Sunday 14 April 2019

Sejarah Kota Pangkalpinang

Sejarah Kota Pangkalpinang

 “Dari Pangkalpinang, Pangkal Kemenangan Bagi Perjuangan”, demikian satu seloka dari Mantan Presiden Soekarno yang diucapkan di Pangkalpinang saat akan kembali ke Ibu Kota Republik Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.

Kota Pangkalpinang adalah salah satu Daerah Pemerintahan Kota di Indonesia yang merupakan Ibu Kota Provinsi dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kota ini terletak di bagian timur Pulau Bangka. Di kota ini Anda akan menemukan keramahan, kerukunan, keragaman adat, tradisi, agama dan budaya yang menyatu harmonis dalam kehidupan masyarakatnya.

Sejarah panjang telah mengiringi Kota Pangkalpinang sejak berdirinya hingga hari ini. Kota Pangkalpinang berada di bawah kekuasaan Kesultanan Palembang sebelum kekuasaan tersebut runtuh dan menyerahkan Pangkalpinang ke tangan Inggris pada tahun 1812. Pada tahun 1814, Pemerintah Inggris dan Belanda melakukan barter antara Pulau Bangka dengan Cochin di India sehingga Pangkalpinang menjadi milik Belanda. Pada masa Perang Dunia kedua Pemerintah Jepang menguasai Pangkalpinang dari tahun 1942 hingga 1945.

Setelah Jepang menyerah pada Sekutu dan proklamasi kemerdekaan, Pangkalpinang menjadi bagian dari Indonesia. Pangkalpinang pada awalnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan hingga tahun 2000. Setelah terjadi perubahan peta politik di Indonesia, Pulau Bangka dan Pulau Belitung kemudian disahkan sebagai sebuah provinsi dengan nama Kepulauan Bangka Belitung. Pangkalpinang pun menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Di Bawah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya

Pangkalpinang semasa di bawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya dihuni oleh orang-orang Hindu. Selain sebagai wilayah kekuasaan Sriwijaya, Pangkalpinang juga pernah menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Mataram. Pada masa Kerajaan Sriwijawa, Majapahit dan Mataram, Pangkalpinang kurang mendapatkan perhatian, meskipun letaknya sangat strategis di tengah jalur pelayaran internasional. Kurangnya perhatian terhadap Pangkalpinang menyebabkan pangkalpinang menjadi tempat persembunyian bajak laut.

Masa Kekuasaan Kesultanan Johor

Untuk mengatasi masalah keamanan pelayaran di sekitar selat Malaka, Sultan Johor bersama Sutan dan Raja Alam Harimau Garang mengerahkan pasukan ke Pangkalpinang. Setelah misi berhasil dengan baik, Sultan Johor mengembangkan agama Islam. Namun sayangnya hal ini tidak berlangsung lama. Pangkalpinang kembali menjadi sarang kaum bajak laut.

Masa Kekuasaan Kesultanan Banten

Karena merasa turut dirugikan dengan tidak amannya pelayaran di sekitar perairan Malaka, Sultan Banten mengirimkan Bupati Nusantara untuk membasmi bajak laut yang beroperasi di sekitar perairan Malaka. Setelah berhasil dikuasai, Bupati Nusantara untuk beberapa lama memerintah Bangka termasuk Pangkalpinang di dalamnya. Setelah Bupati Nusantara wafat, kekuasaan jatuh ke tangan putri tunggalnya. Karena putrinya menikah dengan Sultan Palembang, yaitu Sultan Abdurrahman maka dengan sendirinya Pangkalpinang kembali menjadi kekuasaan kesultanan Palembang.

Masa Kekuasaan Kesultanan Palembang

Pada tahun 1707 Sultan Abdurrahman wafat dan digantikan oleh putranya Ratu Muhammad Mansyur. Namun Ratu Anum Kamaruddin adik kandung Ratu Muhammad Mansyur kemudian mengangkat dirinya sebagai Sultan Palembang. Pada tahun 1724 putra Ratu Muhammad Mansyur, Mahmud Badaruddin kembali Palembang dari pamannya dengan bantuan Angkatan Perang dari Sultan Johor. Kekuasaan atas Pangkalpinang selanjutnya diserahkan oleh Mahmud Badaruddin kepada Wan Akup.

Penemuan Timah dan Hubungan Dagang dengan VOC

Sekitar tahun 1709 diketemukan timah yang mula-mula digali di Sungai Olin di Kecamatan Toboali oleh orang-orang Johor atas pengalaman mereka di Semenanjung Malaka. Dengan diketemukannya timah ini, mulailah Pangkalpinang diserbu perahu dari Asia maupun Eropa. 

Perusahaan-perusahaan penggalian timah semakin maju sehingga Sultan Palembang mengirimkan orang-orangnya ke Semenanjung Negeri Tiongkok untuk mencari tenaga-tenaga ahli yang sangat diperlukan.

Sejak tahun 1717 diadakan hubungan dagang dengan VOC untuk penjualan timah. Dengan bantuan VOC, Sultan Palembang berusaha membasmi bajak laut dan penyelundupan timah. Pada tahun 1755 pemerintah Belanda melakukan misi dagangnya ke Palembang yang dipimpin oleh Van Haak. Pada sekitar tahun 1722 VOC mengadakan perjanjian yang mengikat dengan Sultan Ratu Anum Kamaruddin untuk membeli timah secara monopoli, dimana menurut laporan Van Haak perjanjian antara pemerintah Belanda dan Sultan Palembang berisi :

Sultan hanya menjual timah kepada kompeni

Kompeni dapat membeli timah sejumlah yang diperlukan.

Akibat perjanjian ini banyak timah hasil Pangkalpinang yang dijual dengan cara diselundupkan.

Museum Timah Indonesia terletak di jalan Jenderal Ahmad Yani no. 17. Ini adalah satu-satunya museum timah yang ada di Indonesia. Pada tanggal 6 Februari 1949 tempat ini menjadi tempat tinggal bagi pemimpin-pemimpin Indonesia seperti Bung Karno dan H. Agus Salim ketika mereka diasingkan ke Bangka.

Masa Penjajahan Inggris

Perjanjian Tuntang pada tanggal 18 September 1811 telah membawa nasib lain bagi Kota Pangkalpinang. Pada hari tersebut pihak Belanda menyerahkan pulau Jawa, Timor, Makassar, dan Palembang berikut daerah-daerah takluknya kepada pihak Inggris. Pangkalpinang menjadi jajahan inggris.

Raffles mengirimkan utusannya ke Palembang untuk mengambil alih Loji Belanda di Sungai Aur, tetapi mereka ditolak oleh Sultan Mahmud Badaruddin II karena kekuasaan Belanda di Palembang sebelum kapitulasi Tuntang sudah tidak ada lagi. Raffles merasa tidak senang dengan penolakan tersebut dan tetap ingin mengambil alih Loji Sungai Aur. Raffles juga menuntut agar Sultan menyerahkan tambang-tambang timah di pangkalpinang.

Pada tanggal 20 Maret 1812 Raffles mengirimkan Ekspedisi ke Palembang yang dipimpin oleh Jendral Mayor Roobert Rollo Gillespie. Namun Gillespie gagal bertemu Sultan lalu Inggris mulai melaksanakan politik Divide et Impera. Gillespie mengangkat Pangeran Adipati sebagai Sultan Palembang dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin II .

Sebagai pengakuan Inggris terhadap Sultan Ahmad Najamuddin II dibuatlah perjanjian tersendiri agar Pulau Bangka dan Belitung diserahkan kepada Inggris. Kedua pulau itu pun diresmikan menjadi jajahan Inggris dengan diberi nama “Duke of Island”.

Masa Penjajahan Belanda

Atas dasar Konvensi London tanggal 13 Agustus 1814, Belanda menerima kembali daerah-daerah yang pernah didudukinya pada tahun 1803 dari Inggris, termasuk Pangkalpinang. Serah terima dilakukan antara M.H. Court (Inggris) dengan K. Heynes (Belanda) di Mentok pada tanggal 10 Desember 1816.

Kecurangan, pemerasan, pengurasan dan pengangkutan hasil timah yang tidak menentu yang dilakukan oleh VOC dan Inggris akhirnya akhirnya membuat hilangnya kesabaran rakyat. Apalagi setelah kembali kepada Belanda yang menggali timah secara besar-besaran dan sama sekali tidak memikirkan nasib rakyat sekitar. Perang gerilya pun dilakukan di Musi Rawas untuk melawan Belanda. Perang gerilya tersebut membangkitkan semangat perlawanan rakyat di Pangkalpinang. Pecahlah perlawanan rakyat melawan Belanda, selama bertahun-tahun rakyat Pangkalpinang mengadakan perlawanan dan berjuang mati-matian untuk mengusir Belanda.

Masa Penjajahan Jepang

Pada saat berkecamuknya Perang Dunia kedua Keresidenan Bangka dipimpin oleh P. Brouwer hingga Bangka diduduki bala tentara Jepang. Walaupun masa kekuasaan Jepang di Pangkalpinang sangat singkat namun penderitaan dan kesengsaraan yang diderita rakyat Pangkalpinang sangat luar biasa karena kekurangan sandang dan pangan untuk kehidupan sehari-hari.

Masa Kemerdekaan Indonesia

Setelah Jepang menyerah pada Sekutu dan proklamasi kemerdekaan, Pangkalpinang menjadi bagian dari Indonesia. Pangkalpinang pada awalnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Setelah terjadi perubahan peta politik di Indonesia, Pulau Bangka dan Pulau Belitung kemudian disahkan sebagai sebuah provinsi dengan nama Kepulauan Bangka Belitung. Pangkalpinang pun menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Hari Ulang Tahun Pangkalpinang

Dari tinjauan sejarah, diketahui bahwa berdirinya Kota Pangkalpinang tepat pada 17 September 1757 yakni di masa pemerintahan Sultan Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kusumo.

Kesultanan  Palembang  dipimpin  oleh  Sultan  Mahmud  Badarudin  I  Jayawikromo sampai  ia  wafat  pada  tanggal  17  September  1757. Susuhunan  Ahmad  Najamuddin  Adikusumo menggantikan Sultan Palembang.

Perlu diketahui ciri khas kesultanan, jika pemimpin atau sultan meninggal maka di hari meninggalnya sultan itulah diangkat pengganti untuk meneruskan pemerintahan.

Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hari lahir Kota Pangkalpinang adalah pada tanggal 17 September 1757, bertepatan dengan meninggalnya Sultan Mahmud Badarudin II dan diangkatnya Susuhunan Ahmad Najamuddin Adikusumo sebagai penggantinya menjadi Sultan Palembang.

Tepat pada 17 September 2016 Kota Pangkalpinang akan memasuki usia yang ke-259 tahun. Selamat Ulang Tahun, Pangkalpinang! Semoga sejarah panjangmu menjadi inspirasi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah. Ayo ke Pangkalpinang! Jelajahi sejarahnya! #pesonapangkalpinang


Artikel ini berhasil menjadi salah satu pemenang dalam lomba menulis yang diadakan oleh Bitread Digital Publishing dan Pemerintah Kota Pangkalpinang pada tahun 2016 dalam rangka menyambut ulang tahun kota Pangkalpinang yang ke-259.


Sumber :agungspratama

1 comment: