Kerajaan Nan Sarunai
Kerajaan Nan Sarunai terkait erat dengan kehidupan
orang-orang Suku Dayak Maanyan, salah satu sub suku Dayak tertua di tanah
Kalimantan. Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan purba yang muncul dan
berkembang diwilayah yang sekarang termasuk dalam daerah administratif Provinsi
Kalimantan Selatan, Kabupaten Hulu Sungau Utara dan Kabupaten Tabalong.
Kerajaan Nan Sarunai adalah kerajaan yang mempersatukan suku Maanyan antara
1309–1389, dan merupakan awal dari riwayat panjang perjalanan sejarah
Kesultanan Banjar.
Sejarah
Kerajaan Nan Sarunai adalah cikal bakal Kesultanan Banjar,
Kerajaan Suku Dayak Maanyan ini disebut dengan nama yang berbeda-beda. Selain
Nan Sarunai, nama-nama lain yang juga diyakini sebagai nama kerajaan ini adalah
Kerajaan Kuripan, Kerajaan Tanjung Puri dan Kerajaan Tabalong. Nama Kerajaan
Tabalong disertakan karena kerajaan ini terletak di tepi sungai Tabalong.
Sungai Tabalong sendiri adalah anak Sungai Bahan, sedangkan Sungai Bahan adalah
anak Sungai Barito yang bermuara ke Laut Jawa.
Selain itu, muncul beberapa pendapat yang menyatakan bahwa
Kerajaan Tanjung Puri adalah berbeda dengan Kerajaan Nan Sarunai. Pendapat ini
menyatakan bahwa Kerajaan Tanjung Puri bukan pemerintahan Suku Dayak Maanyan,
melainkan oleh orang-orang Melayu Palembang yang merupakan pelarian dari
Kerajaan Sriwijaya. Pendapat ini juga menambahkan bahwa Kerajaan Nan Sarunai
dan Kerajaan Tanjung Puri berada dalam masa yang sama. Kerajaan Nan Sarunai
berpusat di Amuntai, sedangkan Kerajaan Tanjung Puri berpusat di Tanjung.
Bukti Keberadaan Kerajaan Nan Sarunai
Sejauh ini belum banyak referensi yang bersifat ilmiah dan
secara proporsional menjelaskan tentang riwayat Kerajaan Nan Sarunai, mengingat
usia kerajaan yang sudah sangat tua. Sumber-sumber yang digunakan selama ini
adalah ttutur yang terdapat dalam Hikayat Banjar. Informasi yang diperoleh dari
Hikayat Banjar ditandai dengan sifat-sifat mistis, legendaris dan tidak ada
unsur waktu dalam urutan cerita. Hikayat Banjar merupakan manuskrip tua yang
telah lama dikenal di Kalimantan Selatan sejak zaman Kesultanan Banjar. Hikayat
yang juga dikenal dengan sebutan Tutur Candi dan Sejarah Lambung Mangkurat ini
mengisahkan tentang sejarah raja-raja Banjar dan Kotawaringin di Kalimantan
Selatan. Hikayat Banjar bertarikh 1663 M atau masa-masa setelahnya.
Hikayat Banjar ditulis sepanjang 4.787 baris atau 120
halaman. Namun, sebagian besar isi dari hikayat ini lebih banyak menceritakan
tentang kerajaan-kerajaan setelah keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai, yakni
Kerajaan Negara Dipa, Kerajaan Negara Daha, dan Kesultanan Banjar. Riwayat
Kerajaan Nan Sarunai sangat sedikit disinggung. Kisah Kerajaan Nan Sarunai ini
dalam Hikayat Banjar lebih menyerupai tradisi lisan, yakni nyanyian Suku Dayak
Maanyan (wadian) yang kemudian ditransformasikan secara turun temurun. Tradisi
lisan ini mengisahkan tentang peristiwa tragis keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai
akibat dari serangan Kerajaan Majapahit pada sekitar abad ke-13 yang dalam
bahasa Maanyan disebut Usak Jawa.
Salah satu bukti tenatng keberadaan Kerajaan Nan Sarunai
adalah dengan ditemukannya peninggalan arkeologi yang diduga kuat berasal dari
zaman Kerajaan Nan Sarunai. Jejak arkeologis itu adalah sebuah candi yang
ditemukan di Amuntai. Pada tahun 1996, dilakukan pengujian terhadap candi
tersebut, hasil penyelidikan itu cukup mengejutkan karena dari hasil pengujian
terhadap sampel arang candi yang ditemukan di Amuntai tersebut menghasilkan
kisaran angka tahun 242 hingga 226 SM.
Jika penelitian ini benar adanya, maka
usia Kerajaan Nan Sarunai jauh lebih tua dibandingkan dengan Kerajaan Kutai
Martadipura di Kalimantan Timur. Dan berdasarkan hasil penelitian terhadap
sampel arang candi yang ditemukan, maka dapat disimpulkan bahwa usia Kerajaan
Nan Sarunai sangat panjang karena kerajaan ini runtuh pada tahun 1362 M. Akan
tetapi, perlu dicermati, bahwa kendati Kerajaan Nan Sarunai diperkirakan sudah
ada sejak zaman Sebelum Masehi, namun yang dimaksud dengan kerajaan pada masa
itu kemungkinan besar masih berbentuk sangat sederhana.
Keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai
Dalam perjalanan sejarah yang panjang, Kerajaan Nan Sarunai
mengalami masa penting dimana orang-orang Maanyan berinteraksi dengan
oranng-orang Melayu dari Kerajaan Sriwijaya. Diperkirakan terjadi pada awal
abad ke-11 dimana Sriwijaya mulai memasukan masa keruntuhannya akibat serangan
dari Kerajaan Cola (India).
Kerajaan Nan Sarunai ketika itu sudah menjadi negara yang
makmur. Kebesaran Kerajaan Nan Satunai disebabkan karena keberhasilan mereka
dalam bidang perdagangan dimana Kerajaan ini telah menjalin hubungan perniagaan
dengan negeri-negeri lain, termasuk Indragiri, Majapahit, Bugis, bahkan hingga
Madagaskar.
Kejayaan yang diraih Kerajaan Nan Sarunai tersebut justru
membuat Majapahit tergiur untuk menaklukannya. Pada tahun 1355 M, Raja
Majapahit, Hayam Wuruk, memerintahkan Empu Jatmika memimpin armada perang untuk
menyerbu Kerajaan Nan Sarunai. Pada tahun 1355 M itu, pasukan Empu Jatmika
berhasil menaklukan Kerajaan Nan Sarunai dan menjadikannya sebagai bagian dari
Majapahit. Peristiwa ini diabadikan oleh para seniman lokal dalam tutur wadian
atau puisi ratapan yang dilisankan dalam bahasa maanyan. Para seniman lokal
mengenang keruntuhan Kerajaan Nan Sarunai sebagai peristiwa "Usak
Jawa" atau Penyerangan oleh Kerajaan Jawa".
Setelah penyerangan oleh Kerajaan Majapahit itulah riwayat
Kerajaan Nan Sarunai berakhir. Empu Jatmika sendiri kemudian mendirikan
kerajaan baru diatas tanan bekas Kerajaan Nan Sarunai, yaitu pemerintahan
bercorak Hindu yang diberi nama Kerajaan Negara Dipa, meski Empu Jatmika tidak
pernah menjadi Raja Negara Dipa secara resmi. Sementara itu, setelah Kerajaan
Nan Sarunai runtuh, Suku Dayak Maanyan masih mempunyai tokoh panutan yaitu
Putri Junjung BUih, anak sulung dari Raja terakhir Kerajaan Nan Sarunai. Pada
akhirnya, Putri Junjung Biuh menikah dengan Pangeran Suryanata,yang kemudian
bertahta sebagai penguasa Kerajaan Negara Dipa.
Disisi lain akibat dari serangan Majapahit ke Kerajaan Nan
Sarunai, Suku Dayak Maanyan banyak yang melarikan diri dan menjadi terpecah dan
tersebar menjadi beberapa suku kecil, yaitu :
Maanyan Siung, yang bermukim di Telang, Paju Epat, Buntok
Maanyan Patai, yang berdiam di aliran Sungai Patai
Maanyan Paku, yang berdomisili diwilayah Tampa
Maanyan Paju, yang menetap di sepanjang aliran Sungai Karau
dan Barito
Maanyan Paju Epat, yang menghuni aliran Sungai Dayu
Maanyan yang tinggal di wilayah Bintang Karang, Tumpang
Murung, Dusun Timur, Tamiang Layang, Belawa, Tupangan Daka dan Barito
Kerajaan Nan Sarunai memiliki sejarah yang sangat panjang,
tetapi ternyata tidak diimbangi dengan referensi data informasi tentang
silsilah raja-rajanya. Noorselly Ngabut alias Babe Kuden hanya berhasil
menemukan dua nama saja dari sekian banyak raja yang pernah memimpin Kerajaan
Nan Sarunai, yaitu Datu Sialing dan Datu Gamiluk Langit. Kedua orang ini diduga
pernah berperan sebagai pemimpin Suku Maanyan sekaligus raja Kerajaan Nan
Sarunai. Informasi yang jelas bahwa Datu Sialing dan Datu Gamiluk Langit adalah
dua orang yang memimpin sekelompok anggota masyarakat etnis Maanyan untuk
mencari temapt pemukiman baru yang lebih baik sebagai temapt penghidupan. Dan
akhirnya mereka mendirikan pusat pemerintahan Kerajaan Nan Sarunai di sebuh
tempat bernama Lili Kumeah. Dan belum diketahui apakah mereka berdua memerintah
secara bersama-sama atau bergantian.
Sementara, Sutopo Ukip dalam artikelnya yang berjudul
"Balai Adat Jadi Lambang Persaudaraan Orang Maanyan, Banjar dan
Madagaskar", dituliskan bahwa pada tahun 1309 M, terdapat seorang raja
yang memimpin Kerajaan Nan Sarunai, bernama Raden Japutra Layar yang memerintah
pada kurun 1309-1329 M. Gelar Raden yang disandang sang raja berasal dari
Kerajaan Majapahit, karena Japutra Layar sebelum menjadi Raja Nan Sarunai
adalah pedagang yang sering bergaul dengan para bangsawan Majapahit. Ukip
meyakini bahwa Raden Japutra Layar adalah raja pertama Kerajaan Nan Sarunai.
Keyakinan ini didasarkan pada pola, sistem dan struktur pemerintahan Kerajaan
Nan Sarunai yang sudah menjadi jauh lebih baik dibanding masa-masa sebelumnya.
Seperti diketahui, Kerajaan Nan Sarunai adalah pemerintahan yang dikelola oleh
orang-orang Suku Dayak Maanyan dan diduga sudah eksis pada kisaran waktu antara
242 hingga 226 SM sehungga diperkirakan sistem pemerintahannya, termasuk dalam
hal kepemimpinan belum terorganisir dengan baik. Masih menurut Ukip, penerus
Raden Japutra Layar sebagai pemimpin Kerjaan Nan Sarunai adalah Raden Neno
(1329-1349) dan kemudian Raden Anyan (1349-1355). Raden Anyan bergelar Datu
Tatuyan Wulau Miharaja Papangkat Amas, adalah raja terakhir Kerajaan Nan
Sarunai sebelum riwayat kerajaan ini tamat akibat serangan dari Kerajaan
Majapahit.
Sumber :
- Melayu Online
- Wikipedia Indonesia
- History Of Dayak Maanyan
No comments:
Post a Comment