Saturday 12 December 2015

Tengku Akil Di Pertuansyah, Raja Sukadana Baru/Nieuw Broesseol

Tengku Akil dari Siak adalah nama yang tak asing di kampoengku di Kab. Kayong Utara, Kalbar, terutama bagi masyarakat Sukadana, terlebih lagi kalangan Bangsawan Sukadana yang bergelar Tengku. Tengku Akil Siak adalah Anak Raja Siak yang dibawa Belanda untuk mengisi kekosongan pemerintahan Sukadana yang telah ditinggalkan mundur oleh Pemerintahan Raja Sukadana-Tanjungpura, karena terdesak oleh sebab akibat seringnya peperangan seperti perang dengan Kerajaan Landak karena berebut pusaka Intan Kobi, pernah diserang Mataram yang kemudian menawan Panembahan Ratu Air Mala, diserang Inggris, diserang Pontianak untuk melumpuhkan pelabuhannya, sering dirompak Lanun dan kemudian Belanda. Penerus Kerajaan Sukadana-Tanjungpura ini berpindah ke Sungai Matan (sekarang Kecamatan Simpang Hilir-KKU). Namun, ekspansi Belanda ke wilayah Kerajaan Matan terus berlanjut, pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Jamaluddin tahun 1822 datang rombongan komisi Belanda yang dipimpin oleh C. Muller, untuk menduduki Sukadana dan menuntut hak atas Pulau Karimata. Di dalam rombongan inilah ikut serta Tengku Akil. 

Pada akhirnya Matan Tanjungpurapun terpecah menjadi Kerajaan Simpang-Matan (yang terakhir di Teluk Melano-Kayong Utara) dan Kayong-Matan (yang terakhir di Muliakerta-Ketapang). 

Yang masih perlu ditelusuri tentang Tengku Akil ini adalah… Dalam catatan orang Sukadana dikatakan bahwa Tengku Akil sebagai cucu Raja/Sultan Yahya, sengaja dibawa Belanda yang bermaksud menggantikan kedudukan Raja di Sukadana yang telah kosong. Tengku Akil akhirnya dapat menduduki dan memerintah Sukadana bergelar Raja Tengku Akil Dipertuansyah (1827). Sukadana Baru inipun lebih dikenal dengan nama Nieuw Broesseol oleh orang Belanda. Jika menelisik nama Sultan Yahya, maka dalam urutan Sultan Siak, Sultan Yahya adalah Sultan ke-enam yang memerintah tahun 1782-1784. Sedangkan dalam Syair Siak Sri Indrapura Dar As-Salam Al-Qiyam tertulis nama Tengku Akil sebagai anak ketiga dari Sultan Siak ke-empat yakni Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah (1776-1780). Tertulis pula Tengku Akil adalah adik daripada Tengku Muhammad Ali tertua Putra Mahkota Siak Sri Indrapura yang kemudian setelah dinobatkan menjadi Raja bergelar Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (1780-1782) atau Sultan Siak kelima. Setelah masa Sultan Yahya, yang memerintah Siak adalah Dinasti Sayyid atau Ba'alawi, keturunan dari Sayyid Syarif Utsman yang menikah dengan Embun Badariah, Puteri dari Sultan Siak ke-empat yakni Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah, atau kakaknya dari Tengku Akil. 

Dalam catatan orang Belitong, Tengku Akil awal mulanya bekerja untuk Inggris, kemudian bekerja untuk Belanda. Tahun 1813, Inggris oleh Sir Thomas Stamford Raffles memerintahkan Jendral Giullespie menguasai Palembang, terus Mayor W. Robinson meduduki Bangka kemudian mengutus Tengku Akil dari Siak guna menguasai Belitung. Tengku Akil mendapat perlawanan, dalam pertempuran itu Depati KA Hatam tewas dengan kepala terpotong atau terkerat. Anak KA Hatam yang masih berusia muda, KA Rahad dan beberapa saudaranya yang lain berhasil diselamatkan sepupunya KA Luso. KA luso dan orang-orang berhasil mengusir Tengku Akil hingga Tengku Akil lari ke bersembunyi di Pulau Lepar dan kemudian tahun 1820 Tengku Akil menjadi kaki tangan Belanda di Bangka tapi mendapat perlawanan pula oleh Demang Singa Yuda dan Juragan Selan hingga perahu dan pasukannya ditenggelamkan. Sedangkan dalam catatan sejarah kaum kerabat Kerajaan Kubu keturunan Alawiyyin ber-fam Alaydrus dan orang-orang Kubu pada umumnya, nama Tengku Akil juga dikenal karena pernah terjadinya konflik akibat suatu ekspedisi yang dipimpin Tengku Akil dari Siak, atas perintah dari Belanda. Akibat konflik ini, Yang Dipertuan Besar Kubu Syarif Idrus bin Abdurrahman Alaydrus menemui ajalnya pada tahun 1794 M, terbunuh ketika sedang shalat Subuh. Konflik dengan rombongan Siak dibawah pimpinan Tengku Akil inilah konon yang membuat sumpah Raja Kubu yang menyatakan mengharamkan anak keturunannya menikah dengan orang-orang Siak. 

Boleh jadi Tengku Akil yang berkelana menyerang Belitong, Bangka, berbuat huru hara di Negeri Kubu dan menjadi Raja di Negeri Sukadana adalah Tengku Akil yang sama, jika menilik tahun-tahun terjadinya penyerangan Belitong, Bangka dan pendudukan Sukadana. Dan, yang memang perlu dikaji lagi, siapakah orang tua dari Tengku Akil yang selalu disebut Tengku Akil Siak ini?! 

Apakah Tengku Akil itu cucu Sultan Yahya atau anaknya Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah. Yang pasti, di Sukadana terdapat banyak peninggalan dari trah Tengku Akil yang pernah memerintah Sukadana. Di Pulau Karimata, terdapat pula makam Tengku Abdul Jalil yang menjadi penguasa Karimata, yang juga kerabat dari Tengku Akil Siak ini. Jadi, pengembaraan Tengku Akil ini memang bikin heboh negeri serantau...dari Sumatera dia tak boleh bertahta, maka didatanginya Belitong, Bangka, Kubu hingga Sukadana. Memanglah...terlepas dari pro dan kontra cerita Tengku Akil ini, sedianya ada pelajaran dari perjalanan sejarah serantau yang mesti dikaji dan menarik buat diceritakan. Sumber : JU. Lontaan, 1975, Sejarah, Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalbar. Syair Siak Sri Indrapura Dar As-Salam Al-Qiyam, oleh SPN. Drs. Ahmad Darmawi, M.Ag. Sejarah Belitung http://www.begalor.com/new/article.php?id_art=40 Pulau Maya Karimata, oleh Rudy Handoko. Istana Panembahan Matan-Tanjungpura di Mulia Kerta, oleh Rudy Handoko.


Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/a_baybar_roodee/tengku-akil-dipertuansyah-raja-sukadana-baru-nieuw-broesseol_5500e0ae813311ca60fa83f8

No comments:

Post a Comment