagangan bersangkutan, maka mereka memaksa agar bahan malam yang digunakan untuk membuat kain itu diberikan melalui jendela kabin.11
Pelabuhan dan Perdagangan
Kawasan pelabuhan Maguindanao terletak secara strategis di muara sungai Pulangi, yaitu sungai terbesar di Mindanao serta di sejumlah anak sungainya. Dengan demikian merupakan tempat baik bagi lalu lintas kapal serta pembangunan kapal, pencarian ikan dan di samping itu terdapat banyak sumber air. Hasil produksi dari kawasan pertanian di pedalaman Pulangi yang makmur
terutama terdiri dari beras, tembakau, malam serta bahan pangan yang diangkut oleh pedagang eceran dan besar.
Dari kawasan pegunungan di selatan sungai dan terutama dari kawasan Teluk Davao, ribuan pon malam lebah dan ikatan tembakau dikumpulkan setiap tahun dengan pem- bayaran tunai atau dibarter dengan kain impor serta barang-barang asing lainnya yang diperoleh melalui perdagangan.
Selama sebagian besar abad ke 17, ekspedisi perdagangan tahunan dilakukan oleh sultan sendiri, dan dengan seizin beliau para anggota keluarga raja serta marga para datu mengutus kapal-kapal jenis jung mereka hingga sejauh India, Malacca, Siam, Johor, Jawa, Sumatra, Borneo dan Sulawesi. Sementara banyak kapal berukuran lebih kecil setiap tahun berlayar ke Manila dan Ternate dan seringkali kapal-kapal tersebut dibantu oleh para nakhoda, mualim kapal yang berasal dari masyarakat Cina.
Muatan yang diangkut kapal-kapal dari Maguindanao ke sejumlah pusat perdagangan regional yang lebih besar terdiri dari, selain malam lebah dan beras dalam jumlah besar, juga ribuan ikat tembakau, kayumanis jenis kedua, minyak kelapa, kulit batang pohon cengkeh, kulit penyu, teripang, rumput laut, sarang burung dan juga budak-budak.
Dalam perjalanan pulang, mereka terutama mengangkut aneka ragam kain India seperti tekstil Guinee, dan tekstil India yang lain (bafta, salempuri, muri, chintz, betille, chelas).
Selain itu seringkali juga benda-benda dari besi, kuningan, logam bekas, meriam dan senjata yang banyak dicari orang. Kapal-kapal jenis jung dari Cina mengangkut kain sutra serta barang-barang gerabah.14 Setiap tahun, lalu lintas yang sangat padat dilakukan antara Cina (Ch’uan Chou, bahasa Hokkian), Manila dan Maguindanao.
Sekitar tahun 1700, jumlah masyarakat Cina di Maguindanao sudah bertambah banyak, sesudah Belanda menerapkan monopoli terhadap perdagangan rempah-rempah di Maluku. Banyak orang Cina yang kemudian meninggalkan Ternate dan pindah ke Mindanao.
Monopoli perdagangan malam dan para pedagang Cina
Sarangani merupakan pusat perdagangan komoditi malam lebah, dan di tempat itu Sultan Maguindanao menerapkan hukum serta peraturan ketat. Orang luar dilarang ke sana untuk berdagang.
Sejak tahun 1660-an, kesultanan Maguindanao menerapkan monopoli terkait malam yang masih berlaku hingga tahun 1699.17 Hanya orang Cina yang dikenal Sultan serta orang Sarangani yang diperbolehkan memperdagangkan malam lebah sebanyak 500 kati18, dan tidak lebih.
Perdagangan yang dilakukan tanpa izin sultan diancam hukuman mati dengan pemenggalan kepala. Sarangani merupakan lumbung Sultan dan gudang tempat penyimpanan barang-barang dagangan beliau.
Di Maguindanao, menjadi kebiasaan bagi semua nakhoda serta mualim kapal untuk singgah pada sultan sebelum mereka pergi dan mereka juga menerima berbagai perintah untuk melakukan sesuatu bagi beliau atau anggota rumah tangga kesultanan seperti mengantar surat atau pesan serta membawa hadiah. Apabila kebiasaan tersebut diabaikan, maka yang bersangkutan dapat dibunuh; mujur hal itu tidak terjadi pada orang Cina berdarah campuran bernama Loanko yang disebut dalam dokumen yang kami bahas; beliau diberi pengampunan.
Aneka petualangan seorang Cina peranakan
Kendati semua peraturan diberlakukan oleh para sultan Manguindanao sejumlah peristiwa tetap terjadi secara cukup sering. Menurut dokumen yang kami bahas, terjadi sebuah peristiwa di bulan Juli atau awal Agustus 1688.
Pada waktu sultan menulis surat ke Batavia di tahun 1699, peristiwa bersangkutan masih diingat dan belum dipecahkan. Seorang Cina peranakan dari Jepara, bernama Tuwanko (dalam surat ditulis Loanko) pergi meninggalkan tempat dengan menggunakan gonting, yaitu sebuah kapal barang Jawa kecil dengan membawa pascedule atau surat izin yang dikeluarkan Kumpeni di Semarang untuk berlayar ke Pasir di Borneo Tenggara, untuk mengumpulkan malam.
Kapal bersangkutan milik para kapten Cina Pinco dari Jepara dan Kohanco (Concua dalam surat) dari Semarang. Awak kapal terdiri dari delapan orang Cina: Saowanko, Ompo, Tsjonko, Tjejwko, Tiepko, Inko, Hayko, dan Tsjin serta dua orang Jawa: Aowangsa dan Marompang. Akibat angin kencang bertiup ke arah berawanan dab mungkin juga akibat kurang memahami arah, jurumudi mereka, Saowanko, membawa mereka ke pesisir Manguindanao sesudah, berlayar lebih dari dua bulan.
Ketika Sultan Barahaman mendapat tahu tentang pelanggaran tersebut, beliau memerintahkan agar awak kapal gonting didatangkan di Simuay dan mereka ditanya untuk menunjukkan izin berlayar mereka; ternyata izin mereka adalah untuk pergi ke Pasir, dan sebab itu Hayko yang dapat menulis, menyiapkan izin lain yang berlaku untuk Sarangani.
Sultan menerima baik hal tersebut dan menjamin keamanan para orang Cina. Sementara itu, Tuwanko sudah mengumpulkan 100 pikul malam dan 3 pikul kulit penyu. Untuk itu dia membelanjakan separuh modalnya senilai kurang lebih 15 – 1600 ringgit. Sultan merampas semua kain India yang ditaksir bernilai 727 ¼ ringgit.
Abang sultan yang kemudian menjadi Sultan Kuda meminjam malam yang dibawa Tuwanko dan meminjamkan sebuah kapal jenis korakora yang dapat dipakai Tuwanko untuk berlayar ke Manila, tempat malam bersangkutan akan dijual. Harga sepikul malam di Sanagani jauh lebih rendah dari di Manila, jadi dengan demikian sultan mendapat untung.
Beliau menyuruh Tuwanko untuk mengutip sejumlah piutang sultan di Manila sebagai pembayaran malam yang sudah terlebih dahulu dibayar Tuwanko di Sarangani. Tuwanko pergi menuju Manila, tetapi menolak untuk pamit kepada sultan yang merasa tersinggug dan geram.
Sultan menyita semua barang dagangan Tuwanko yang sementara itu tinggal selama satu bulan di Manila dan di tempat itu membeli kulit, emas serta
uang real Spanyol, dengan menggunakan uang Sultan Kuda sementara untuk dirinya sendiri dia membeli beberapa barang kulit. Sementara Tuwanko pergi, lima dari anak buah kapalnya yaitu Tsjonko, Tjejwko, Tiepko, Inko, dan Hayko telah menikah. Saowanko, Tsjin dan kedua orang Jawa: Aowangsa and Marompang meninggal di Maguindanao. Tuwanko menetap dan mulai membaur dengan orang-orang Maguindanao.
Dia menikah dan memperoleh kepercayaan sultan dan ditengarai pernah berkata kepada Sultan “kami hanya percaya kepada Sultan dan apa pun yang diperintahkan Sultan kami akan patuhi”. Dengan demikian, di tahun 1691, Tuwanko dapat pergi meninggalkan tempat seizin sultan. Seorang awak kapal yang tak pernah meni- kah, Ompo, turut dengannya.
Di antara awak kapal juga terdapat seorang Cina Ternate bernama Hieuwko, seorang budaknya dan dua orang Muslim dari pantai Coromandel di India. Mereka semua tidak punya hutang, sebab kalau ada hutang, tak seorang pun dapat memperoleh izin meninggalkan Maguindanao. Lima orang Cina yang menikah, “tetap dipelihara oleh sultan”.
Informasi yang terdapat dalam surat sultan menunjukkan bahwa jaringan perdagangan yang ada dari Manguindanai hingga Jawa, hanya dapat berjalan dengan dukungan serta campur tangan dari penguasa setempat. Juga ditunjukkan bagaimana para peserta, seperti Tuwanko, seorang Cina Peranakan dari Jepara berkiprah dalam jaringan tersebut. Melalui kisah-kisah nyata tersebut kami dibawa lebih dekat pada dunia Asia Tenggara yang memukau, dalam hal ini Filipina bagian selatan.
References
• Coolhaas, W. Ph. (ed.) 1960-1982. Generale Missiven
van Gouverneurs-Generaal en Raden aan
Heren XVII der Verenigde Oostindische Compagnie,
7 volumes. The Hague: Martinus Nijhoff.
• Daghregister gehouden int Casteel Batavia vant
passerende daer ter plaetse als over geheel Ne derlandts
Indie. Batavia, The Hague: Martinus
Nijhoff, 31 vols. 1888-1931.
• Dijk, L. C. D. van, Neerland’s vroegste
betrekking en met Borneo, Den Solo-Archipel,
Cambodja, Siam en Cochin-China. Amsterdam:
J.H. Scheltema, 1862.
• Fox, Robert B., “A Consideration of Theories
Concerning Possible Affiliations of Mindanao
Cultures with Borneo, the Celebes, and other
Regions of the Philippines”, in : Philippine Sociological
Review, January 1957, pp. 2-12.
• Ileto, Reynaldo C. Magindanao, 1860-1888:
The Career of Datu Utu of Buayan. Data paper,
No. 82, Southeast Asia Program Department of
Asian Studies, Cornell University, Ithaca, New
York, October 1971.
• Laarhoven, Ruurdje, Triumph in Moro Diplomacy:
The Maguindanao Sultanate in the 17th Century.
New Day Publishers, Quezon City 1989.
• ------ “The Chinese at Maguindanao in the Seventeenth
Century”, in: Philippine Studies, vol. 35
(1987): pp. 31-50.
• ------ “We Are Many Nations: The Emergence
of a Multi-Ethnic Maguindanao Sultanate”, in:
Philippine Quarterly of Culture & Society, vol.
14 (1986), pp. 32-53.
• ------ “A Passion for Plaids: A Historical Consideration
of Maguindanao Textiles”, in: Roy W.
Hamilton (ed.), From the Rainbow’s Varied Hue,
pp. 133-153. UCLA Fowler Museum of Cultural
History Textile Series, No. 1. Los Angeles, California,
USA, 1998.
2. Transkripsi dari teks bahasa Belanda
Ruurdje Laarhoven, “Surat dari Sultan Maguindanao Kuda (b.
1699-1702) perihal kegiatan perdagangan para nakhoda Cina serta kebutuhan
mendapat dukungan militer, 16 November 1699”. DARI: CATATAN HARIAN KASTIL BATAVIA, 21 JULI 1700 [BERAWAL
DARI FOL. 381]
Translaat Spaanse missive van den Coning van Mangindanao aan
sijn Edelheyt den Heere gouverneur generaal Willem van Outhoorn geschreven. Dese brief schrijft den Siry Sultan Amirol Amra Zhumra Alam
Abnu, Sultan Sayaso Drascha Abnu, Sultan Zala Ima Nasirodin, tot Fuhul Lahu
Bihie Val musilimin, Conink van de coninkrijcken en landen van Mangindanao, en
gaet aan mijn vrund en broeder de heer generaal van Batavia. Naer voorgaande
compliment stondt:
Mijn Heer ik geef U Edele kennis dat op den 6 July deses
jaers 1699 overleden is mijn oudste broeder Carnal Groot Sarry Snu Jamodsa Brahaman Abnu
Sultan Sayefo Drasha.
Soodat al de saecken van ’t rijck in mijn handen sijn
vervallen, en besid nu de plaets van Sarry Sultan van dit rijck als de landen van Mindano,
’twelck niet heb connen naerlaten U Edele te communiceren om de grote liefde die aan ons volck
werd gethoondt, ’twelck mij soo veel te meer verpligting daertoe geeft.
Van al welcke saken mijn gemelte oudste broeder in sijn
testament kennisse heeft gegeven behelsende ook wel te observeren de vrindschap en
goede correspondentie die tusschen ons en de Ed.
Hollandse Compagnie was gehouden,
ten tijde van mijn grootvader, als mijn vader, dewelcke nog soo vast en
volstandig sullen blijven als den dagh van heeden, sonder dat bevonden sal werden iets aan te
ontbreeken, daerom of er iemant anders ’t contrary wilde aan U Edele seggen is
niet waer, en gelieft sulx geen geloof te geven, want onse vrundschap Uw Edele Hollandse
Compagnie sal soo vast en volstandig duuren als son en man. I
k geef Uw Edele ook kennis dat in de maand juny op strande
van dit coninkrijk is gearriveert een galjoot genaamt Lasdragh waerop schipper was
Cornelis Claesz. Selver en stuurman Pieter Bolarte, comende uyt de havenen van
Molucos om naar Manados haer reys te nemen, dog door ’t harde weer en contrarie winden sijn in dit rijck vervallen sonder brief
of pas van d’E.
Compagnie naer dit mijn rijck. Ik heb aanstonts belast dat se maer
binnen soude komen omdat het in de wintertijd was, en dat se anders mogelijk een ongemak
soude comen te lijden, soo datse in deese revier van Sumuay sijn binnen gekomen,
sijnde veel aan mijn huys geweest, haer wel getracteert en gehandelt, gelijk aen U Ed.
self sullen konnen seggen.
Gemelte schipper en stuurman met haer volck hebben wij wel
geholpen en dienst gedaan, blijvende U Ed. hertelijck dankbaer voor soo veel
ontfange beleeftheden. En versoek bijaldien den gouverneur van de stad Moluco met
de aanstaande goede mousson een vaertuyg naer dit mijn rijck mogt komen te
senden, U Ed. geliefde te ordonneren gemelte schipper Cornelis Claasz. en stuurman
Pieter Bolarte daermede quame, waermede mij grote vrundschap sou geschieden, sijnde
haer seer genegen omdat sij mij soo veel geholpen hebben.
Waerom nogmael versoek en bidt aan U Ed. dat gemelte
schipper mag verhoogt werden, dewijl ’t een man van eer en wackerheyt is. De reden dat voornoemde galjoot soo lang agter gebleven en
niet eerder t’zee gestoken sij, is veroorsaekt dat de contrarie en variabele winden en
weer soo lang geduurt, en dewijl meer bevinding van ongelucken daerdoor in zee
veroorsaekt, waer ’t beter,sij soo lange hier vertoefde, sijn nu in de maand september
vertrocken, wanneer de vaste doorgaande winden wayen en de rechten tijd is geweest,
’twelck soo ’t beste heb geoordeelt omdat de saeken van de E.
Compagnie als mijn
eigen estimeer. Ik bidde Uw Ed. mede dat geordoneert mag werden aan den
gouverneur van de stad Maluco dat hij mij één hondert goede musquetten om voor mijn
paggers te dienen verkoopt voor sijn waerde, sodanig als aan den Conink van Ternaten
sijn verkogt, sullende ’t bedragen van gemelte musquetten aanstaande jaer met alle
puntualiteyt werden voldaen.
Nog versoek soo ’t U Ed. mogt gelieven mij te verkopen twee
stuckjes metael canon van vijf â 600 ponden yder eguael en wat lang, opdat van
goet effect mogen sijn en soo’t met U Ed. goetheyd waer, mij dese vrundschap te bewijsen,
connen aan den gouverneur der stad Maluco gesonden om verder aan mijn
geaddresseert te werden, sullende de waerde aanstaande jaer mede promptelijk
overgemaekt werden.
Ik senden U Ed. twee picols wax welke beuseling versoek
gelieft aan te nemen en de vrijpostigheyt pardonneren dewijl soo gering en van weynig
waerde sijnde alleen om een teken van liefde te thonen en dankbaerheyt van soo veel
weldaden alreets genoten hebbe en nog sal ontfangen. En dewijl anders niet offereer, soo wil ons Heer U Ed. nog lange
jaren sparen in vrede en gewenste gerustheyd, ’twelke van harte ben wenschende. (Onder stont) Semuay den 16 november 1699, vrund en broeder
van Uw Hoogheyt heel vaste, trouwe, en toegenege dienaar (was geteekent)
Humxra Alam en Dayyo (ter zijde stond ’s Conings schiap).
Ik geef U Edele mede kennis dat in den jaare 1688 in de
havenen van Sarangam gecomen is een vaertuyg waervan den schipper was een Chinees masties
van Japara genaamt Loanko waervan mijn broeder den Heere Keyser kennisse
gekregen hebbende, sond vier van sijn volck derwaert om haer af te vragen wat se
quamen doen, gaven tot antwoord dat het vaertuygh was toekomende de Capitains der Chinesen
Pinco en Concua, comende met een pas van de Compagnie naer dit mijn rijck van
Mindanao om te handelen en negotie te doen, connende door de contrarie
winden hare rijse niet volbrengen, waarop het volk van mijn broeder haer seyden dat
niet mogte handelen, copen of vercopen met het volk van Sarangam.
En bijaldien
haer goederen wilde verkopen, sulx aan ons volck souden doen, soodat het volck van gemelte
mijn broeder de goederen en coopmanschappen daeruyt gelost en ontfangen
hebben ten bedrage van sevenhondertsevenentwintigh rxs en een quart. En soo
sijn se weder hier terugh
gecomen met den schrijver van gemelte vaertuigh van Loanko.
En naer drie maanden quam gemelte vaartuygh geladen met wax waervan se over de
hondert picol gecogt hadden en drie picol tartaruga soodat het quaed haer eygen
schult is, want het is een gewoonte onder ons dat de Chinese vaertuygen die in de
havenen van Sarangame comen geen wax mogen copen als vijffhondert catty. Haer nu
gevraegt hebbende of se geen brieven van de Capitans Pinco en Concua hadden,
antwoorden van ‘neen’.
En de pas van de E. Comp. dicteerden niet naer mijn rijk maer na
Passick. Daerna is Lieanko met vijf van sijn confraters naar de Manilhas vertrocken,
hebbende daer al haer wax verkogt voor goud, realen van agten, en leer, comende soo
weder naar dit rijk en is Leanko binnengekomen en getrouwt, blijvende schuldig volgens
huwelijxcontract vier thijlen goudt en een slaef, waervoor ik borg ben gebleven,
soodat mijn broeder haer pardonneerden van de begane misslag en overtreding van ’t
wax tot Sarangam gecogt. Maer tot de 727 ¼ rds te vereffenen waer ’t noodsaeckelijk
brieven van de E. Comp.
Capitains Pinco en Concua gerechtvaerdigt door de Justitie
en de E. Comp. want als recht redelijck en gepermitteert hebben se bovengemelte
penningen ontfangen, waermede Leanko is vertrocken met een brief van mijn broeder den
Keyser aan Uw Ed., hebbende hem sedert hier niet meer vernomen.
Daernaer in den jare 1695 heeft mijn broeder den Keyser een
vaertuygh afgesonden met een schipper sonder ambasadeur, alleen brieven voor Batavia aan de Ed. Compagnie dog door horibele starke tegenwinden is gemelte
vaartuyg vervallen in de havenen van Caily en willende den schipper sijn reyse weder
vervolge naer Batavia, soo wasser een Chinees tot Caily genaamt Luanco die hem
tegenhield met drijgement soo hij ’t deed, dat hem eenig ongemak soude overcomen om
een schuld van een masties Chinees in mijn land genaamt Najoda Sandit, aan een vendrig
op Malacca, ik weet niet van hoeveel rxs soodat den schipper in die haven bleef,
en cogt den Chinees al haer effecten die mede hadde ter waerde van
éénduysentvijfhondert rxs.
Als nu den schipper wilde vertrecken en met sijn vaartuigh herwaart
aankomen, eyschende sijn uytstaande penningen, heeft gemelte Cuancko maer betaelt
vijfhondert rxs onder sig behoudende duysent rxs dewelcke hij weygerde te betalen om
de schult van meergemelde Leanko die in mijn rijk was gebleven. ’Twelck bekent maeck, opdat U Ed. soude weten met wat
bedriegerijen en chinistre streecken de Chinesen omgaan, sullende den schipper Cornelis
Claasz. en stuurman Pieter Bolarte, mondeling beeter en breeder connen
rapporteren, want heb haer de papieren en brief van den Chinees Cuancko laeten sien.
3. Terjemahan bahasa Indonesia
Ruurdje Laarhoven, “Surat dari Sultan Maguindanao Kuda (b.
1699-1702) perihal kegiatan perdagangan para nakhoda Cina serta kebutuhan
mendapat dukungan militer, 16 November 1699”. DARI: CATATAN HARIAN
KASTIL BATAVIA, 21 JULI 1700 [BERAWAL DARI FOL. 381] Terjemahan surat dalam bahasa Spanyol yang ditulis Raja
Mangindanao dan ditujukan kepada Yang Mulia Tuan Gubernur Jenderal Willem van
Outhoorn. Surat ini ditulis oleh Siry [Seri] Sultan Amirol Amra Zhumra
Alam Abnu, Sultan Sayaso Drascha Abnu, Sultan Zala Ima Nasirodin, kepada Fuhul Lahu
Bihie Val musilimin, Raja dari kerajaan-kerajaan serta kawasan-kawasan
Mangindanao, dan ditujukan kepada sahabat dan saudara saya tuan jenderal (Gubernur)
Jenderal Batavia. Sesudah sebutan-sebutan kehormatan tersebut, tertulis: Tuanku, saya memberitahukan Yang Mulia bahwa pada tanggal 6
Juli tahun 1699, telah meninggal dunia abang saya paling tua, Camal Sarry Akbar Snu
Jamodsa Brahaman Abnu Sultan Sayefo Drasha. Dengan demikian maka semua urusan kerajaan sekarang telah
beralih ke tangan saya, dan sekarang saya menduduki jabatan Sarry [Seri] Sultan yang
berkuasa atas semua kawasan Mindano, dan demikian saya tidak bisa melewatkan
kesempatan ini untuk
menyampaikan kepada Yang Mulia perihal kasih sayang yang
begitu besar yang telah
dilimpahkan kepada rakyat kami, yang membuat saya sangat
berhutang budi [382].
Di antara urusan yang
disebutkan dalam surat wasiat abang tertua saya tersebut,
termasuk pula kewajiban untuk memelihara persahabatan dan
hubungan baik yang
telah terjalin semasa kakek saya dan juga ayahanda saya,
antara kami dengan Kumpeni
Belanda Yang Mulia, yang hingga hari ini masih kokoh dan
mantap, dan tidak akan ada
yang berkurang sedikit pun dan sebab itu apabila ada orang
lain yang akan mengatakan
hal sebaliknya kepada Yang Mulia maka hal itu tidaklah
benar, dan kiranya jangan
dipercaya sebab persahabatan kami dengan Kumpeni Belanda
Yang Mulia akan tetap
langgeng dan mantap bagaikan matahari dan bulan.
Saya juga memberitahukan Yang Mulia bahwa di bulan Juni,
telah tiba di pesisir kerajaan
ini sebuah kapal layar jenis galjoot dengan nama Lasdragh
dengan nakhoda Cornelis
Claesz. Selver dan juru mudi Pieter Bolarte, berasal dari
pelabuhan Maluku dengan
tujuan ke Manado, akan tetapi akibat cuaca buruk serta angin
kencang maka kapal bersangkutan
telah tiba di kerajaan ini
tanpa membawa surat atau pun surat jalan dari Kumpeni Yang
Mulia. Saya langsung
perintahkan agar kapal itu merapat masuk oleh sebab ketika
itu adalah musim dingin,
karena apabila tidak maka kemungkinan kapal itu akan
mendapat kesukaran, sehingga
dengan demikian maka kapal itu telah masuk ke sungai Sumuay
dan mereka sering
datang ke rumah saya, dan mereka sudah saya jamu dan
perlakukan sebagaimana
mereka juga dapat mengatakan sendiri kepada Yang Mulia.
Nakhoda dan juru mudi
bersangkutan, bersama awak kapal sudah kami tolong dan
layani, dan kami sangat
berterima kasih kepada Yang Mulia karena sudah menerima
begitu banyak tanda keramah-tamahan.
Dan saya mohon kepada gubernur kota Moluco agar pada musim
baik yang akan
datang mengirim sebuah kapal ke kerajaan saya, dan agar Yang
Mulia berkenan memerintahkan
nakhoda bersangkutan yaitu Cornelis Claasz. dan juru mudi
Pieter Bolarte
untuk datang dengan kapal bersangkutan, dan hal itu akan
memberikan saya rasa
persahabatan besar karena saya sangat berkenan dengan mereka
sebab mereka sudah
memberikan begitu banyak pertolongan kepada saya.
Sekali lagi saya meminta dan memohon kepada Yang Mulia agar
nakhoda bersangkutan
dinaikkan kedudukannya karena yang bersangkutan merupakan
seorang yang
terhormat serta cerdas.
Alasan mengapa kapal bersangkutan berlabuh begitu lama dan
tidak lebih awal berlayar
pergi adalah karena angin dan cuaca buruk telah berlangsung
sangat lama, dan ada
informasi bahwa akibatnya telah terjadi banyak kecelakaan di
laut dan sebab itu lebih
baik kalau kapal tersebut tinggal di sini selama waktu
tersebut, dan sekarang kapal
sudah berlayar pergi di bulan September ketika angin bertiup
mantap dan memang
merupakan waktu yang baik, dan demikianlah pemikiran saya
yang didasari karena
kami berpendapat bahwa kepentingan Kumpeni Yang Mulia sama
seperti kepentingan
saya sendiri.
Saya juga memohon Yang Mulia agar memerintahkan kepada
gubernur kota Maluco
untuk menjual kepada saya seratus senapan sundut yang baik
untuk dipergunakan
di kubu-kubu pertahanan saya, seperti yang dijual kepada
Raja Ternate, dan seluruh
biaya pembelian senapan bersangkutan akan saya penuhi tahun
depan secara tepat
waktu.
Begitu pula saya memohon semoga Yang Mulia berkenan menjual
kepada saya dua
buah meriam logam masing-masing berkapasitas lima hingga 600
pon serta berlaras
panjang sehingga berfungsi dengan baik dan didasari kebaikan
hati Yang Mulia serta
untuk membuktikan persahabatan kita, semoga Yang Mulia
berkenan mengirimkan
meriam-meriam tersebut kepada gubernur kota Maluco untuk
kemudian [383] diteruskan
kepada saya, dan harga yang bersangkutan akan saya kirim tahun
depan secara
tepat waktu.
Saya mengirim kepada Yang Mulia dua pikul malam, dan hamba
mohon semoga
Yang Mulia berkenan menerima hadiah yang hina ini dan juga
mengampuni kelancangan
saya karena jumlahnya begitu sedikit dan berharga rendah dan
dimaksudkan
sebagai tanda kasih sayang serta rasa terima kasih saya
karena sudah menikmati dan
masih akan menerima begitu banyak kebaikan.
Kami tidak dapat memberi yang lain kecuali doa semoga Tuhan
akan memberikan
Yang Mulia umur panjang dan kehidupan dalam kedamaian serta
ketentraman, yang
semuanya kami harapkan dengan setulus hati.
(Tertulis di bawah)
Semuay tanggal 16 November 1699, sahabat dan saudara Yang
Mulia, hamba yang setia dan sangat menyayangi (ditanda
tangani) Humxra Alam dan
Dayyo (di sampingnya terdapat cap Raja).
Saya juga memberitahukan Yang Mulia bahwa di tahun 1688
telah tiba di pelabuhan
Sarangam sebuah kapal dengan nakhoda seorang Cina peranakan
berasal dari Japara,
bernama Loanko, dan sesudah abang saya Sang Raja diberitahu
tentang hal tersebut,
maka Kaisar telah mengutus empat orangnya untuk menanyakan
gerangan apa urusan
mereka, dan dijawab bahwa kapal tersebut milik para Kapiten
Cina Pinco dan Concua,
dan tiba dengan membawa surat jalan Kumpeni ke kerajaan saya
Mindanao untuk berdagang,
tetapi akibat angin yang tidak bersahabat mereka tidak mampu
melanjutkan
perjalanan, dan kemudian rakyat abang saya mengatakan kepada
mereka bahwa mereka
tidak diperbolehkan untuk berdagang, membeli atau menjual
barang kepada rakyat
Sarangam. Dan ketika mereka hendak menjual barang-barang
mereka kepada rakyat
kami, maka rakyat abang saya tersebut membongkar
barang-barang dan komoditi
dagangan dari kapal dan menerima tujuh ratus dua puluh tujuh
dan seperempat ringgit.
Maka mereka kembali datang ke mari bersama juru tulis dari
kapal milik Luanko.
Dan tiga bulan kemudian kapal tersebut tiba dengan muatan
malam yang telah mereka
beli sebanyak lebih dari seratus pikul dan juga tiga pikul
tartaruga sehingga dengan
demikian maka kesalahan itu adalah akibat ulah mereka sendiri,
karena ada kebiasaan
kami bahwa kapal-kapal Cina yang masuk ke pelabuhan Sarangam
tidak diperbolehkan
membeli malam di atas lima ratus kati. Ketika kami
menanyakan apakah mereka tidak
membawa surat-surat dari para Kapiten Pinco dan Concua,
mereka menjawab ‘tidak’.
Dan surat izin yang dikeluarkan Kumpeni Yang Mulia
menyatakan mereka tidak diijinkan
pergi ke kerajaan kami melainkan diijinkan pergi ke Passick.
Sesudah itu maka
Lieanko bersama lima kerabatnya berangkat ke Manilhas, dan
di sana menjual semua
malam mereka dan memperoleh emas, uang real Spanyol, dan
kulit dan mereka kemudian
kembali ke kerajaan ini dan Leanko mendarat dan menikah, dan
sesuai kontrak
pernikahan yang bersangkutan masih berhutang emas seberat
empat tahil dan seorang
budak, dan saya bertindak sebagai penjaminannya sehingga
abang saya memaafkannya
atas kesalahan dan pelanggaran telah membeli malam di
Sarangam.
Akan tetapi, untuk melunasi 727 ¼ ringgit, dibutuhkan
surat-surat dari Kumpeni
Yang Mulia. Para kapiten Pinco dan Concua diijinkan oleh
Kehakiman dan Kumpeni
Yang Mulia untuk menerima uang tersebut secara sah dan
sesuai izin, dan kemudian
Leanko berangkat pergi dengan membawa surat dari abang saya,
Kaisar, yang ditujukan
kepada Yang Mulia, dan sesudah itu yang bersangkutan tidak
pernah lagi nampak di
sini.
Kemudian di tahun 1695, abang saya sang Kaisar, mengirim
sebuah kapal ke Batavia
dengan seorang nakhoda tetapi tanpa seorang duta, hanya
membawa surat-surat yang
ditujukan [384] kepada Kumpeni Yang Mulia, akan tetapi
akibat angin yang sangat
kencang maka kapal bersangkutan rusak di pelabuhan Caily dan
ketika nakhoda kemudian
bermaksud meneruskan perjalanan ke Batavia, ada seorang Cina
di Caily berna-
ma Luanco yang menahannya dengan ancaman apabila nakhoda
tetap berangkat maka
akan tertimpa kemalangan karena menanggung hutang dari
seorang Cina peranakan
yang tinggal di kawasan saya dengan nama Najoda Sandit, yang
berhutang kepada seorang
calon perwira di Malacca, jumlahnya saya tidak tahu berapa
ringgit, dan sebab itu
maka nakhoda itu tetap tinggal di pelabuhan, dan membeli
dari orang Cina tersebut
semua barang yang bernilai satu ribu lima ratus ringgit.
Ketika kemudian nakhoda
hendak berangkat dengan kapalnya menuju kemari, dan menuntut
piutangnya, maka
Cuancko tersebut hanya membayarnya lima ratus ringgit dan
menahan seribu ringgit
yang tidak hendak dibayarkannya untuk melunasi hutang dari
Leanko yang sudah
disebut sebelumnya, yang masih tinggal di kerajaan saya.
Hal ini saya beritahukan agar supaya Yang Mulia mengetahui
tipu muslihat orangorang
Cina, dan nakhoda Cornelis Claasz. Serta jurumudi Pieter
Bolarte akan dapat
bercerita lebih rinci lagi karena saya telah memperlihatkan
kepada mereka surat-surat
dari orang Cina Cuancko tersebut.
4. Kolofon
Judul
Penyunting utama
Koordinator kegiatan
Riset arsip
Sumber arsip
Riset illustrasi
Sumber illustrasi
Transkripsi
Terjemahan bahasa Indonesia
Terjemahan bahasa Inggris
Kata pengantar
Penyunting akhir
Tata letak
Tanggal terbit
Kategori harta karun
ISBN
Hak cipta
Ruurdje Laarhoven,
“Surat dari Sultan Maguindanao Kuda
(1699-1702) perihal Kegiatan perdagangan para Nakhoda Cina sertaKebutuhan mendapat Dukungan Militer, 16 November 1699”.
Dalam: Harta Karun. Khazanah Sejarah Indonesia dan
AsiaEuropa
dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 16.
Jakarta: Arsip
Nasional Republik Indonesia, 2014.
Hendrik E. Niemeijer
Muhammad Haris Budiawan
Hendrik E. Niemeijer
ANRI HR 2521, fols 25-28
Muhammad Haris Budiawan
1. Bajak laut Illanun Sulu membawa pedang kampeli di
tangannya,
tombak dan keris. Lithographic plate by Marryat, Frank. Borneo and the Indian Archipelago : with drawings of costume and scenery. London: Longman, Brown, Green, and Longmans, 1848. page 207. Available online at: http://seasiavisions.library.cornell.edu/bookreader/sea:279/
2. Kapal dagang Cina Jung di perairan Maguindanao.
Lithographic plate by Marryat, Frank. Borneo and the Indian Archipelago : with drawings of costume and scenery. London: Longman, Brown, Green, and Longmans, 1848. page 167. Available online at: http://seasiavisions.library.cornell. edu/bookreader/sea:279/ Hendrik E. Niemeijer Tjandra Mualim Rosemary Robson Ruurdje Laarhoven, lecturer at Hawaii Pacific University Peter Carey, Hendrik E. Niemeijer, Jajang Nurjaman
Beny Oktavianto Desember 2014
na
xxx-12345678910
Arsip Nasional Republik Indonesia and The Corts Foundation
5. Gambar folio
Ini adalah halaman pertama dari dokumen asli. Semua folio
yang dapat dilihat di website melaluiTab ‘Gambar’ di bagian Harta Karun atau dalam Koleksi Arsip
Digital.
Sumber Arsip, ANRI, HR 2519, fols 885-888
Sumber : www.sejarah-nusantara.anri.go.id
No comments:
Post a Comment