Sejarah Kota Pangkalpinang
“Dari Pangkalpinang,
Pangkal Kemenangan Bagi Perjuangan”, demikian satu seloka dari Mantan Presiden
Soekarno yang diucapkan di Pangkalpinang saat akan kembali ke Ibu Kota Republik
Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949.
Kota Pangkalpinang adalah salah satu Daerah Pemerintahan
Kota di Indonesia yang merupakan Ibu Kota Provinsi dari Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Kota ini terletak di bagian timur Pulau Bangka. Di kota ini
Anda akan menemukan keramahan, kerukunan, keragaman adat, tradisi, agama dan
budaya yang menyatu harmonis dalam kehidupan masyarakatnya.
Sejarah panjang telah mengiringi Kota Pangkalpinang sejak
berdirinya hingga hari ini. Kota Pangkalpinang berada di bawah kekuasaan
Kesultanan Palembang sebelum kekuasaan tersebut runtuh dan menyerahkan
Pangkalpinang ke tangan Inggris pada tahun 1812. Pada tahun 1814, Pemerintah
Inggris dan Belanda melakukan barter antara Pulau Bangka dengan Cochin di India
sehingga Pangkalpinang menjadi milik Belanda. Pada masa Perang Dunia kedua
Pemerintah Jepang menguasai Pangkalpinang dari tahun 1942 hingga 1945.
Setelah Jepang menyerah pada Sekutu dan proklamasi
kemerdekaan, Pangkalpinang menjadi bagian dari Indonesia. Pangkalpinang pada
awalnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan hingga tahun 2000.
Setelah terjadi perubahan peta politik di Indonesia, Pulau Bangka dan Pulau
Belitung kemudian disahkan sebagai sebuah provinsi dengan nama Kepulauan Bangka
Belitung. Pangkalpinang pun menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.
Di Bawah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Pangkalpinang semasa di bawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya
dihuni oleh orang-orang Hindu. Selain sebagai wilayah kekuasaan Sriwijaya,
Pangkalpinang juga pernah menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit dan Kerajaan
Mataram. Pada masa Kerajaan Sriwijawa, Majapahit dan Mataram, Pangkalpinang
kurang mendapatkan perhatian, meskipun letaknya sangat strategis di tengah
jalur pelayaran internasional. Kurangnya perhatian terhadap Pangkalpinang
menyebabkan pangkalpinang menjadi tempat persembunyian bajak laut.
Masa Kekuasaan Kesultanan Johor
Untuk mengatasi masalah keamanan pelayaran di sekitar selat
Malaka, Sultan Johor bersama Sutan dan Raja Alam Harimau Garang mengerahkan
pasukan ke Pangkalpinang. Setelah misi berhasil dengan baik, Sultan Johor
mengembangkan agama Islam. Namun sayangnya hal ini tidak berlangsung lama.
Pangkalpinang kembali menjadi sarang kaum bajak laut.
Masa Kekuasaan Kesultanan Banten
Karena merasa turut dirugikan dengan tidak amannya pelayaran
di sekitar perairan Malaka, Sultan Banten mengirimkan Bupati Nusantara untuk
membasmi bajak laut yang beroperasi di sekitar perairan Malaka. Setelah
berhasil dikuasai, Bupati Nusantara untuk beberapa lama memerintah Bangka
termasuk Pangkalpinang di dalamnya. Setelah Bupati Nusantara wafat, kekuasaan
jatuh ke tangan putri tunggalnya. Karena putrinya menikah dengan Sultan
Palembang, yaitu Sultan Abdurrahman maka dengan sendirinya Pangkalpinang
kembali menjadi kekuasaan kesultanan Palembang.
Masa Kekuasaan Kesultanan Palembang
Pada tahun 1707 Sultan Abdurrahman wafat dan digantikan oleh
putranya Ratu Muhammad Mansyur. Namun Ratu Anum Kamaruddin adik kandung Ratu
Muhammad Mansyur kemudian mengangkat dirinya sebagai Sultan Palembang. Pada
tahun 1724 putra Ratu Muhammad Mansyur, Mahmud Badaruddin kembali Palembang
dari pamannya dengan bantuan Angkatan Perang dari Sultan Johor. Kekuasaan atas
Pangkalpinang selanjutnya diserahkan oleh Mahmud Badaruddin kepada Wan Akup.
Penemuan Timah dan Hubungan Dagang dengan VOC
Sekitar tahun 1709 diketemukan timah yang mula-mula digali
di Sungai Olin di Kecamatan Toboali oleh orang-orang Johor atas pengalaman
mereka di Semenanjung Malaka. Dengan diketemukannya timah ini, mulailah
Pangkalpinang diserbu perahu dari Asia maupun Eropa.
Perusahaan-perusahaan
penggalian timah semakin maju sehingga Sultan Palembang mengirimkan
orang-orangnya ke Semenanjung Negeri Tiongkok untuk mencari tenaga-tenaga ahli
yang sangat diperlukan.
Sejak tahun 1717 diadakan hubungan dagang dengan VOC untuk
penjualan timah. Dengan bantuan VOC, Sultan Palembang berusaha membasmi bajak
laut dan penyelundupan timah. Pada tahun 1755 pemerintah Belanda melakukan misi
dagangnya ke Palembang yang dipimpin oleh Van Haak. Pada sekitar tahun 1722 VOC
mengadakan perjanjian yang mengikat dengan Sultan Ratu Anum Kamaruddin untuk
membeli timah secara monopoli, dimana menurut laporan Van Haak perjanjian
antara pemerintah Belanda dan Sultan Palembang berisi :
Sultan hanya menjual timah kepada kompeni
Kompeni dapat membeli timah sejumlah yang diperlukan.
Akibat perjanjian ini banyak timah hasil Pangkalpinang yang
dijual dengan cara diselundupkan.
Museum Timah Indonesia terletak di jalan Jenderal Ahmad Yani
no. 17. Ini adalah satu-satunya museum timah yang ada di Indonesia. Pada
tanggal 6 Februari 1949 tempat ini menjadi tempat tinggal bagi
pemimpin-pemimpin Indonesia seperti Bung Karno dan H. Agus Salim ketika mereka
diasingkan ke Bangka.
Masa Penjajahan Inggris
Perjanjian Tuntang pada tanggal 18 September 1811 telah
membawa nasib lain bagi Kota Pangkalpinang. Pada hari tersebut pihak Belanda
menyerahkan pulau Jawa, Timor, Makassar, dan Palembang berikut daerah-daerah
takluknya kepada pihak Inggris. Pangkalpinang menjadi jajahan inggris.
Raffles mengirimkan utusannya ke Palembang untuk mengambil
alih Loji Belanda di Sungai Aur, tetapi mereka ditolak oleh Sultan Mahmud
Badaruddin II karena kekuasaan Belanda di Palembang sebelum kapitulasi Tuntang
sudah tidak ada lagi. Raffles merasa tidak senang dengan penolakan tersebut dan
tetap ingin mengambil alih Loji Sungai Aur. Raffles juga menuntut agar Sultan
menyerahkan tambang-tambang timah di pangkalpinang.
Pada tanggal 20 Maret 1812 Raffles mengirimkan Ekspedisi ke
Palembang yang dipimpin oleh Jendral Mayor Roobert Rollo Gillespie. Namun
Gillespie gagal bertemu Sultan lalu Inggris mulai melaksanakan politik Divide
et Impera. Gillespie mengangkat Pangeran Adipati sebagai Sultan Palembang
dengan gelar Sultan Ahmad Najamuddin II .
Sebagai pengakuan Inggris terhadap Sultan Ahmad Najamuddin
II dibuatlah perjanjian tersendiri agar Pulau Bangka dan Belitung diserahkan
kepada Inggris. Kedua pulau itu pun diresmikan menjadi jajahan Inggris dengan
diberi nama “Duke of Island”.
Masa Penjajahan Belanda
Atas dasar Konvensi London tanggal 13 Agustus 1814, Belanda
menerima kembali daerah-daerah yang pernah didudukinya pada tahun 1803 dari
Inggris, termasuk Pangkalpinang. Serah terima dilakukan antara M.H. Court
(Inggris) dengan K. Heynes (Belanda) di Mentok pada tanggal 10 Desember 1816.
Kecurangan, pemerasan, pengurasan dan pengangkutan hasil
timah yang tidak menentu yang dilakukan oleh VOC dan Inggris akhirnya akhirnya
membuat hilangnya kesabaran rakyat. Apalagi setelah kembali kepada Belanda yang
menggali timah secara besar-besaran dan sama sekali tidak memikirkan nasib
rakyat sekitar. Perang gerilya pun dilakukan di Musi Rawas untuk melawan
Belanda. Perang gerilya tersebut membangkitkan semangat perlawanan rakyat di
Pangkalpinang. Pecahlah perlawanan rakyat melawan Belanda, selama bertahun-tahun
rakyat Pangkalpinang mengadakan perlawanan dan berjuang mati-matian untuk
mengusir Belanda.
Masa Penjajahan Jepang
Pada saat berkecamuknya Perang Dunia kedua Keresidenan
Bangka dipimpin oleh P. Brouwer hingga Bangka diduduki bala tentara Jepang.
Walaupun masa kekuasaan Jepang di Pangkalpinang sangat singkat namun
penderitaan dan kesengsaraan yang diderita rakyat Pangkalpinang sangat luar
biasa karena kekurangan sandang dan pangan untuk kehidupan sehari-hari.
Masa Kemerdekaan Indonesia
Setelah Jepang menyerah pada Sekutu dan proklamasi
kemerdekaan, Pangkalpinang menjadi bagian dari Indonesia. Pangkalpinang pada
awalnya merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan. Setelah terjadi
perubahan peta politik di Indonesia, Pulau Bangka dan Pulau Belitung kemudian
disahkan sebagai sebuah provinsi dengan nama Kepulauan Bangka Belitung.
Pangkalpinang pun menjadi bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Hari Ulang Tahun Pangkalpinang
Dari tinjauan sejarah, diketahui bahwa berdirinya Kota
Pangkalpinang tepat pada 17 September 1757 yakni di masa pemerintahan Sultan
Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kusumo.
Kesultanan
Palembang dipimpin oleh
Sultan Mahmud Badarudin
I Jayawikromo sampai ia
wafat pada tanggal
17 September 1757. Susuhunan Ahmad
Najamuddin Adikusumo menggantikan
Sultan Palembang.
Perlu diketahui ciri khas kesultanan, jika pemimpin atau
sultan meninggal maka di hari meninggalnya sultan itulah diangkat pengganti
untuk meneruskan pemerintahan.
Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hari
lahir Kota Pangkalpinang adalah pada tanggal 17 September 1757, bertepatan
dengan meninggalnya Sultan Mahmud Badarudin II dan diangkatnya Susuhunan Ahmad
Najamuddin Adikusumo sebagai penggantinya menjadi Sultan Palembang.
Tepat pada 17 September 2016 Kota Pangkalpinang akan
memasuki usia yang ke-259 tahun. Selamat Ulang Tahun, Pangkalpinang! Semoga
sejarah panjangmu menjadi inspirasi untuk menyongsong masa depan yang lebih
cerah. Ayo ke Pangkalpinang! Jelajahi sejarahnya! #pesonapangkalpinang
Artikel ini berhasil menjadi salah satu pemenang dalam lomba
menulis yang diadakan oleh Bitread Digital Publishing dan Pemerintah Kota
Pangkalpinang pada tahun 2016 dalam rangka menyambut ulang tahun kota
Pangkalpinang yang ke-259.
Sumber :agungspratama
k2tqfang
ReplyDeletecialis 100 mg satın al
cialis 20 mg sipariş
kamagra jel
glucotrust official website
https://shop.blognokta.com/urunler/ereksiyon-haplari/cialis/cialis-5-mg-28-tablet-eczane-fiyati-ve-orijinal-ilac-satisi/
viagra
sight care