Kisah cinta Datu Museng
& Maipa Deapati
Zainuddin Tika Sejarah
Kerajaan Gowa
Kisah cinta Datu Museng & Maipa Deapati berawal dari
Tanah Galesong. Galesong dulunya merupakan pusat Angkatan Laut kerajaan
Gowa,telah merekrut pemuda dari berbagai daerah kekuasaan. Tersebutlah
Ade Arangan dari Kesultanan Sumbawa yang datang memperkuat Angkatan Laut kerajaan Gowa di Galesong. Ade Arangan kemudian kawin dengan gadis
bangsawan Galesong hingga melahirkan beberapa orang anak, diantaranya Karaeng
Gassing.
Anaknya Karaeng Gassing setelah dewasa kahwin dengan gadis
Galesong hingga membuahkan seorang anak bernama
I Baso Mallarangang, atau lebih dikenal dengan nama Datu Museng.
Pada usia 3 tahun, kedua orang
tua Datu Museng dibunuh oleh pasukan Belanda.
Ade Arangan kemudian memelihara cucunya dan menyelamatkannya dengan
membawa ke negeri kelahirannya di kesultanan Sumbawa.
Sampai di Sumbawa, Ade Arangan diterima baik oleh Sultan
Sumbawa dan ia diberi tempat dan lahan
perkebunan. Datu Museng yang sudah memasuki usia kanak-kanak disuruh mengaji di surau yang diasuh Kadi
Mampawa. Disana ia bertemu Maipa, putri Sultan Sumbawa.
Setelah dewasa, di surau
tempat Datu Museng menuntut ilmu
melihat Maipa yang sudah tumbuh menjadi gadis cantik sedang bermain cincin. Cincin permatanya
jatuh ke kolom rumah. Datu Museng kemudian cepat mengambilkan cincin Maipa di
kolom rumah, kemudian keatas untuk memberikannya. Sebelum memberi, Datu Museng
kemudian berkata ”Cincinmu telah kucincin, aku tak kan memberikan bila tidak
memperistrikanmu. Dari situlah awal
cinta Datu Museng – Maipa mulai merajut.
Cinta kedua sejoli ini terhalang, karena ternyata Maipa sudah dijodohkan dengan orangtuanya sejak
masih kecil dengan pria bangsawan Lombok
bernama Mangalasa. Mangalasa yang sudah dewasa sering ke Sumbawa dan
melihat Maipa sudah tidak cinta padanya,tapi sudah beralih ke Datu Museng. Ini
membuat Mangalasa marah.
Dalam kondisi demikian,
Kakek Ade Arangan menyarankan kepada
Datu Museng agar pergi ke negeri Arab menuntut Ilmu Sufi serta ke Madina untuk mencari ilmu Bunga
Ejana Madina.Dengan kedua ilmu ini, Datu Musneg bisa mejadi seorang sufi atau
ulama juga bisa menjadi seorang ksatria dan menjadi dambaan setiap wanita.
Sementara Maipa yang ditinggal Datu Museng terus mengurung diri dalam kamar. Ia
ingin bertemu Datu Museng.
Singkat cerita,setelah
Datu Museng kembali dari negeri Arab, lengkap sudahlah ilmunya. Di istana kesultanan, diadakan pertandingan
permainan raga dengan mengundang pemuda yang ada di pelosok. Tujuannya untuk menghibur tuan putri Maipa agar keluar dari kamarnya.
Dari sekian banyak pemuda yang memainkan raga, tak satupun
yang mampu mermainkan raga dengan baik. Kemudian tampil I Mangalasa, permainannyapun sama. Sultan Sumbawa kemudian
minta I Mangalasa untuk memberikan raga
itu pada Datu Museng. Setelah Datu
mendapatkan bola raga itu, pertamanya ia sering salah-salah, karena
pikirnnya selalu tertuju pada Maipa. Namun setelah kakek AdeArangan berteriak,
“perbaiki permainanmu datu Museng” teriakan itu didengar oleh Maipa,hingga
Maipa beranjak keluar dari kamarnya.
Setelah melihat sekilas wajah Maipa,
Datu Museng kemudian bangkit semangatnya dan mempermainkan bola raga dengan
piawai.
Walau Maipa hanya sebentar menampakkan wajahnya di
jendela, dan ia kembali ke kamarnya,
tapi hati Datu Museng sudah terobati. Terakhir bola itu kemudian ditendang
setinggi-tingginya keatas langit, kemudian jatuh diatas bumbungan istana, lalu
menggelinding ke jendela bola itu terus berguling masuk ke kamar Maipa hingga
naik dipembaringannya, membuat Maipa jatuh sakit.
Sakitnya Maipa membuat Sultan Sumbawa makin gelisah.Sudah banyak dukun yang
didatangkan namun tak satupun bisa
mengobati sakinya tuan putri. Atas petunjuk seorang ahli nujum, tuan putri ini bisa sembuh,kalau didatangkan
pemuda yang sering disebut dalam
tidurnya , Pemuda yang sering disebut
adalah Datu Museng.
Karena Sultan sayang pada putrinya, maka iapun memanggil
Datu Museng. Datu Museng yang datang ke istana itu disambut ala raja.Setelah
mesuk ke pembaringan tuan putri,iapun menyuruh
semua orang untuk keluar kamar. Maipa yang menyebut nama datu langsung
berkata, “Aku Datu Museng, kami sudah
ada di dekatmu” setelah diobati, mata
tuan putri perlahan-pahan terbuka, akhirnya ia melihat wajah Datu Museng. Dari
situlah penyakit Tuan putri sudah
sembuh.Namun untuk sembuh totalnya, Datu Museng menyarankan, agar pada bulan
purnama, turun mandi di sungai yang ada di dekat istana.Namun jangan kaget,
kalau disaat bencana akan tiba, yakni
angin topan disertai hujan lebat membuat perkampungan porakporanda, aku ada
dibelakangmu dan aku akan membawamu
lari. Setelah itu Datu Museng dan Maipa
keluar kamar. Kedua orang tuanya sangat
gembira karena putrinya sudah sembuh ,Ia kemudian memberitahu, bahwa ia disuruh
mandi di sungai pada malam bulan purnama.
Ketika tiba bukan purnama. Maipa kemudian turun ke sungai
diantar oleh dayang-dayang dan pengawal istana, tiba-tiba bencana angin topan datang disertai hujan
deras membuat para dayang-dayang terlempar kena angin. Tak ajal, tuan putripun
ikut terlempar, tapi cepat ditangkap Datu Museng untuk selanjutnya dibawah lari
ke rumahnya.
Peristiwa hilangnya tuan putri itu membuat hati kedua orang tuanya semakin sedih. Ia kmudian
mencari kesana kemari, tak diketahui
kemana rimbanya. Terakhir terdengar kabar bahwa Maipa ada di rumah Datu Museng.
Para pengawal yang disuruh ke rumah Datu Museng meminta
supaya Maipa dikembalikan, namun Maipa
tak mau, karena ia sudah kawin lari
dengan Datu Museng,kecuali kalau perkawinannya direstui oleh kedua orang
tuanya. Dari sekian banyak pengawal yang meminta paksa Maipa pulang tak satupun
yang bisa berhasil, karena ia dihadang
oleh kakek yang memiliki pedang sakit
Lila Buajaya (lidah buaya).
Kemudian tiba gilirang I Mangalasa mendatangi rumah Datu
Museng untuk minta secara paksa agar Maipa pulang keistana. Kedatangannya
disertai Tubarani dari Lombok. Ketika pasukan Mangalasa menyerang rumah Datu
Museng,ia dihadang oleh kakeknya Ade
Arangan, kemudian Mangalasa berduel satu
lawan satu dengan Datu Museng. Keris
Datu Museng bernama Mattonjong Gadinna terkenal sakti hingga membuat Mangalasa
tak berdaya. Keris pusaka itu kemudian melengket di dada Mangalasa, hingga membuat ia tak bisa
berkutik, namun Datu tak membunuhnya, karena sudah minta ampun.
Kekalahan pasukan Mangalasa kemudian dilaporkan pada Sultan
Sumbawa Dato Taliwang. Dato Taliwang
kemudian menjawab, bagaimana mungkin kamu bisa diambil menantu, kalau
menghadapi dua orang saja tidak bisa, apa lagi menghadapi rakyat banyak, Dengan
alasan itulah, pinangan Mangalasa ditolak dan sebaliknya Sultan memanggil Datu
Museng dan Maipa untuk merestui pernikahannya.
Setelah jadi suami istri, Datu Museng kemduian dinobatkan
sebagai Panglima Perang di Sumbawa. Beberapa bulan kemudian terdengar kabar di
negeri leluhurnya di Galesong, tentara Belanda membunuh banyak keluarganya, hingga membuat hatinya terpangil
pergi keneger ileluhur membela
keluarganya.
Ia dan isterinya
Maipa berlayar ke Mangkasara dan mendarat di Pantai Losari. Kedatangan Datu dan istrinya dimata-matai oleh tentara
belanda hingga ia ketahuan. Sementara Tumalompoa (Belanda) yang ingin
melenyapkan Datu Museng dan merebut istrinya Maipa. Ia kemudian memperalat
Daeng Jarre juga Datu Jereweh untuk memata-matainya.
Tumalompoa kemudian merekrut
para tubarani, diantaranya Karaeng Galesong untuk menumpas pemberontakan
Datu Museng, namun selalu kalah. Terakhir Tumalompoa mendatangkan pasukan
secara besar-besaran . Dalam kondisi terjepit,
Datu Museng kemudian menghampiri istrinya Maipa dan menanyakan, apa
permintaan terakhirmu, sebab musuh sudah
mengepung kita dan sebentar lagi kita akan mati.
Maipa kemudian menjawab, “saya lebih suka mati di tangan
suamiku daripada kulit saya disentuh oleh Tumalompoa, apa lagi dijadikan aku
sebagai istrinya”, lalu apa maumu.? , Tanya Datu. “ Aku lebih suka mati
ditanganmu Datu dengan kerismu dari pada aku jatuh dipelukan Tumalompoa”. “Maipa..! teriak Datu.
Ketika musuh sudah mendakat,
Maipa kemudian minta agar Datu segera
melaksanakan permintaannya dengan
mengelus keris di lehernya hingga menemui ajalnya. Sebelum permintaan
itu dikabulkan, Datu Museng sempat
berpesan. “Kalau adinda sudah jalan duluan menghadap Ilahi, kalau saya tak
menyusul di waktu duhur, tunggu di waktu ashar, tapi kalau tak ada di waktu
ashar, pasti saya datang menemuiamu di waktu magrib”. Sertelah itu Datu
kemudian melaksanakan permintaannya dengan menusuk leher Maipa hingga menemui
ajalnya. Setelah itu, mayat Maipa
didudukkan di ruang tengah.
Ketika pasukan Belanda mendekati rumah Datu Museng, banyak pasukan Datu Museng mati tertembak.
Disaat memasuki waktu duhur, Datu Museng
masih sempat melawan, demikian juga di
waktu asar, tetapi ketika memasuki waktu Magrib,walau Datu Museng masih bisa melawan, tetapi janjinya pada
Maipa Deapati sudah sampai dan ia segera
menyusul. Apa lagi ia sudah melihat bayangan Maipa di ufuk barat sudah
melambai-lambai, maka ia memasrahkan dirinya pada Karaeng Galesong untuk membunuhnya.
Ketika melihat Datu
Museng sudah terbunuh,Karaeng Galesong kemdian segera berlari masuk ruang tengah,dan didapatinya Maipa sedang
duduk, Iapun memboyong Maipa keluar dan menaruhnya diatas kereta kuda Tuan
Malompoa. Tumalompoa yang bersorak ria
merayakan kemenangan, lalu naik kereta
kuda duduk dekat Maipa. Disaat
kereta kuda itu berlari diatas jalan
berbatuan, tiba-tiba ia dikejutkan dengan kucuran darah Maipa membasahi baju Tumalompoa.
Kondisi ini membuat Tumalompoa marah. Ia
merasa ditipu oleh Karaeng Galesong, maka Tumalompoa kemudian memerintahkan
pada pasukan Belanda untuk membunuh Karaeng Galesong hingga akhirnya Karaeng Galesong mati di tempat itu juga.*(Zainuddin Tika)
Sumber : zainuddintika.blogspot.my
No comments:
Post a Comment