Saturday, 18 February 2017

Kisah cinta Datu Museng & Maipa Deapati

Kisah cinta Datu Museng & Maipa Deapati
Zainuddin Tika Sejarah Kerajaan Gowa

Kisah cinta Datu Museng & Maipa Deapati berawal dari Tanah Galesong. Galesong dulunya merupakan pusat Angkatan Laut kerajaan Gowa,telah merekrut pemuda dari berbagai daerah kekuasaan. Tersebutlah Ade Arangan dari Kesultanan Sumbawa yang datang memperkuat  Angkatan Laut kerajaan Gowa di Galesong.  Ade Arangan kemudian kawin dengan gadis bangsawan Galesong hingga melahirkan beberapa orang anak, diantaranya Karaeng Gassing. 

Anaknya Karaeng Gassing setelah dewasa kahwin dengan gadis Galesong hingga membuahkan seorang anak bernama  I Baso Mallarangang, atau lebih dikenal dengan nama   Datu Museng.  Pada usia 3 tahun,  kedua orang tua Datu Museng dibunuh oleh pasukan Belanda.  Ade Arangan kemudian memelihara cucunya dan menyelamatkannya dengan membawa ke negeri kelahirannya di kesultanan Sumbawa.

Sampai di Sumbawa, Ade Arangan diterima baik oleh Sultan Sumbawa dan ia diberi tempat dan  lahan perkebunan. Datu Museng yang sudah memasuki usia kanak-kanak  disuruh mengaji di surau yang diasuh Kadi Mampawa. Disana ia bertemu  Maipa,  putri Sultan Sumbawa.

Setelah dewasa, di surau  tempat  Datu Museng menuntut ilmu melihat Maipa yang sudah tumbuh menjadi gadis cantik  sedang bermain cincin. Cincin permatanya jatuh ke kolom rumah. Datu Museng kemudian cepat mengambilkan cincin Maipa di kolom rumah, kemudian keatas untuk memberikannya. Sebelum memberi, Datu Museng kemudian berkata ”Cincinmu telah kucincin, aku tak kan memberikan bila tidak memperistrikanmu. Dari situlah awal cinta Datu Museng – Maipa mulai merajut.

Cinta kedua sejoli ini terhalang, karena ternyata Maipa  sudah dijodohkan dengan orangtuanya sejak masih kecil dengan pria bangsawan Lombok  bernama Mangalasa. Mangalasa yang sudah dewasa sering ke Sumbawa dan melihat Maipa sudah tidak cinta padanya,tapi sudah beralih ke Datu Museng. Ini membuat Mangalasa marah.

Dalam kondisi demikian,  Kakek Ade Arangan menyarankan kepada  Datu Museng agar pergi ke negeri Arab menuntut Ilmu Sufi  serta ke Madina untuk mencari ilmu Bunga Ejana Madina.Dengan kedua ilmu ini, Datu Musneg bisa mejadi seorang sufi atau ulama juga bisa menjadi seorang ksatria dan menjadi dambaan setiap wanita. Sementara Maipa yang ditinggal Datu Museng terus mengurung diri dalam kamar. Ia ingin bertemu Datu Museng.

Singkat cerita,setelah  Datu Museng kembali dari negeri Arab, lengkap sudahlah ilmunya.  Di istana kesultanan, diadakan pertandingan permainan raga dengan mengundang pemuda yang ada di pelosok. Tujuannya  untuk menghibur tuan putri Maipa  agar keluar dari kamarnya.

Dari sekian banyak pemuda yang memainkan raga, tak satupun yang mampu mermainkan raga dengan baik. Kemudian tampil I Mangalasa,  permainannyapun sama. Sultan Sumbawa kemudian minta I Mangalasa untuk memberikan  raga itu pada Datu Museng. Setelah Datu  mendapatkan bola raga itu, pertamanya ia sering salah-salah, karena pikirnnya selalu tertuju pada Maipa. Namun setelah kakek AdeArangan berteriak, “perbaiki permainanmu datu Museng” teriakan itu didengar oleh Maipa,hingga Maipa beranjak  keluar dari kamarnya. Setelah melihat sekilas wajah  Maipa, Datu Museng kemudian bangkit semangatnya dan mempermainkan bola raga dengan piawai.

Walau Maipa hanya sebentar menampakkan wajahnya di jendela,  dan ia kembali ke kamarnya, tapi hati Datu Museng sudah terobati. Terakhir bola itu kemudian ditendang setinggi-tingginya keatas langit, kemudian jatuh diatas bumbungan istana, lalu menggelinding ke jendela bola itu terus berguling masuk ke kamar Maipa hingga naik dipembaringannya, membuat Maipa jatuh sakit.

Sakitnya Maipa membuat Sultan Sumbawa   makin gelisah.Sudah banyak dukun yang didatangkan  namun tak satupun bisa mengobati sakinya tuan putri. Atas petunjuk seorang ahli nujum,  tuan putri ini bisa sembuh,kalau didatangkan pemuda yang   sering disebut dalam tidurnya , Pemuda  yang sering disebut adalah Datu Museng.

Karena Sultan sayang pada putrinya, maka iapun memanggil Datu Museng. Datu Museng yang datang ke istana itu disambut ala raja.Setelah mesuk ke pembaringan tuan putri,iapun menyuruh  semua orang untuk keluar kamar. Maipa yang menyebut nama datu langsung berkata, “Aku Datu Museng,  kami sudah ada di dekatmu”  setelah diobati, mata tuan putri perlahan-pahan terbuka, akhirnya ia melihat wajah Datu Museng. Dari situlah penyakit Tuan putri  sudah sembuh.Namun untuk sembuh totalnya, Datu Museng menyarankan, agar pada bulan purnama, turun mandi di sungai yang ada di dekat istana.Namun jangan kaget, kalau disaat bencana  akan tiba, yakni angin topan disertai hujan lebat membuat perkampungan porakporanda, aku ada dibelakangmu  dan aku akan membawamu lari. Setelah itu  Datu Museng dan Maipa keluar kamar.  Kedua orang tuanya sangat gembira karena putrinya sudah sembuh ,Ia kemudian memberitahu, bahwa ia disuruh mandi di sungai pada malam bulan purnama.

Ketika tiba bukan purnama. Maipa kemudian turun ke sungai diantar oleh dayang-dayang dan pengawal istana, tiba-tiba  bencana angin topan datang disertai hujan deras membuat para dayang-dayang terlempar kena angin. Tak ajal, tuan putripun ikut terlempar, tapi cepat ditangkap Datu Museng untuk selanjutnya dibawah lari ke rumahnya.

Peristiwa hilangnya tuan putri itu membuat hati  kedua orang tuanya semakin sedih. Ia kmudian mencari kesana kemari,  tak diketahui kemana rimbanya. Terakhir terdengar kabar bahwa Maipa ada di rumah Datu Museng.

Para pengawal yang disuruh ke rumah Datu Museng meminta supaya Maipa dikembalikan, namun  Maipa tak mau, karena ia sudah  kawin lari dengan Datu Museng,kecuali kalau perkawinannya direstui oleh kedua orang tuanya. Dari sekian banyak pengawal yang meminta paksa Maipa pulang tak satupun yang bisa berhasil, karena   ia dihadang oleh kakek yang memiliki  pedang sakit Lila Buajaya (lidah buaya).

Kemudian tiba gilirang I Mangalasa mendatangi rumah Datu Museng untuk minta secara paksa agar Maipa pulang keistana. Kedatangannya disertai Tubarani dari Lombok. Ketika pasukan Mangalasa menyerang rumah Datu Museng,ia dihadang oleh kakeknya  Ade Arangan, kemudian Mangalasa  berduel satu lawan satu dengan Datu Museng.  Keris Datu Museng bernama Mattonjong Gadinna terkenal sakti hingga membuat Mangalasa tak berdaya. Keris pusaka itu kemudian melengket di dada  Mangalasa, hingga membuat ia tak bisa berkutik, namun Datu tak membunuhnya, karena sudah minta ampun.

Kekalahan pasukan Mangalasa kemudian dilaporkan pada Sultan Sumbawa Dato Taliwang.  Dato Taliwang kemudian menjawab, bagaimana mungkin kamu bisa diambil menantu, kalau menghadapi  dua orang saja tidak bisa,  apa lagi menghadapi rakyat banyak, Dengan alasan itulah, pinangan Mangalasa ditolak dan sebaliknya Sultan memanggil Datu Museng dan Maipa untuk merestui pernikahannya.

Setelah jadi suami istri, Datu Museng kemduian dinobatkan sebagai Panglima Perang di Sumbawa. Beberapa bulan kemudian terdengar kabar di negeri leluhurnya di Galesong, tentara Belanda membunuh banyak  keluarganya, hingga membuat hatinya terpangil pergi keneger  ileluhur membela keluarganya.

Ia  dan isterinya Maipa berlayar ke Mangkasara dan mendarat di Pantai Losari. Kedatangan  Datu dan istrinya dimata-matai oleh tentara belanda hingga ia ketahuan. Sementara Tumalompoa (Belanda) yang ingin melenyapkan Datu Museng dan merebut istrinya Maipa. Ia kemudian memperalat Daeng Jarre juga Datu Jereweh untuk memata-matainya.

Tumalompoa kemudian merekrut  para tubarani, diantaranya Karaeng Galesong untuk menumpas pemberontakan Datu Museng, namun selalu kalah. Terakhir Tumalompoa mendatangkan pasukan secara besar-besaran . Dalam kondisi terjepit,  Datu Museng kemudian menghampiri istrinya Maipa dan menanyakan, apa permintaan terakhirmu, sebab musuh  sudah mengepung kita dan sebentar lagi kita akan mati.

Maipa kemudian menjawab, “saya lebih suka mati di tangan suamiku daripada kulit saya disentuh oleh Tumalompoa, apa lagi dijadikan aku sebagai istrinya”, lalu apa maumu.? , Tanya Datu. “ Aku lebih suka mati ditanganmu Datu dengan kerismu dari pada aku jatuh dipelukan  Tumalompoa”. “Maipa..! teriak Datu.

Ketika musuh sudah mendakat,  Maipa kemudian minta agar Datu segera  melaksanakan permintaannya dengan  mengelus keris di lehernya hingga menemui ajalnya. Sebelum permintaan itu  dikabulkan, Datu Museng sempat berpesan. “Kalau adinda sudah jalan duluan menghadap Ilahi, kalau saya tak menyusul di waktu duhur, tunggu di waktu ashar, tapi kalau tak ada di waktu ashar, pasti saya datang menemuiamu di waktu magrib”. Sertelah itu Datu kemudian melaksanakan permintaannya dengan menusuk leher Maipa hingga menemui ajalnya. Setelah itu, mayat Maipa  didudukkan di ruang tengah.

Ketika pasukan Belanda mendekati rumah Datu Museng,  banyak pasukan Datu Museng mati tertembak. Disaat  memasuki waktu duhur, Datu Museng masih  sempat melawan, demikian juga di waktu asar, tetapi ketika memasuki waktu Magrib,walau Datu Museng  masih bisa melawan, tetapi janjinya pada Maipa  Deapati sudah sampai dan ia segera menyusul. Apa lagi ia sudah melihat bayangan Maipa di ufuk barat sudah melambai-lambai, maka ia memasrahkan dirinya pada  Karaeng Galesong untuk membunuhnya.


Ketika melihat  Datu Museng sudah terbunuh,Karaeng Galesong kemdian segera berlari masuk  ruang tengah,dan didapatinya Maipa sedang duduk, Iapun memboyong Maipa keluar dan menaruhnya diatas kereta kuda Tuan Malompoa. Tumalompoa  yang bersorak ria merayakan kemenangan,  lalu naik kereta kuda duduk dekat Maipa.  Disaat kereta  kuda itu berlari diatas jalan berbatuan, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kucuran  darah Maipa membasahi baju Tumalompoa. Kondisi ini  membuat Tumalompoa marah. Ia merasa ditipu oleh Karaeng Galesong, maka Tumalompoa kemudian memerintahkan pada pasukan Belanda untuk membunuh Karaeng Galesong hingga akhirnya  Karaeng Galesong  mati di tempat itu juga.*(Zainuddin Tika)


No comments:

Post a Comment