KESULTANAN
BANJAR
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lokasi ibu kota terakhir
Kesultanan Banjar tahun 1860 di Martapura, Kalimantan Selatan
Berdiri 1526-1860
Didahului oleh Kerajaan Negara Daha
Ibu kota Kuin, Banjarmasin
Muara Tambangan,
Martapura
Batang Banyu, Martapura
Kayu Tangi (Karang Intan)
Bahasa Banjar
Agama
Islam Sunni mazhab
Syafi'i (resmi)
Kaharingan Konghucu
Nasrani
Pemerintahan
-Sultan pertama Sultan Suriansyah (1526-1550)
-Sultan terakhir Sultan
Hidayatullah Al-Watsiqubillah (1857-1862)
Sejarah
Kesultanan Banjar (24
September 1526 s.d 11 Juni 1860) adalah kesultanan yang terdapat di Kalimantan
Selatan. Kesultanan ini semula beribukota di Banjarmasin kemudian dipindahkan
ke Martapura dan sekitarnya (kabupaten Banjar). Ketika beribukota di Martapura
disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka
kesultanan ini disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus
dari Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara,
sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.
Daftar
isi ;
* I Sejarah
* II Wilayah
* III Sistem Pemerintahan
* IV Sultan Banjar
I SEJARAH
Menurut mitologi suku Maanyan suku tertua di Kalimantan Selatan kerajaan
pertama adalah Kerajaan Nan Sarunai yang diperkirakan wilayah kekuasaannya
terbentang luas mulai dari daerah Tabalong hingga ke daerah Pasir. Keberadaan
mitologi Maanyan yang menceritakan tentang masa-masa keemasan Kerajaan Nan
Sarunai sebuah kerajaan purba yang dulunya mempersatukan etnis Maanyan di
daerah ini dan telah melakukan hubungan dengan pulau Madagaskar. Salah satu
peninggalan arkeologis yang berasal dari zaman ini adalah Candi Agung yang
terletak di kota Amuntai. Pada tahun 1996, telah dilakukan pengujian C-14
terhadap sampel arang Candi Agung yang menghasilkan angka tahun dengan kisaran
242-226 SM (Kusmartono dan Widianto, 1998:19-20).
Menilik dari angka tahun
dimaksud maka Kerajaan Nan Sarunai/Kerajaan Tabalong/Kerajaan Tanjungpuri
usianya lebih tua 600 tahun dibandingkan dengan Kerajaan Kutai Martapura di
Kalimantan Timur.
Sesuai Hikayat Banjar, Kalimantan Selatan telah berdiri suatu
pemerintahan dari dinasti kerajaan (keraton) yang terus menerus berlanjut
hingga daerah ini digabungkan ke dalam Hindia Belanda sejak 11 Juni 1860, yaitu
:
1. Keraton awal disebut Kerajaan Kuripan
2. Keraton I disebut Kerajaan Negara
Dipa
3. Keraton II disebut Kerajaan Negara Daha
4. Keraton III disebut
Kesultanan Banjar
5. Keraton IV disebut Kerajaan Martapura/Kayu Tangi
Maharaja
Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya adalah cucunya
Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden
Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Sukarama.
Wasiat tersebut menyebabkan Raden Samudera terancam keselamatannya karena para
Pangeran juga berambisi sebagai pengganti Sukarama yaitu Pangeran Bagalung,
Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung. Sepeninggal Sukarama, Pangeran
Mangkubumi putra Sukarama menjadi Raja Negara Daha, selanjutnya digantikan
Pangeran Tumenggung yang juga putra Sukarama. Raden Samudera sebagai kandidat
raja dalam wasiat Sukarama terancam keselamatannya, tetapi berkat pertolongan
Arya Taranggana, mangkubumi kerajaan Daha, ia berhasil lolos ke hilir sungai
Barito, kemudian ia dijemput oleh Patih Masih (Kepala Kampung Banjarmasih) dan
dijadikan raja Banjarmasih sebagai upaya melepaskan diri dari Kerajaan Negara
Daha dengan mendirikan bandar perdagangan sendiri dan tidak mau lagi membayar
upeti. Pangeran Tumenggung, raja terakhir Kerajaan Negara Daha akhirnya
menyerahkan regalia kerajaan kepada keponakannya Pangeran Samudera, Raja dari
Banjarmasih. Setelah mengalami masa peperangan dimana Banjar mendapat bantuan
dari daerah pesisir Kalimantan dan Kesultanan Demak. Hasil akhirnya kekuasaan
kerajaan beralih kepada Pangeran Samudera yang menjadi menjadi Sultan Banjar
yang pertama, sementara Pangeran Tumenggung mundur ke daerah Alay di pedalaman
dengan seribu penduduk.
Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada
dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang, secara praktis
barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan membayar upeti pada kerajaan
Banjarmasin. Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan
Demak, tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan
Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.
Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin,
dilakukan lagi oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan Banjarmasin dengan
bantuan Madura dan Surabaya, tetapi gagal karena mendapat perlawanan yang
sengit.
Sultan Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas
pulau Jawa dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti
Jepara dan Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada
tahun 1622 Mataram kembali merencanakan program penjajahannya terhadap kerajaan
sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan Sultan Agung menegaskan
kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun 1622.
Seiring dengan hal itu, karena
merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk
menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar mengklaim Sambas, Lawai,
Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan
Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai
vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.
Sejak tahun
1631 Banjarmasin bersiap-siap menghadapi serangan Kesultanan Mataram, tetapi
karena kekurangan logistik, maka rencana serangan dari Kesultanan Mataram sudah
tidak ada lagi. Sesudah tahun 1637 terjadi migrasi dari pulau Jawa secara
besar-besaran sebagai akibat dari korban agresi politik Sultan Agung.
Kedatangan imigran dari Jawa mempunyai pengaruh yang sangat besar sehingga
pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa.
Disamping menghadapi rencana serbuan-serbuan dari Mataram, kesultanan
Banjarmasin juga harus menghadapi kekuatan Belanda.
Sebelum dibagi menjadi
beberapa daerah (kerajaan kecil), wilayah asal Kesultanan Banjar meliputi
provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan
dengan Kerajaan Tanjungpura dan sebelah timur berbatasan dengan Kesultanan
Pasir. Pada daerah-daerah pecahan tersebut, rajanya bergelar Pangeran, hanya di
Kesultanan Banjar yang berhak memakai gelar Sultan. Kesultanan-kesultanan
lainnya mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar, termasuk Kesultanan Pasir yang
ditaklukan tahun 1636 dengan bantuan Belanda.
[sunting] Wilayah
Menurut Hikayat
Banjar sejak jaman Hindu, wilayah kerajaan Banjar paling barat adalah Kerajaan
Sambas (dilanjutkan Kesultanan Sambas) sedangkan wilayah paling timur adalah
Karasikan/Kerajaan Tidung (dilanjutkan Kesultanan Bulungan). Kerajaan Banjar
tidak pernah mengklaim Kalimantan bagian utara, dan sejauh ini juga belum
pernah ditemukan catatan bahwa Kesultanan Banjar mengirim upeti kepada
Kesultanan Brunei sebagai penguasa wilayah utara Kalimantan. Suku Banjar
merupakan kelompok masyarakat Melayu yang terbanyak di Kalimantan, bahkan jika
dibanding dengan suku Brunei. Kesultanan Banjar mengalami masa kejayaan pada
abad ke-17, yang pada masa itu belum banyak suku pendatang yang mendominasi seperti
saat ini seperti suku Jawa, Bugis, Mandar, Arab dan Cina.
Teritorial Kerajaan
Banjar pada abad ke-17 dalam tiga wilayah meskipun terminologi ini tidak
dipergunakan dalam sistem politik dan pemerintahan dalam kerajaan, yaitu :
1.
Negara Agung
2. Mancanegara
3. Pesisir
II
WILAYAH
Wilayah kerajaan Banjar
meliputi titik pusat yaitu istana raja di Martapura dan berakhir pada titik
luar dari negeri Sambas sampai ke negeri Karasikan. Terminologi wilayah Tanah
Seberang, tidak ada dalam Kesultanan Banjar, karena tidak memiliki jajahan di
luar pulau, walaupun orang Banjar juga merantau sampai keluar pulau Kalimantan.
Dalam perjalanan sejarah ketetapan wilayah Kesultanan Banjar tersebut tidak
dapat dilihat dengan jelas dengan batas yang tetap karena dipengaruhi oleh
keadaan yang tidak stabil dan batas wilayah yang fleksibel disebabkan oleh
berkembangnya atau menurunnya kekuasaan Sultan Banjar.
* Daerah Martapura
sebagai Kota Raja merupakan wilayah/ring pertama dan pusat pemeritahan Sultan
Banjar.
* Wilayah teritorial/ring kedua, Negara Agung terdiri dari :
1.
Tabuniau, atau Tanah Laut, daerah laut, kebalikan arah dari "tanah
darat".
2. Daerah Banjar Lama dengan Pelabuhan Banjarmasin (Tatas).
3.
Banua Ampat artinya banua nang empat: Banua Padang, Banua Halat, Banua Parigi
dan Banua Gadung.
4. Margasari
5. Alay
6. Amandit
7. Banua Lima artinya
lalawangan nang lima: Negara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua
8.
Muarabahan (atau Pulau Bakumpai yaitu tebing barat sungai Barito dari muara
hingga dekat Mengkatip).
9. Tanah Dusun (daerah hulu sungai Barito, Sultan
Tahmidullah II pada 13 Agustus 1787 menyerahkan Dusun Atas menjadi milik VOC
tetapi daerah Mengkatip (Dusun Bawah) dan Tamiang Layang (Dusun Timur) dan
sekitarnya tetap sebagai wilayah inti Kesultanan Banjar).
Teritorial Negara
Agung ini semakin berkurang dan tidak mempunyai akses ke laut Jawa terkepung
oleh wilayah Hindia Belanda ketika pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam
menyerahkan lagi kepada Hindia Belanda : Pulau Tatas, Kuin Selatan, Pulau
Bakumpai dan Pulau Burung.
* Teritorial/ring ketiga, yaitu Mancanegara, dengan
tambahan kedua wilayah ini teritorial kerajaan semakin meluas disebut Borneo
Selatan terdiri dari :
o Wilayah Barat (Kalimantan Tengah): Biaju, Kahayan,
Sebangau, Mendawai, Sampit, Pembuang, Kotawaringin dan Jelai dalam Hikayat
Banjar semua daerah ini dibawah Kotawaringin, pada akhir abad ke-19 Hindia
Belanda menjadikannya Afdeeling Tanah Dayak dan Afdeeling Sampit.
o Wilayah
Timur : Swarangan, Asam-Asam, Kintap, Satui, Laut-Pulau, Pamukan dan Pasir;
dalam Hikayat Banjar abad ke-17 semua daerah ini dibawah Pasir, yang kemudian
muncul pecahannya Kerajaan Tanah Bumbu (serta Tanah Kusan). Pada akhir abad
ke-19 Hindia Belanda menjadikannya Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dengan
11 swapraja termasuk wilayah Kesultanan Pasir itu sendiri dan bekas kerajaan
Tanah Bumbu atau daerah Kalimantan Tenggara pada 1863 berkembang menjadi 10
swapraja : Sabamban, Koensan, Pegatan, Batoe Litjin, Poelau Laoet, Bangkalaan,
Tjangtoeng, Sampanahan, Manoenggoel dan Tjingal, sebenarnya ada satu daerah
lagi yang sudah dihapuskan yaitu Buntar-Laut.
* Teritorial/ring keempat, yaitu
Pesisir, dengan tambahan kedua wilayah ini teritorial kerajaan semakin
bertambah luas sehingga membentuk Provinsi Borneo pada masa Hindia Belanda,
terdiri dari :
o Pesisir Barat disebut tanah yang di bawah angin, kemudian
menjadi Borneo Barat.
+ Wilayah Kerajaan Sukadana (serta cabangnya Kerajaan
Tayan, Kerajaan Meliau serta Kerajaan Mempawah). Terakhir kalinya Sukadana
mengantar upeti tahun 1661, kemudian Sukadana menjadi vazal Kesultanan Banten.
+ Wilayah Batang Lawai atau sungai Kapuas (Kerajaan Sanggau, Kerajaan Sintang
dan Lawai).
+ Wilayah terluar yaitu Kerajaan Sambas dan pantai sebelah Barat.
Terakhir kalinya Sambas mengantar upeti dua biji intan kepada Sultan Banjar IV
Marhum Panembahan, kemudian pemerintahan Sambas dikuasai oleh Dinasti Brunei
dengan nama Kesultanan Sambas.
o Pesisir Timur disebut tanah yang di atas angin
kemudian menjadi Borneo Timur.
+ Wilayah Kesultanan Kutai. + Wilayah Kesultanan
Berau (serta bawahannya Kesultanan Bulungan). + Wilayah terluar yaitu Karasikan
atau Kerajaan Tidung (bawahan Berau) dan pantai sebelah Timur.
Pada abad ke-18
Pangeran Tamjidullah berhasil memindahkan kekuasaan pemerintahan kepada
dinastinya dan menetapkan Pangeran Nata Dilaga sebagai Sultan yang pertama
sebagai Panembahan Kaharudin Khalilullah. Pangeran Nata Dilaga yang menjadi
raja pertama dinasti Tamjidullah dalam masa kejayaan kekuasaannya, menyebutkan
dirinya Susuhunan Nata Alam pada tahun 1772. Putera dari Sultan Muhammad
Aliuddin Aminullah yang bernama Pangeran Amir, atau cucu Sultan Hamidullah
melarikan diri ke negeri Pasir, dan meminta bantuan pada pamannya yang bernama
Arung Tarawe (dan Ratu Dewi). Pangeran Amir kemudian kembali dan menyerbu
Kesultanan Banjar dengan pasukan orang Bugis yang besar pada tahun 1757, dan
berusaha merebut kembali tahtanya dari Susuhunan Nata Alam. Karena takut
kehilangan tahta dan kekuatiran jatuhnya kerajaan di bawah kekuasaan orang
Bugis, Susuhunan Nata Alam meminta bantuan kepada VOC. VOC menerima permintaan
tersebut dan mengirimkan Kapten Hoffman dengan pasukannya dan berhasil
mengalahkan pasukan Bugis itu. Sedangkan Pangeran Amir terpaksa melarikan diri
kembali ke negeri Pasir. Beberapa waktu kemudian Pangeran Amir mencoba pula
untuk meminta bantuan kepada para bangsawan Banjar di daerah Barito yang tidak
senang kepada Belanda, karena di daerah Bakumpai/Barito diserahkan Pangeran
Nata kepada VOC. Dalam pertempuran yang kedua ini Pangeran Amir tertangkap dan
dibuang ke Sri Langka pada tahun 1787. Sesudah itu diadakan perjanjian antara
Kesultanan Banjar dengan VOC, dimana raja-raja Banjar memerintah kerajaan
sebagai peminjam tanah VOC. Dalam tahun 1826 diadakan perjanjian kembali antara
Pemerintah Hindia Belanda dengan Sultan Adam, berdasarkan perjanjian dengan VOC
yang terdahulu, berdasarkan perjanjian ini, maka Belanda dapat mencampuri
pengaturan permasalahan mengenai pengangkatan Putra Mahkota dan Mangkubumi,
yang mengakibatkan rusaknya adat kerajaan dalam bidang ini, yang kemudian
menjadikan salah satu penyebab pecahnya Perang Banjar.
Perjanjian itu terdiri
atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin pada tanggal
4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Selain Sultan Adam al Watsiq Billah,
perjanjian itu juga ditandatangani oleh Paduka Pangeran Ratu (Putra Mahkota),
Pangeran Mangkubumi, Pangeran Dipati, Pangeran Ahmad dan disaksikan oleh para
Pangeran lainnya. Perjanjian inilah yang menjadi dasar hubungan politik dan
ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah Hindia Belanda di Batavia.
Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui suzerinitas atau pertuanan
Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah Leenstaat, atau negeri pinjaman.
Berdasarkan perjanjian ini maka kedaulatan kerajaan keluar negeri hilang sama
sekali, sedangkan kekuasaan ke dalam tetap berkuasa dengan beberapa pembatasan
dan Residen berperan sebagai agen politik pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Isi perjanjian 1826 itu antara lain adalah :
I. Kerajaan Banjar tidak boleh
mengadakan hubungan dengan lain kecuali hanya dengan Belanda.
II. Wilayah
Kerajaan Banjar menjadi lebih kecil, karena beberapa wilayah menjadi bagian
dibawah pemerintahan langsung Hindia Belanda.
Wilayah-wilayah itu seperti
tersebut dalam Pasal 4 :
1. Pulau Tatas dan Kuwin sampai di seberang kiri
Antasan Kecil.
2. Pulau Burung mulai Kuala Banjar seberang kanan sampai di
Mantuil,
3. Mantuil seberang Pulau Tatas sampai ke Timur pada Rantau Keliling
dengan sungai-sungainya Kelayan Kecil, Kelayan Besar dan kampung di seberang
Pulau Tatas.
4. Sungai Mesa di hulu kampung Cina sampai ke darat Sungai Baru
sampai Sungai Lumbah.
5. Pulau Bakumpai mulai dari Kuala Banjar seberang kiri
mudik sampai di Kuala Anjaman di kiri ke hilir sampai Kuala Lupak.
6. Segala
Tanah Dusun semuanya desa-desa kiri kanan mudik ke hulu mulai Mangkatip sampai
terus negeri Siang dan hilir sampai di Kuala Marabahan.
7. Tanah Dayak
Besar-Kecil dengan semua desa-desanya kiri kanan mulai dari Kuala Dayak mudik
ke hulu sampai terus di daratan yang takluk padanya.
8. Tanah Mandawai.
9.
Sampit
10. Pambuang semuanya desa-desa dengan segala tanah yang takluk padanya
11. Tanah Kotawaringin, Sintang, Lawai, Jelai dengan desa-desanya.
12. Desa
Tabanio dan segala Tanah Laut sampai di Tanjung Selatan dan ke Timur sampai
batas dengan Pagatan, ke utara sampai ke Kuala Maluku, mudik sungai Maluku,
Selingsing, Liang Anggang, Banyu Irang sampai ke timur Gunung Pamaton sampai
perbatasan dengan Tanah Pagatan. 13. Negeri-negeri di pesisir timur: Pagatan,
Pulau Laut, Batu Licin, Pasir, Kutai, Berau semuanya dengan yang takluk
padanya.
III. Penggantian Pangeran Mangkubumi harus mendapat persetujuan
pemerintah Belanda.
IV. Belanda menolong Sultan terhadap musuh dari luar
kerajaan, dan terhadap musuh dari dalam negeri.
V. Beberapa daerah padang
perburuan Sultan yang sudah menjadi tradisi, diserahkan pada Belanda. Semua
padang perburuan itu dilarang bagi penduduk sekitarnya untuk berburu menjangan.
Padang perburuan itu, meliputi :
1. Padang pulau Lampi sampai ke Batang Banyu
Maluka
2. Padang Bajingah
3. Padang Penggantihan
4. Padang Munggu Basung
5.
Padang Taluk Batangang
6. Padang Atirak
7. Padang Pacakan
8. Padang Simupuran
9. Padang Ujung Karangan
VI. Belanda juga memperoleh pajak penjualan intan
sepersepuluh dari harga intan dan sepersepuluhnya untuk Sultan. Kalau ditemukan
intan yang lebih dari 4 karat harus dijual pada Sultan. Harga pembelian intan
itu, sepersepuluhnya diserahkan pada Belanda. Gambaran umum abad ke-19 bagi
Kesultanan Banjar, bahwa hubungan kerajaan keluar sebagaimana yang pernah
dijalankan sebelumnya, terputus khususnya dalam masalah hubungan perdagangan
internasional. Tetapi kekuasaan Sultan ke dalam tetap utuh, tetap berdaulat
menjalani kekuasaan sebagai seorang Sultan.
III SISTIM PEMERINTAHAN
1. Raja : bergelar
Sultan/Panambahan/Ratu/Susuhunan
2. Putra Mahkota : bergelar Ratu Anum/Pangeran
Ratu/Sultan Muda
3. Perdana Menteri : disebut Perdana Mantri/Mangkubumi/Wazir,
dibawah Mangkubumi : Mantri Panganan, Mantri Pangiwa, Mantri Bumi dan 40 orang
Mantri Sikap, setiap Mantri Sikap memiliki 40 orang pengawal.
4. Lalawangan :
kepala distrik, kedudukannya sama seperti di masa Hindia Belanda.
5. Sarawasa,
Sarabumi dan Sarabraja : Kepala Urusan keraton
6. Mandung dan Raksayuda :
Kepala Balai Longsari dan Bangsal dan Benteng
7. Mamagarsari : Pengapit raja
duduk di Situluhur
8. Parimala : Kepala urusan dagang dan pekan (pasar).
Dibantu Singataka dan Singapati.
9. Sarageni dan Saradipa : Kuasa dalam urusan
senjata (tombak, ganjur), duhung, tameng, badik, parang, badil, meriam dll.
10.
Puspawana : Kuasa dalam urusan tanaman, hutan, perikanan, ternak, dan berburu
11. Pamarakan dan Rasajiwa : Pengurus umum tentang keperluan pedalaman dan
pedusunan
12. Kadang Aji : Ketua Balai petani dan Perumahan. Nanang sebagai
Pembantu
13. Wargasari : Pengurus besar tentang persediaan bahan makanan dan
lumbung padi, kesejahteraan 14. Anggarmarta : Juru Bandar, Kepala urusan
pelabuhan
15. Astaprana : Juru tabuh-tabuhan, kesenian dan kesusasteraan.
16.
Kaum Mangkumbara : Kepala urusan upacara
17. Wiramartas : Mantri Dagang,
berkuasa mengadakan hubungan dagang dengan luar negeri, dengan persetujuan
Sultan.
18. Bujangga : Kepala urusan bangunan rumah, agama dan rumah ibadah
19.
Singabana : Kepala ketenteraman umum.
Jabatan-jabatan di masa Panembahan Kacil
(Sultan Mustain Billah), terdiri :
1. Mangkubumi
2. Mantri Pangiwa dan Mantri
Panganan
3. Mantri Jaksa
4. Tuan Panghulu
5. Tuan Khalifah
6. Khatib
7. Para
Dipati
8. Para Pryai
* Masalah-masalah agama Islam dibicarakan dalam
rapat/musyawarah oleh Penghulu yang memimpin pembicaraan, dengan anggota
terdiri dari : Mangkubumi, Dipati, Jaksa, Khalifah dan Penghulu.
*
Masalah-masalah hukum sekuler dibicarakan oleh Jaksa yang memimpin pembicaraan
dengan anggota terdiri dari Raja, Mangkubumi, Dipati dan Jaksa.
* Masalah tata
urusan kerajaan merupakan pembicaraan antara raja, Mangkubumi dan Dipati.
*
Dalam hierarki struktur negara, dibawah Mangkubumi adalah Panghulu, kemudian
Jaksa. Urutan dalam suatu sidang negara adalah Raja, Mangkubumi, Panghulu,
kemudian Jaksa. Urutan kalau Raja berjalan, diikuti Mangkubumi, kemudian
Panghulu dan selanjutnya Jaksa. Kewenangan Panghulu lebih tinggi dari Jaksa,
karena Panghulu mengurusi masalah keagamaan, sedangkan Jaksa mengurusi masalah
keduniaan.
* Para Dipati, terdiri dari para saudara raja, menemani dan membantu
raja, tetapi mereka adalah kedua setelah Mangkubumi.
Sistem pemerintahan
mengalami perubahan pada masa pemerintahan Sultan Adam Al-Watsiq Billah.
Perubahan itu meliputi jabatan :
1. Mufti : hakim tertinggi, pengawas
Pengadilan umum
2. Qadi : kepala urusan hukum agama Islam
3. Penghulu : hakim
rendah
4. Lurah : langsung sebagai pembantu Lalawangan (Kepala Distrik) dan
mengamati pekerjaan beberapa orang Pambakal (Kepala Kampung) dibantu oleh
Khalifah, Bilal dan Kaum.
5. Pambakal : Kepala Kampung yang menguasai beberapa
anak kampung.
6. Mantri : pangkat kehormatan untuk orang-orang terkemuka dan
berjasa, diantaranya ada yang menjadi kepala desa dalam wilayah yang sama
dengan Lalawangan.
7. Tatuha Kampung : orang yang terkemuka di kampung.
8.
Panakawan : orang yang menjadi suruhan raja, dibebas dari segala macam pajak
dan kewajiban.
* Sebutan Kehormatan
o Sultan, disebut : Yang Maha Mulia Paduka
Seri Sultan
o Gubernur Jenderal VOC : Tuan Yang Maha Bangsawan Gubernur
Jenderal.
o Permaisuri disebut Ratu.
o Putra raja bergelar Raden/Raden Aria -
Raden yang senior mendapat gelar Pangeran dan jika menjabat Dipati gelarnya
menjadi Pangeran Dipati.
o Putri Raja bergelar Gusti (= Raden Galuh pada jaman
Hindu) - Gusti yang senior mendapat gelar Putri/Ratu. Belakangan Gusti juga
dipakai untuk mengganti gelar Raden.
IV
SULTAN BANJAR
Daftar penguasa
Banjar (Sultan Banjar).
1 1520-1546 Sultan Suriansyah
* Nama kecilnya Raden Samudra, Raja Banjar
pertama sebagai perampas kekuasaan yang memindahkan pusat pemerintahan di
Kampung Banjarmasih (Kuin) menggantikan Maharaja Tumenggung (Raden Panjang),
menurutnya dia ahli waris yang sah sesuai wasiat kakeknya Maharaja Sukarama
(Raden Paksa) dari Kerajaan Negara Daha. Dibantu mangkubumi Aria Taranggana.
Baginda memeluk Islam pada 24 September 1526. Makamnya di Komplek Makam Sultan
Suriansyah dengan gelar anumerta Sunan Batu Habang. Dalam agama lama, beliau
dianggap hidup membegawan di alam gaib sebagai sangiang digelari Perbata Batu
Habang. 2 1546-1570 Sultan Rahmatullah bin Sultan Suriansyah
* Pemerintahannya dibantu mangkubumi Aria
Taranggana. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan gelar anumerta
Panembahan Batu Putih. 3 1570-1595 Sultan Hidayatullah bin Sultan
Rahmatullah
* Pemerintahannya dibantu
mangkubumi Kiai Anggadipa. Makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah dengan
gelar anumerta Panembahan Batu Irang. Trah keturunannya menjadi Raja-raja
Taliwang dan Sultan-sultan Sumbawa. 4 1595-1638 Sultan Mustain Billah bin
Sultan Hidayatullah
* Nama kecilnya
Raden Senapati, diduga ia perampas kekuasaan, sebab ia bukanlah anak dari
permaisuri meskipun ia anak tertua. Pemerintahannya dibantu mangkubumi Kiai
Jayanagara, dilanjutkan sepupunya Kiai Tumenggung Raksanagara. Gelar lain :
Gusti Kacil/Pangeran Senapati/Panembahan Marhum/Raja Maruhum dan gelar yang
dimasyhurkan Marhum Panembahan. Beliau memindahkan ibukota ke Martapura. Oleh
Suku Dayak yang menghayati Kaharingan baginda dianggap hidup sebagai sangiang di
Lewu Tambak Raja dikenal sebagai Raja Helu Maruhum Usang. Trah keturunannya
menjadi Raja-raja Kotawaringin, Tanah Bumbu dan Bangkalaan. 5 1638-1645 Sultan
Inayatullah bin Mustainbillah
*
Pemerintahannya dibantu adiknya Pangeran di Darat sebagai mangkubumi. Gelar
lain : Ratu Agung/Ratu Lama dimakamkan di Kampung Keraton, Martapura. Adiknya,
Pangeran Dipati Anta-Kasuma diangkat menjadi raja muda di wilayah sebelah barat
yang disebut Kerajaan Kotawaringin 6 1645-1660 Sultan Saidullah bin Sultan
Inayatullah
* Nama kecilnya Raden Kasuma
Alam. Pemerintahannya dibantu mangkubumi pamannya Panembahan di Darat,
dilanjutkan pamannya Pangeran Dipati Anta-Kasuma, terakhir dilanjutkan paman
tirinya Pangeran Dipati Mangkubumi (Raden Halit). Gelar lain : Wahidullah/Ratu
Anum/Ratu Anumdullah. 7 1660-1663 Sultan Ri'ayatullah/Tahalidullah? bin Sultan
Mustainbillah
* Nama kecilnya Raden
Halit. Menggantikan keponakannya, sebagai Penjabat Sultan dengan gelar dalam
khutbah Sultan Rakyatullah (Rakyat Allah). Pemerintahannya dibantu mangkubumi
keponakan tirinya Pangeran Mas Dipati. Gelar lain : Pangeran Dipati
Tapasena/Pangeran Mangkubumi/Panembahan Sepuh/Tahalidullah/Dipati Halit. Pada
tahun 1663 menyerahkan tahta kepada kemenakannya Sultan Amrullah Raden Bagus
Kesuma yang merupakan Putra Mahkota anak dari Sultan Saidullah/Ratu Agung. 8
1663 Sultan Amrullah bin Sultan Saidullah
* Nama kecilnya Raden Bagus Kasuma. Atas desakan paman tirinya Pangeran
Dipati Anom (Raden Kasuma Lalana) dan suku Biaju kepada Sultan Rakyatullah
(Raden Halit) untuk menyerahkan kekuasaan kepadanya. Nama lain : Panembahan
Kuning 9 1663-1679 Sultan Agung/Pangeran
Suryanata bin Sultan Inayatullah
* Nama
kecilnya Raden Kasuma Lalana. Mengkudeta kemenakannya Amirullah Bagus Kasuma
dengan bantuan suku Biaju, memindahkan pemerintahan ke Sungai Pangeran
(Banjarmasin). Pemerintahannya dibantu mangkubumi sepupunya Pangeran Aria
Wiraraja, putera Pangeran Ratu. Sebagai raja muda ditunjuk adik kandungnya,
Pangeran Purbanagara. Ia berbagi kekuasaan dengan paman tirinya Pangeran Ratu
(Sultan Rakyatullah) yang kembali memegang pemerintahan Martapura sampai
mangkatnya pada 1666. Gelar lain : Pangeran Dipati Anom . 10 1679-1700 Sultan
Amrullah/Sultan Tahlilullah (Bagus Kasuma) bin Sultan Saidullah
* Sempat lari ke daerah Alay kemudian
menyusun kekuatan dan berhasil membinasakan pamannya Sultan Agung/Ratu Lamak
beserta anaknya Pangeran Dipati/Ratu Agung (Raja negeri Nagara), kemudian naik
tahta kedua kalinya. Saudara tirinya Pangeran Dipati Tuha (Raden Basus)
diangkat sebagai Raja negeri Tanah Bumbu dengan wilayah dari Tanjung Silat
sampai Tanjung Aru. 11 1700-1717 Sultan Tahmidullah /Sultan Surya Alam bin
Sultan Amrullah
* Gelar lain :
Panembahan Kuning. Mangkubumi dijabat oleh adiknya Panembahan Kasuma Dilaga 12
1717-1730 Panembahan Kasuma Dilaga bin Sultan Amrullah/Tahlilullah * Sebagai wali Sultan 13 1730-1734 Sultan
Hamidullah bin Tahmidullah
* Gelar lain
: Sultan Kuning. Panglima perang dari La Madukelleng menyerang Banjarmasin pada
tahun 1733 14 1734-1759 Sultan Tamjidullah bin Sultan Tahlilullah/Sultan
Amrullah
* Bertindak sebagai wali Putra
Mahkota Muhammad Aliuddin Aminullah yang bergelar Ratu Anom yang belum dewasa.
Tamjidullah I yang bergelar Sultan Sepuh ini berusaha Sultan Banjar tetap
dipegang pada dinasti garis keturunannya. Adiknya Pangeran Nullah dilantik
sebagai mangkubumi. Tamjidullah I mangkat 1767. 15 1759-1761 Sultan
Muhammadillah/Muhammad Aliuddin Aminullah bin Sultan Hamidullah
* Menggantikan mertuanya Sultan Tamjidullah .
Gelar lain : Sultan Aminullah/Muhammad Iya'uddin Aminullah/Muhammad Iya'uddin
Amir ulatie ketika mangkat anak-anaknya masih belum dewasa, tahta kerajaan
kembali dibawah kekuasaan Tamjidillah tetapi dijalankan oleh anaknya Pangeran
Nata Dilaga sebagai wali Putra Mahkota. 16 1761-1801 Sultan Tahmidullah /Sultan
Nata bin Sultan Tamjidullah
* Semula
sebagai wali Putra Mahkota, tetapi mengangkat dirinya sebagai Panembahan
Kaharuddin Halilullah. Pemerintahan dibantu oleh Perdana Menteri/mangkubumi
Ratu Anom Ismail. Gelar lain : Susuhunan Nata Alam (1772)/Pangeran Nata
Dilaga/Pangeran Wira Nata/Pangeran Nata Negara/Akamuddin Saidullah(1762)/Amirul
Mu'minin Abdullah(1762)/Sulaiman Saidullah I(1787)/Panembahan Batu
(1797)/Panembahan Anom. Mendapat bantuan VOC untuk menangkap Pangeran Amir bin
Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang menuntut tahta dengan bantuan suku
Bugis-Paser yang gagal, kemudian menjalin hubungan dengan suku Bakumpai dan
akhirnya ditangkap Kompeni Belanda 14 Mei 1787, kemudian diasingkan ke
Srilangka. Sebagai balas jasa kepada VOC maka dibuat perjanjian 13 Agustus 1787
yang menyebabkan Kesultanan Banjar menjadi vazal VOC atau daerah protektorat,
bahkan pengangkatan Sultan Muda dan mangkubumi harus dengan persetujuan VOC. 17
1801-1825 Sultan Sulaiman al-Mutamidullah/Sultan Sulaiman Saidullah bin
Tahmidullah
* Mendapat gelar Sultan Muda
atau Pangeran Ratu Sultan Sulaiman sejak tahun 1767 ketika berusia 6 tahun.
Dibantu oleh adiknya Ratu Anum Mangku Dilaga sebagai mangkubumi dilanjutkan
puteranya Pangeran Husin Mangkubumi Nata bin Sultan Sulaiman. Sultan Sulaiman
digantikan anaknya Sultan Adam. Trah keturunannya menjadi raja di Kerajaan
Kusan, Batoe Litjin dan Poelau Laoet. Hindia Belanda jatuh ke tangan Inggris,
tetapi Inggris melepaskan kekuasaannya di Banjarmasin. Kemudian Hindia Belanda
datang kembali ke Banjarmasin untuk menegaskan kekuasaannya. 18 1825-1857
Sultan Adam Al-Watsiq Billah bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah
* Baginda mendapat gelar Sultan Muda sejak
tahun 1782. Pemerintahannya dibantu adiknya Pangeran Noh Ratu Anum Mangkubumi
Kencana sebagai mangkubumi dan Pangeran Abdur Rahman sebagai Sultan Muda.
Ketika mangkatnya terjadi krisis suksesi dengan tiga kandidat penggantinya
yaitu Pangeran Prabu Anom, Pangeran Tamjidullah dan Pangeran Hidayatullah ,
Belanda sebelumnya sudah mengangkat Tamjidullah sebagai Sultan Muda sejak 8
Agustus 1852 juga merangkap jabatan mangkubumi dan kemudian menetapkannya
sebagai sultan Banjar, sehari kemudian Pangeran Tamjidillah menandatangani
surat pengasingan kandidat sultan lainnya pamannya sendiri Pangeran Prabu Anom
yang diasingkan ke Bandung pada 23 Februari 1858. Sebelumnya Sultan Adam sudah
mengutus surat ke Batavia agar pengangkatan Tamjidullah dibatalkan. Sultan Adam
sempat membuat surat wasiat yang menunjuk cucunya Hidayatullah sebagai Sultan
Banjar penggantinya, inilah menjadi dasar perlawanan segenap bangsawan terhadap
Hindia Belanda 19 1857-1859 (versi Belanda) Sultan Tamjidullah al- Watsiq
Billah bin Pangeran Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam. Pusat
pemerintahan Sungai Messa Banjarmasin
*Pada 3 November 1857 Tamjidullah
diangkat Belanda menjadi Sultan Banjar, padahal ia anak selir meskipun ia
sebagai anak tertua dan kemudian Belanda mengangkat Hidayatullah sebagai
mangkubumi. Pengangkatan Tamjidullah ditentang segenap bangsawan karena menurut
wasiat semestinya Hidayatullah sebagai Sultan karena ia anak permaisuri. Pada
25 Juni 1859, Hindia Belanda memakzulkan Tamjidullah sebagai Sultan Banjar
kemudian mengirimnya ke Bogor. 20 1857-1862 Sultan Hidayatullah bin Pangeran
Sultan Muda Abdur Rahman bin Sultan Adam Pusat pemerintahan Kraton Martapura.
*
Hidayatullah satu-satunya pemimpin negeri Banjar sesuai wasiat Sultan Adam,
sebelumnya sebagai mangkubumi(1855) ia diam-diam menjadi oposisi Tamjidullah ,
misalnya dengan mengangkat Adipati Anom Dinding Raja (Jalil) sebagai tandingan
Raden Adipati Danu Raja yang berada di pihak Belanda/Sultan Tamjidullah .
Perjuangan Hidayatullah dibantu oleh tangan kanannya Demang Lehman. Pada tanggal 11 Juni 1860, Residen I.N.
Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan Kesultanan Banjar akibat penolakan
Sultan Hidayatullah menempati Kraton . akhirnya Belanda membakar Keraton Banjar
dengan terlebih dahulu merampas seluruh isi keraton. Sultan Hidayatullah pada 2
Maret 1862 dibawa dari Martapura setelah berhasil diperdaya (ditipu) dan
diasingkan ke Cianjur.
Source : sejarah perang banjar masin
No comments:
Post a Comment