Saturday 12 December 2015

Raja-Raja Minang di Nusantara


Posted: Juni 21, 2011 in Sejarah

Tags: Dapunta Hyang Sri Jayanasa, Gajah Mada, Minanga Tamwan, Muhammad Yamin, Raja Kecil, Sisingamangaraja, Sri Jayanagara, Sultan Brunei Minangkabau, Sumpah Palapa 63

Gajah Mada, karya Muhammad Yamin

Banyak pihak menilai, abad ke-20 merupakan masa kejayaan peradaban Minangkabau. Hal ini ditandai dengan besarnya peran mereka dalam lima lini pokok kehidupan bermasyarakat di Indonesia (dan Nusantara pada umumnya). Dari lima bidang tersebut, yakni : politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, serta sosial keagamaan, Minangkabau telah melahirkan ratusan bahkan ribuan ahli yang kompeten di bidangnya. Para ahli itu, yang telah go internasional dan bahkan melegenda antara lain : Tan Malaka, Hatta, Sjahrir, Tuanku Abdul Rahman, Yusof Ishak (politik); Hasyim Ning, Abdul Latief, Tunku Tan Sri Abdullah (ekonomi/bisnis); Chairil Anwar, Muhammad Yamin, Sutan Takdir Alisjahbana, Usmar Ismail, Soekarno M. Noer (budaya); Emil Salim, Sheikh Muszaphar Shukor, Taufik Abdullah, Azyumardi Azra (ilmu pengetahuan); serta Agus Salim, Hamka, Natsir, Tahir Jalaluddin, Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, dan Syafii Maarif (sosial-keagamaan).

Namun dari itu, sedikit sekali orang yang mengetahui kejayaan Minangkabau di masa lampau. Menurut hasil penelitian Mochtar Naim yang dituangkan dalam disertasinya “Merantau”, sejak dahulu kala orang-orang Minang telah banyak berkontribusi dalam pembentukan peradaban Nusantara. Dan diantara mereka banyak pula yang menjadi raja ataupun pendiri sebuah kerajaan. Dalam tulisan kali ini, kita akan melihat sepak terjang raja-raja asal Minangkabau, yang memerintah di banyak negeri seantero Nusantara.

Dapunta Hyang Sri Jayanasa, dipercaya sebagai pendiri imperium besar Sriwijaya. Menurut tambo alam Minangkabau, Dapunta Hyang berasal dari lereng Gunung Merapi, yang kemudian melakukan migrasi bersama sejumlah penduduk setempat. Dengan mengaliri Sungai Kampar dari pedalaman Minangkabau, Dapunta Hyang beserta rombongannya tiba di bibir pantai Selat Malaka. Mereka terus melanjutkan perjalanan ke selatan hingga bertemu muara Sungai Musi. Dari sini mereka mencoba memudiki Sungai Musi dan berjumpa lereng Gunung Dempo. Dari lereng gunung inilah kemudian Dapunta Hyang beserta rombongannya membangun sebuah kedatuan yang berpusat di tepian Sungai Musi.

Prasasti Kedukan Bukit

Kisah perjalanan Dapunta Hyang dari tanah Minang, terukir jelas dalam Prasasti Kedukan Bukit. Prasati itu bercerita tentang rombongan Dapunta Hyang yang selamat melakukan perjalanan dan penyerangan dari Minanga, bersama serombongan pasukan yang melewati darat maupun laut. Hingga saat ini, penafsiran isi prasasti tersebut masih simpang siur. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Minanga (atau Minanga Tamwan) merupakan hulu pertemuan dua sungai Kampar, yang berada di luhak Lima Puluh Koto. Dan Minanga Tamwan diprediksi sebagai asal usul nama Minangkabau. Sedangkan para ahli lainnya seperti George Coedes dan Slamet Muljana, justru berteori bahwa Minanga merupakan kerajaan taklukan Dapunta Hyang yang terletak di hulu Batanghari. E.S Ito dalam novelnya “Negara Kelima”, juga menyinggung mengenai migrasi Dapunta Hyang dari Minangkabau ke Palembang. Dikatakannya bahwa Dapunta Hyang telah menghiliri Sungai Batanghari sampai ke muara Jambi, dan kemudian melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki hingga ke tepian Sungai Musi. Menurutnya Dapunta Hyang adalah salah seorang pembesar Minangkabau, yang ingin mengembalikan kejayaan imperium Atlantis.

Putra Minangkabau lainnya yang duduk di tampuk kekuasaan adalah Kalagamet. Dia merupakan raja Majapahit kedua yang memerintah pada tahun 1309-1328. Kalagamet yang bergelar Sri Jayanagara, beribukan Dara Petak seorang permaisuri yang berasal dari Kerajaan Dharmasraya. Pada masa berkuasa, dia mengangkat saudara sepupunya yang juga keturunan Minangkabau, Adityawarman, sebagai duta untuk negeri Tiongkok. Adityawarman adalah putra Dara Jingga, permaisuri Dharmasraya lainnya yang bersuamikan Adwayawarman. Di masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, Adityawarman naik jabatan sebagai wreddhamantri atau perdana menteri kerajaan. Dalam posisi strategis itu, dia membangkang kepada Tribhuwana dan melecehkan Majapahit. Pada tahun 1347, dia pulang kampung ke Sumatra dan mendirikan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan ini merupakan penerus wangsa Mauli yang telah berkuasa di Sumatra selama hampir satu setengah abad. Pada abad ke-14, Kerajaan Pagaruyung memiliki daerah taklukan ke hampir seluruh wilayah Sumatra dan Semenanjung Malaysia. Kekuasaannya atas Nusantara barat, merupakan balance of power bagi Majapahit yang berkuasa di bagian tengah kepulauan.

Museum Adityawarman di Padang

Selain Jayanagara dan Adityawarman, tokoh Majapahit lainnya yang dipercaya berasal dari Minangkabau adalah Gajah Mada. Namanya mengikuti genre jago silat Minang lainnya seperti Harimau Campa, Gajah Tongga, atau Anjing Mualim. Sebagian orang memperkirakan, Gajah Mada merupakan putra seorang pendekar Minangkabau yang ikut mengantarkan Dara Petak dan Dara Jingga ke Majapahit. Namun Ridjaluddin Shar dalam novelnya “Maharaja Diraja Aditya­warman: Matahari di Khatulis­tiwa”, malah berpendapat sebaliknya. Menurutnya Gajah Mada adalah anak dari salah seorang pasukan Pamalayu yang menikahi gadis Minangkabau. Asal usul Gajah Mada memang penuh misteri dan tanda tanya. Hingga saat ini belum ada sejarawan yang berhasil mengungkap kelahiran dan kematian tokoh besar tersebut, kecuali hanya dugaan-dugaan awal saja. Yang jelas, Gajah Mada merupakan simbol kebesaran Majapahit dan persatuan Indonesia. Ketika ia ditunjuk sebagai perdana menteri pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dalam Sumpah Palapa ia bernazar akan menaklukkan seluruh Nusantara di bawah panji Majapahit. Namun janjinya tersebut tak sempat terwujud, sampai akhirnya kerajaan itu runtuh pada awal abad ke-16.

Muhammad Yamin, seorang pakar hukum, ahli sejarah, budayawan, dan salah satu founding fathers Indonesia, merupakan pengagum berat sosok Gajah Mada. Kekagumannya mungkin juga dikarenakan pertalian darah yang sama sebagai putra Minangkabau. Usahanya dalam merekonstruksi peran Gajah Mada dalam buku setebal 112 halaman, merupakan salah satu bentuk kegandrungannya. Impian Gajah Mada mempersatukan Nusantara, telah mengilhaminya untuk menggabungkan seluruh jajahan Hindia-Belanda dalam satu kesatuan wilayah politik. Pada bulan Oktober 1928, cita-citanya itu benar-benar terwujud. Dalam sebuah ikrar bersama yang kelak dikenal dengan Sumpah Pemuda, Yamin berhasil menyatukan seluruh komponen rakyat Hindia-Belanda, dalam satu bangsa, bahasa, dan tanah air.

Sultan Hassanal Bolkiah, salah seorang raja keturunan Minang

Pada tahun 1390, seorang pengelana Minangkabau yang kemudian berjuluk Raja Bagindo, mendirikan Kesultanan Sulu. Tak banyak riwayat mengenai raja yang satu ini, kecuali para keturunannya yang menjadi pelaut ulung. Kabarnya mereka sangat ditakuti oleh pedagang-pedagang Eropa yang acap melintasi perairan utara Nusantara. Mohd. Jamil al-Sufri dalam bukunya “Tarsilah Brunei: The Early History of Brunei up to 1432 AD” menyebutkan, bahwa dari silsilah raja-raja Brunei Darussalam, diketahui bahwa pendiri kerajaan ini : Awang Alak Betatar atau yang bergelar Sultan Muhammad Shah, berasal dari Minangkabau. 

Selain itu raja-raja Serawak di Kalimantan Utara, juga banyak yang berasal dari Minangkabau. Hal ini berdasarkan informasi para bangsawan Serawak, yang ditemui Hamka pada tahun 1960. Kamardi Rais Dt. Panjang Simulie dalam bukunya “Mesin Ketik Tua” juga memerikan berita bahwa ketika James Brook dirajakan di Serawak, yang melantiknya adalah datuk-datuk asal Minangkabau.

Sultan Buyong, anak dari raja Indrapura yang bertahta di Pesisir Selatan, pernah berkuasa di Kesultanan Aceh pada tahun 1586-1596. Buyong (Buyung ?) naik menjadi raja, berkat pengaruh dan kekuatan para pedagang Minang yang berniaga di Kutaraja. Sebelum itu kakak ipar Buyong, Sultan Sri Alam, juga sempat bertahta di Kesultanan Aceh (1575-1576). Sri Alam berkuasa melalui kudeta berdarah hulubalang Minangkabau, yang disebut-sebut telah berkomplot dalam pembunuhan Sultan Muda. Untuk menyingkirkan pengaruh Minangkabau dari Kerajaan Aceh, sekaligus membalaskan dendam kematian Sultan Muda, pada tahun 1596 ulama-ulama Aceh melakukan pembunuhan berencana terhadap Buyong. Dengan terbunuhnya Buyong maka berakhirlah pengaruh Indrapura di tanah rencong. Kesultanan Indrapura yang beribu kota di Indrapura (selatan Painan), merupakan pecahan dari Kerajaan Pagaruyung. Pada paruh kedua abad ke-16, kesultanan ini memiliki pengaruh yang cukup luas di pesisir barat Sumatra. Wilayahnya menjangkau daratan Aceh di utara hingga Bengkulu di selatan.

Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I atau yang dikenal dengan Raja Kecil adalah salah seorang putra Pagaruyung pendiri Kesultanan Siak Sri Indrapura. Sebelum mendirikan Kesultanan Siak pada tahun 1723, Raja Kecil sempat bertahta di Kesultanan Johor (1717-1722). Namun kekuasaannya tak bertahan lama, karena aksi kudeta yang dilancarkan Bendahara Abdul Jalil dan pasukan Bugis. 

Di masa pemerintahannya, Kesultanan Siak melakukan perluasan teritori hingga ke wilayah Rokan, dan berhasil membangun pertahanan armada laut di Bintan. Pada tahun 1740-1745, Siak menaklukkan beberapa kawasan di Semenanjung Malaysia. Dan 40 tahun kemudian, wilayah kekuasaannya telah meliputi Sumatra Timur, Kedah, hingga Sambas di pantai barat Kalimantan.

Istana Siak Sri Indrapura

Di Semenanjung Malaysia, Raja Melewar yang merupakan utusan Pagaruyung, menjadi raja bagi masyarakat setempat. Pada tahun 1773, konfederasi sembilan nagari di Semenanjung Melayu, membentuk sebuah kerajaan yang diberi nama Negeri Sembilan. Kerajaan ini terbentuk pasca derasnya arus migrasi Minangkabau ke wilayah tersebut. Seperti halnya masyarakat di Sumatra Barat, rakyat Negeri Sembilan juga menggunakan hukum waris matrilineal serta model adat Datuk Perpatih. Pada tahun 1957, Tuanku Abdul Rahman yang merupakan keturunan Raja Melewar, menjadi Yang Dipertuan Agung Malaysia pertama.


Di Tapanuli, Sisingamangaraja yang dipercaya sebagai Raja Batak, juga berasal dari Minangkabau. Hal ini berdasarkan keterangan Thomas Stamford Raffles yang menemui para pemimpin Batak di pedalaman Tapanuli. Mereka menjelaskan bahwa Sisingamangaraja adalah seorang keturunan Minangkabau yang ditempatkan oleh Kerajaan Pagaruyung sebagai raja bawahan (vassal) mereka. Hingga awal abad ke-20, keturunan Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus.

Sumber : afandriadya.com

6 comments:

  1. dapuntahyang keturunan melayu palembang campuran india dan sunda. sultan brunei hasanal nolkiah keturunan sultan palembang darussalam, raja buyong sultan aceh juga ketutunan palembang ibunya anak sultan alaudin mansursah sultan aceh dari perak keyurunan bukit siguntang palembang, raja kecik juga keturunan palembang sebab raja kecik keturunan sultan johor, sultan johor keturunan malaka, malaka keturunanan singapura , singapura keturunan bintan bintan keturunan palembang.kerajaan sulu didirikan sarif arab keturunan palembang jugayaitu sayyid abu bakar

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dapunta Hyang mana ? Kalau yang dipermasalahkan Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Dia berlayar dari Minanga Taw/mvan menuju Palembang. Bukan dari Palembang ke Palembang. Bukan juga dari Sunda ke Palembang. Dan India/Tamil ke Palembang. Membawa 20 ribu tentara. Kalau di Wikipedia.


      Kalau Awang Betatar. Dia dari Minangkabau. Dan Sultan Hasan Al Nolkiyah. Yang bersaksi. Dia keturunan Kerajaan Pagaruyung.

      Raja Buyong. Bagaimana cerita silsilahnya dia Orang Palembang. Memangnya Orang Palembang kenal Aceh ?

      Raja Kecik/l dari Pagaruyuang. Dari kosakata namanya. Raja Kecik yang mengalahkan Sulthan Johor. Bukan keturunan. Sayyid Abu Bakar. Tahun berapa kisahnya ? Dan apa nama kerajaannya ?


      ( Muhammad Nurfadhillah Iqbal ).

      Delete
  2. orang minangkabau hanya mendapat bagian seumprit di negri sembilan yang luasnya hanya 6000 km persegi itupun atas hadiah sultan raja johor dan pula istri raja melawar masih keturunan malaka yang artinya masih keturunan palembang juga. bandingkan dengan keturunan palembang yang mendapat bagian hampir seluruh malaysia mulai darimalaka yang melampaui malaysia kemudian johor perak pahang klantan trengganu slangor siak aceh indrapura dll. sedangkan keturunan bugis yang bercampur keturunan palembang itu berkuasa di trengganu johor slangor hingga sekarang.

    ReplyDelete
  3. Kita berbicara kepemimpinan, sebagaimana rasulullah jg bukan keturunan Madinah, namun bs diangkat menjadi pemimpin disana. Jd bukan masalah luas wilayah seuprit. Jika saudara jg punya data bs sampaikan, jgn sekedar waris mulut saja, apalagi sentimen. Apalah kita ini hanya menumpang saja dg status daerah kita, drpd kampung asli kita akhirat.

    ReplyDelete
  4. Kita bicara fakta sejarah,buktinya keturunan Minangkabau banyak menjadi pembesar dan pendiri kerajaan di Nusantara ( Asean ).

    1.Rajo Sulaiman pendiri kerajaan Fiamanilla atau Manila Filipina sekarang ini.

    2.Rajo Bagindo pendiri kerajaan Sulu yg kelak menjadi kesultanan Sulu di bawah menentu beliau.

    3.Ywng dipertuan pertama Malaysia Tuanku Abdul Rahman sekaligus bapak kemerdekaan Malaysia.

    4.Presiden pertama Singapura Yosuf Ishak keturunan Datuk Jonathan pendiri pulau pinang.


    4.Datuk Malikul besar balai serung,pendiri kerajaan Kudangan di desa Lumandau Kalteng yg terkenal dengan Dayak Tomun nya.


    4.Pendiri kepaksian skala brak Lampung yaitu :
    Umpu Pernong.
    Umpu Belunguh.
    Umpu Berjalan di Way.
    Umpu Nyerupa,mereka sekali Gus pembawa Islam ke sana.

    5. Sultan Srialam dan Sultan Buyong dari pesisir selatan Minangkabau.

    6. Sultan Daulat yg mengantikan ayahnya Raja Harun di Subulussalam.

    7. Pendiri kesultanan Barus Sultan Ibrahim Syah bin Tuanku Sultan Muhammad Syah dari terusan pesisir Minangkabau.


    8. Rajo alam harimau garang,panglima dan menjadi raja sekaligus penyiar agama Islam di pulau Bangka abad ke XIV.

    9. Empo (Leluhur ) Pesau dari Minangkabau pendiri kerajaan Manggarai NTT dan pendiri adat Todo dan desa wae rebo adalah kampung minangkabau yg tersisa di NTT.

    Belum kalau kita membicarakan penyiar agama Islam nya di Indonesia,Asia tenggara dan imam besar Masjidil Haram pun orang Minangkabau yaitu Syekh Ahmad katib Al Minangkabawi.
    Bicara akhli sanad hadist atau musdidudunya ada Syekh Isa Al Fadani yg banyak memberikan ijazah kepada ulama Indonesia,Malaysia, Brunai bahkan dunia ini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akun. " Tidak dikenal ". Banyak sekali ilmunya. Semua. Ini patut untuk dicontoh. Terima kasih. Akun. " Tidak dikenal ".


      Dan untuk Honda Kepri. Memang untuk menyampaikan ilmu harus banyak bersabar.


      " Muhammad Nurfadhillah Iqbal ".

      Delete