by Arif in Budaya.
·
CERITA JUNJUNG BUIH
(Oleh Muhammad Riza, S. Th. I dari Penuturan Keluarga dan
Kerabat di Semayok, Pebihingan, Cali, Kampung Silat serta dari Penuturan Cerita
Drs. H. M. Syarif Arbi, MLC )
Dahulu kala di Tanjung Tanah ( Sebutan Untuk Daratan
Ketapang bisa juga merujuk nama sebutan untuk Kalimantan secara keseluruhan
seperti Sumatra “ Andalas “ ) hidup seorang Raja yang sangat Dzalim ia suka
melihat penderitaan rakyat hingga suatu hari ada sebuah kampung yang penduduk
di sana tidak mau tunduk serta tidak mau bayar upeti kepada Raja yang Dzalim
tersebut, sehingga Raja memerintahkan untuk mengumpulkan seluruh rakyat di
kampung tersebut kemudian mereka di ikat mengelilingi pohon Buluh Betong (
Bambu Betong ) dan dibakar oleh Raja beserta para prajuritnya. Raja
bersorak-sorai mengekpresikan rasa senangnya karena telah membakar para rakyat
penduduk desa yang membangkang tersebut hingga ketika semua telah terbakar
tinggallah satu batang pohon buluh betong yang memiliki tujuh ruah yang tidak
terbakar sama sekali.
Melihat hal tersebut sang Raja lantas memerintahkan kepada
para prajurit untuk menebang dan membelah buluh tersebut sebab Raja merasa ada
kejanggalan siapa tau dalam hati Raja ada sebuah harta terpendam di dalamnya.
Setelah ditebang dan di belah ternyata keluarlah enam bidadari yang
cantik-cantik jelita mereka berkain dan berselendangkan kuning namun ada satu
ruas yang sangat susah untuk dibelah dan ruas tersebut adalah ruas yang paling
bawah serta ukurannya agak membesar. Cukup lama prajurit Raja berusaha untuk
membelah ruas terakhir buluh tersebut dan alhasil terlihatlah seorang putri
yang sangat cantik dari pada putri-putri yang lainnya sedang memeluk sebuah
timun emas raksasa ( di dalam hikayat diperkirakan sebesar badannya ) namun
putri tersebut mengindap penyakit buntung ( kusta ) sehingga membuat Raja
risih. Raja kemudian mengambil ke enam bidadari yang cantik-cantik tersebut
untuk dibawa kekerajaan dan dipersunting olehnya sebagai istri namun lain
halnya dengan putri yang terakhir yang ia beri nama Putri Buntung. Si Putri
Buntung diprintahkan kepda prajuritnya untuk memasukannya kembali ke dalam
belahan buluh butong tersebut dan dihanyutkan di sungai Pawan sementara timun
emas yang dipegannya diambil paksa oleh Raja dzalim tersebut.
Putri Buntung kemudian hanyut mengikuti arus sungai Pawan
dan tersangkut di rawa-rawa sungai Kayong, ketika itu ada seorang pangeran dari
Tanah Andalas yang bernama Jaya Kusuma yang sedang mencari ikan di sekitaran
sungai Kayong dan pangeran tersebut menghampiri buluh betong yang kelihatannya
dari jauh dan setelah ia hampiri ia melihat sesosok wanita yang sangat cantik
namun memiliki penyakit buntung dan ternyata pangeran Jaya Kusuma juga mengidap
penyakit itu. Di dalam kisah penuturan para keluarga pangetan Jaya Kusuma
mempersunting Putri Buntung dan mendirikan pemukiman disekitaran muara sungai
Kayong. Setelah beberapa lama mereka hidup berumah tangga pada suatu malam
pangeran Jaya Kusuma mendapatkan mimpi bahwa mereka berdua akan sembuh apabila
mendatangi danau Begendang di daerah Muare ( sekarang Kecamatan Muare ) dan di
sana mereka akan bertemu dengan Buaya Putih yang sangat besar dan bisa
berbicara manusia. Buaya tersebut adalah jelmaan dari seorang datok yang sakti
yang sedang bertapa. Keesokan harinya Pangeran Jaya Kusuma dan Putri Buntung
yang ketika itu diberinama Dayang Putung oleh Raje Ranggesentap yang memerintah
di sekitaran sungai Kayong yang kebetulan juga memiliki kedekatan dengan
pangeran Jaya Kusume pergi ke danau begendang untuk mengobati penyakit mereka.
Sesampainya di danau begendang dan sesuai dengan alamat
dalam mimpi pangeran Jaya Kusuma mereka bertemu dengan Buaya Putih dan si Buaya
Putih tersebut menyuruh kepada mereka untuk menaiki badan dari si Buaya Putih
pertamanya mereka agak ragu sebab takut ini adalah tipu muslihat dari si Buaya
Putih untuk memakan mereka namun setelah di beri pengertian maka merekapun
menaiki punggu dari si Buaya Putih, lantas Buaya Putih langsung berjalan kearah
danau dan meceburkan badannya kedalam air hingga yang nampak dari badan
Pangeran Jaya Kusuma dan Dayang Putung hanyalah leher sampai kekepala sahaja.
Di dalam air Pangeran Jaya Kusuma dan Dayang Putung dikerumuni oleh kawanan
Ikan Patin dan Ikan Ulang Ulin. Kawanan ikan tersebut menggigit dan memakani
penyakit Buntung mereka berdua sehingga ketika si Buaya Putih membawa tubuh
Pangeran Jaya Kusuma dan Dayang Putung kedaratan penyakit mereka telah pun
sembuh dan melihat hal ini maka terucaplah sumpah dari Dayang Putung yang
sekarang merupakan pantangan bagi ornag-ornag Kayong yakni “ Aku dan semue
keturunan Aku tidak akan memakan Ikan Patin dan Ikan Ulang Ulin serta Aku
haramkan pula memakan rebong buluh betong ataupun menggunakannya “ hingga
sampai saat ini keturunan dari orang-orang Kayong tidak diperbolehkan memakan
Ikan Patin dan Ikan Ulang Ulin serta Rebong Buluh Betong dan barang siape yang
memakannye maka mereka akan terkena penyakit.
Setelah sembuh mereka berniat ingin pulang namun ada satu
hal yang mengganjal di hati Dayang Putung yakni ia ingin mengambil kembali
timun emas yang dulu dibawanya dari Kayangan ( Kayong berasal dari kata
Kayangan ) yang telah diambil oleh si Raja Dzalim, dan niat hati ini dikabulak
oleh sang Pangeran. Keesokan harinya Pangeran Jaya Kusuma dan Dayang Putung
beserta para prajurit setianya mendatangi kerajaan dari Raja Dzalim dan perlu
diketahui Pangeran Jaya Kusuma merupakan orang yang sangat sakti begitu juga
dengan Dayang Putung setelah berendam di Danau Begendang maka kesaktiannya yang
luar biasa muncul sehingga membuat Raja Dzalim kualahan menghadapi mereka dan
Raja Dzalim menyerah kepada mereka. Dayang Putung kemudian meminta kembali
timun emas yang dulu dibawanya namun menutur Raja timun emas tersebut ketika
dibawa kekerajaan terjatuh lantas Dayang Putung menanyakan kembali dimana
jatuhnya, Raja Dzalim tersebut menyebutkan bahwa timun emas tersebut jatuh dan
berguling keluar dari pagar Istana hingga berguling-guling dan jatuh ke sungai.
Dari pernyataan Raja tersebut maka Dayang Putung menyatakan bahwa Kerajaan ini
serta tanah-tanahnya adalah milik Dayang Putung sebab timun tersebut terjatuh
dan berguling dari Istana sampai ke sungai. Inilah yang menjadi kisah mengapa
di Tanah Kayong suku darat sangat menghormati orang Kayong karena menurut
penuturan keluarga apabila orang darat berkhianat sama orang Kayong maka ia
akan Tulah atau kualat. Dan nama orang Darat atau suku Darat adalah nama yang
diberikan oleh kepada orang-orang dikerajaan dan sekitarnya yang pindah
memboyong para keluarga dan kerabatnya ke pedalam sebab yang berkuasa bukan
lagi Raja Dzalim tetapi Pangeran Jaya Kusuma dan Dayang Putung yang kemudian
bergelar Putri Junjung Buih dan kerajaan mereka sangat makmur aman sejahtera.
Inilah cikal bakal dari berdirinya Kerajaan Tanjung Pura.
sumber.http://www.sastramelayukayong.co.cc
No comments:
Post a Comment