Kerajaan islam di Kalimantan
1. Kesultanan Pasir (1516)
2. Kesultanan
Banjar (1526-1905)
3. Kesultanan
Kotawaringin
4. Kerajaan
Pagatan (1750)
5. Kesultanan
Sambas (1675)
6. Kesultanan
Kutai Kartanegara ing Martadipura
7. Kesultanan
Berau (1400)
8. Kesultanan
Sambaliung (1810)
9. Kesultanan
Gunung Tabur (1820)
10. Kesultanan
Pontianak (1771)
11. Kerajaan Tidung
12. Kesultanan
Bulungan(1731)
A.Kesultanan Pasir
Dulu rakyat dayak pasir, diperintahkan oleh kepala-kepala
dari rakyat dayak sendiri, ada kepala suku dayak yang sangat berpengaruh
bernama Tamanggung Tokio, mengusulkan agar di daerah daerah dikepali oleh sorang
kepala suku dan untuk itu di minta sultan yang dekat tempat tinggalnya. Mereka
telah berangkat dengan perahu yang penuh
bermuatan emas dan perak, yang
dianugrahkan kepada nya kepada raja yang baru , mereka telah pergi ke utara dan
selatan, tetapi tak ada mendapat
seorangpun yang dipandang cakap.
Tamanggung tokio sangatlah sedih sampai tidak minum dan
makan , kemudian dalam mimpinya ia melihat seorang tua yang berkata kepadanya:
Untuk mendapat raja, baiklah engkau pergi kelaut, dan disitu engkau memperoleh
sepotong bambu, yang ruasnya tarapung
apung dilaut ambilah bambu itu, dan
bungkuslah dengan sutra kuning, karena didalam bambu itu ada sebutir telur yang
harus dirabun diberi asap dupa, menyan dan garu. Dan dari telur itu nanti akan
dilahirkan seorang raja perempuan.
Pada esokkan harinya sesudah dia bangun, tamanggung tokio
menuruti pesan perempuan dalam mimpinya . sesudah 3 hari 3 malam telur itu
didupakan, maka terbelah dua lah buluh itu dan dari telur itu pecah pula dan
dilahirkan seorang bayi puteriyang cantik jelita. Anak itu sama sekali tidak
mampu menyusu, setelah berusaha dapatlah ia diberi makanan dengan susu kerbau
putih: lambat laun menjadi akil balig. Puteri inilah yang diangkat jadi raja
ratu pasir , dan waktu ia berumur 15 tahun
ia telah dinikahnkan , tetapi malang sekali ia tidak mendapat keturunan
sehingga harus diceraikan beberapa kali. Seterusnya sesudah kawin yang ketujuh
kali , belum juga mempunyai anak, kebetulan datang lah seorang arab dari jawa
(gresik), terus dikawin kan dengan sang puteri . orang yang dari gresik
tersebut dicarinya dukun agar membuang sari bambu yang ada pada sang puteri
sehingga bisa melahirkan 2 puteri dan satu putera. Puetri yang tertua
dikawinkan dengan seorang arab yang
membawa agama islam dipasir (1600). Yang putera sesudah ibunda mangkat,
mengantikan duduk disingasana. Inilah cerita ringkas dari raja pasir, yang
berasal dari sebutir telur dan bersuamikan putera arab dari jawa.
B.Kesultanan Banjar (1526-1905)
Kesultanan
Banjar atau Kesultanan Banjarmasin (berdiri 1520, masuk Islam 24 September
1526, dihapuskan Belanda 11 Juni 1860, pemerintahan darurat/pelarian berakhir
24 Januari 1905) adalah sebuah kesultanan wilayahnya saat ini termasuk ke dalam
provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.
Kesultanan ini semula beribukota di
Banjarmasin kemudian dipindahkan ke Martapura dan sekitarnya (kabupaten
Banjar). Ketika beribukota di Martapura disebut juga Kerajaan Kayu Tangi.
Ketika ibukotanya masih di Banjarmasin, maka kesultanan ini
disebut Kesultanan Banjarmasin. Kesultanan Banjar merupakan penerus dari
Kerajaan Negara Daha yaitu kerajaan Hindu yang beribukota di kota Negara,
sekarang merupakan ibukota kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan.
C. Kesultanan Kotawaringin
Kerajaan
Kotawaringin adalah sebuah kerajaan Islam (kepangeranan cabang Kesultanan
Banjar) di wilayah yang menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat saat ini di
Kalimantan Tengah yang menurut catatan istana al-Nursari (terletak di Kotawaringin
Lama) didirikan pada tahun 1615 atau 1530, dan Belanda pertama kali melakukan
kontrak dengan Kotawaringin pada 1637, tahun ini dianggap sebagai tahun
berdirinya sesuai dengan Hikayat Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar versi
I) yang bagian terakhirnya saja ditulis tahun 1663 dan di antara isinya tentang
berdirinya Kerajaan Kotawaringin pada masa Sultan Mustain Billah. Pada mulanya
Kotawaringin merupakan keadipatian yang dipimpin oleh Dipati Ngganding.
Kerajaan Pagatan (1750). Kerajaan Pagatan (1775-1908) adalah
salah satu kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Tanah Kusan atau daerah
aliran sungai Kusan, sekarang wilayah ini termasuk dalam wilayah Kabupaten
Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Wilayah Tanah Kusan bertetangga dengan wilayah
kerajaan Tanah Bumbu (yang terdiri atas negeri-negeri: Batu Licin, Cantung,
Buntar Laut, Bangkalaan, Tjingal, Manunggul, Sampanahan).
D.Kesultanan Sambas (1675)
Kesultanan
Sambas adalah kesultanan yang terletak di wilayah pesisir utara Propinsi Kalimantan
Barat atau wilayah barat laut Pulau Borneo (Kalimantan)dengan pusat
pemerintahannya adalah di Kota Sambas sekarang. Kesultanan Sambas adalah
penerus dari kerajaan-kerajaan Sambas sebelumnya. Kerajaan yang bernama Sambas
di Pulau Borneo atau Kalimantan ini telah ada paling tidak sebelum abad ke-14 M
sebagaimana yang tercantum dalam Kitab Negara Kertagama karya Prapanca. Pada
masa itu Rajanya mempunyai gelaran "Nek" yaitu salah satunya bernama
Nek Riuh. Setelah masa Nek Riuh, pada sekitar abad ke-15 M muncul pemerintahan
Raja yang bernama Tan Unggal yang terkenal sangat kejam. Karena kekejamannya
ini Raja Tan Unggal kemudian dikudeta oleh rakyat dan setelah itu selama
puluhan tahun rakyat di wilayah Sungai Sambas ini tidak mau mengangkat Raja
lagi. Pada masa kekosongan pemerintahan di wilayah Sungai Sambas inilah
kemudian pada awal abad ke-16 M (1530 M) datang serombongan besar Bangsawan
Jawa (sekitar lebih dari 500 orang) yang diperkirakan adalah Bangsawan
Majapahit yang masih hindu melarikan diri dari Pulau Jawa (Jawa bagian timur)
karena ditumpas oleh pasukan Kesultanan Demak dibawah Sultan Demak ke-3 yaitu
Sultan Trenggono.
E.Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Kesultanan
Kutai atau lebih lengkap disebut Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
(Martapura) merupakan kesultanan bercorak Islam yang berdiri pada tahun 1300
oleh Aji Batara Agung Dewa Sakti di Kutai Lama dan berakhir pada 1960. Kemudian
pada tahun 2001 kembali eksis di Kalimantan Timur setelah dihidupkan lagi oleh
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai upaya untuk melestarikan budaya
dan adat Kutai Keraton. Dihidupkannya kembali Kesultanan Kutai ditandai dengan
dinobatkannya sang pewaris tahta yakni putera mahkota Aji Pangeran Prabu Anum
Surya Adiningrat menjadi Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dengan gelar
H. Adji Mohamad Salehoeddin II pada tanggal 22 September 2001.
F.Kesultanan Berau (1400).
Kesultanan
Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Berau
sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14 dengan raja pertama yang
memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji Raden Suryanata Kesuma dan
istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji Permaisuri. Pusat
pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung Tabur.[3] Sejarahnya
kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah menjadi dua yaitu
Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung.Menurut Staatsblad van
Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling
berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van
Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8
G.Kesultanan Sambaliung (1810).
Kesultanan
Sambaliung adalah kesultanan hasil dari pemecahan Kesultanan Berau, dimana
Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Gunung Tabur pada sekitar tahun
1810-an. Sultan Sambaliung pertama adalah Sultan Alimuddin yang lebih dikenal
dengan nama Raja Alam. Raja Alam adalah keturunan dari Baddit Dipattung atau
yang lebih dikenal dengan Aji Suryanata Kesuma raja Berau pertama. Sampai
dengan generasi ke-9, yakni Aji Dilayas. Aji Dilayas mempunyai dua anak yang
berlainan ibu. Yang satu bernama Pangeran Tua dan satunya lagi bernama Pangeran
Dipati. Kemudian, kerajaan Berau diperintah
secara bergantian antara keturunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati (hal inilah
yang membuat terjadinya perbedaan pendapat yang bahkan kadang-kadang
menimbulkan insiden). Raja Alam adalah cucu dari Sultan Hasanuddin dan cicit
dari Pangeran Tua, atau generasi ke-13 dari Aji Surya Nata Kesuma. Raja Alam
adalah sultan pertama di Tanjung Batu Putih, yang mendirikan ibukota
kerajaannya di Tanjung pada tahun 1810. (Tanjung Batu Putih kemudian menjadi
kerajaan Sambaliung).
H.Kesultanan Gunung Tabur (1820)
Kesultanan
Gunung Tabur adalah kerajaan yang merupakan hasil pemecahan dari Kesultanan
Berau, dimana Berau dipecah menjadi dua, yaitu Sambaliung dan Kesultanan Gunung
Tabur pada sekitar tahun 1810-an. Kesultanan ini sekarang terletak dalam wilayah
kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur.
I.Kesultanan Pontianak (1771)
Kesultanan
Kadriah Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh penjelajah dari Arab Hadramaut
yang dipimpin oleh al-Sayyid Syarif 'Abdurrahman al-Kadrie, keturunan
Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha. Ia melakukan dua pernikahan politik di
Kalimantan, pertama dengan putri dari Panembahan Mempawah dan kedua dengan
putri Kesultanan Banjarmasin (Ratu Syarif Abdul Rahman, puteri dari Sultan
Sepuh Tamjidullah I).Setelah mereka mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian
mendirikan Istana Kadariah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak
dari Belanda pada tahun 1779.
J.Kerajaan Tidung
Kerajaan
Tidung atau dikenal pula dengan nama Kerajaan Tarakan (Kalkan/Kalka) adalah
kerajaan yang memerintah Suku Tidung di utara Kalimantan Timur, yang
berkedudukan di Pulau Tarakan dan berakhir di Salimbatu.
K.Kesultanan Bulungan(1731).
Kesultanan
Bulungan atau Bulongan adalah kesultanan yang pernah menguasai wilayah pesisir
Kabupaten Bulungan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan, dan Kota Tarakan
sekarang. Kesultanan ini berdiri pada tahun 1731, dengan raja pertama bernama Wira
Amir gelar Amiril Mukminin (1731–1777), dan Raja Kesultanan Bulungan yang
terakhir atau ke-13 adalah Datuk Tiras gelar Sultan Maulana Muhammad
Djalalluddin (1931-1958).
Peninggalan Sejarah Kerajaan Islam di Kalimantan
1. Keraton Kadriah (kota Pontianak)
Keraton Kadriah Pontianak merupakan pusat pemerintahan
Pontianak tempo dulu, struktur bangunannya terbuat dari kayu yang sangat kokoh,
didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie pada tahun 1771. keraton ini
memberikan daya tarik khusus bagi para pengunjung dengan banyaknya artefak atau
benda-benda bersejarah seperti beragam perhiasan yang digunakan secara
turun-temurun sejak jaman dahulu. Di samping itu, koleksi tahta, meriam,
benda-benda kuno, barang pecah belah dan foto keluarga yang telah mulai pudar,
menggambarkan kehidupan dan kejayaan kerajaan ini dimasa lampau.
2. Keraton
Amantubillah (Pontianak)
Mempawah, memilki beragam potensi wisata. Selain event
tahunan berupa acara robo-robo, mempawah juga memilki istana Amantubillah, seni
budaya, dan beragam kuliner khas
mempawah. Nama Istana “Amantubillah” mempunyai arti, “Aku beriman kepada
Allah”. Istana yang didominasi oleh warna hijau ini menempatkan tulisan “
Mempawah harus maju, malu dengan adat” pada pintu gerbang istana.
3. Keraton
Ismahayana (Kab. Landak)
Keraton Ismahayana Landak terletak sekitar 50 meter
disebelah barat sungai pinyuh yang membelah kota ngabang. Istana ini berupa
rumah panggung khas melayu Kalimantan Barat yang memanjang kebelakang dengan
fondasi, lantai dan dinding, serta atap sirap dari kayu belian sebagai bahan
utamanya. Terdapat beberapa koleksi peninggalan Kesultanan Landak yang
tergolong sebagai warisan budaya dan sejarah, diantaranya mahkota Sultan
Landak, keris “si kanyut”, sepasang pedang sakti, tempat tidur panembahan dan
istrinya, duplikat payung kebesaran Sultan, dua kipas raja, seperangkat
gamelan, dan Al-Quran kuno. Selain itu, ada juga artefak-artefak lain seperti
meriam “si penyuk” dan empat buah meriam lainnya, lontar silsilah raja dan
sejarah singkat Kesultanan Landak, foto-foto keluarga raja, bendera Kesultanan,
serta perlengkapan upacara perkawinan adat berupa timbangan kayu.
4. Keraton Surya
Negara (Kab. Sanggau)
Dearah yang dikenal dengan julukan Bumi Daranante ini
memilki banyak keunikan. Baik beragam kekayaan alam, sejarah maupun pesona
budaya daerahnya. Seiring peradaban manusia, Kabupaten Sanggau juga mempunyai
peninggalan kebudayaan jaman keemasan masyarakat sanggau tempo dulu. Ditandai
dengan terdapatnya Keraton Surya Negara. Dari sejarah kerajaan sanggau
memerintah pada abad ke-18 dengan rajanya bergelar “Panembahan”. Catatan
seharah menyebutkan bahwa pertama kali Kerjaan Sanggau didirikan oleh Daranante.
Dia bukan asli Sanggau, namun berasal dari Kabupaten Ketapang. Daranante kemudian
menikah dengan Babai Cingak darui suku dayak Sanggau
5. Keraton Matan
(Kab. Ketapang)
Matan yang berarti “Tanah Keselamatan” merupakan kerajaan yang memilki sejarah
panjang. Kerajaan Matan ini merupakan saksi bisu perjalanan sejarah masyarakat
dan pemerintah Kabupaten Ketapang. Sekaligus dinasti terakhir Kerajaan
Tanjungpura beragama hindu yang pernah berdiri sejak abad 9. baru setelah tahun
1451 raja-raja Tanjungpura memeluk agama islam dengan nama Kerajaan Matan yang
dipimpin raja pertama bercirikan islam yakni pangeran Giri Kusuma. Koleksi unik
terdapat di keraton ini adalah Meriam “Padam Pelita” dan sepasang tempayan
bersejarah.
6. Rumah Melayu
(Kab. Ketapang)
Pada arsitektur
traditional melayu terkandung nilai budaya yang tinggi. Hal ini terlihat dari
bentuk bubungan yang tidak lurus. Tetapi agak mencuat ke kanan dan ke kiri.
Dapat disimpulkan bahwa para ahli pembuat rumah melayu jaman dahulu telah
memikirkan faktor keindahan pada bubungan rumah yang mereka diami. Letak rumah
melayu pada jaman dahulu menghadap ke arah matahari terbit. Ini berarti
mengharapkan berkah dan rahmat seperti halnya matahari pagi yang bersinar
cerah.
7. Keraton Al
Mukarramah (Kab.Sintang)
Seorang belanda. Sampai saat ini kompleks Istana Sintang
masih terawat dengan baik. Dihalaman istana, terdapat sebuah meriam dan situs
batu kundur, yaitu sebuah batu peninggalan Demong Irawan sebagai lambang
berdirinya Kerajaan Sintang. Di serambi depan istana terpajang salinan
Undang-undang Adat Kerajaan Sintang yang terbuat pada masa pemerintahan Sultan
Nata (disalin ulang pada tahun 1939) serta silsilah raja-raja yang pernah
memerintah Kerajaan Sintang. Sedangkan pada bangunan sisi barat dan timur
tersimpan koleksi meriam, naskah Al-Quran tulisan tangan pada masa Sultan Nata.
8. Keraton
Alwatzikhoebillah (Kab. Sambas)
Kuno tapi terawat dengan baik. Hijau dan sejuk. Begitulah
kira-kira kesan yang muncul ketika menginjakkan aki di istana Alwatzikhoebillah
Kesultanan Sambas ini, bangunan istana didominasi dengan warna kuning sebagai
warna khas melayu yang melambangkan kewibawaan dan keluhuran budi pekerti.
Terdapat pula bekas kolam pemandian keluarga sultan di samping kanan istana dan rumah kediaman keluarga
sultan yang berada di belakang istana. Pada sore hari, pengunjung akan berdecak
kagum melihat pesona istana ini yang eksotik, apalagi di lihat dari atas perahu
yang berjalan perlahan-perlahan di atas
Sungai Sambas Kecil.
9. Rumah Adat Dayak
Sebujit (Kab. Bengkayang)
Rumah adat dayak sebujit yang bernama “Balug” ini terletak
di kampung sebujit kecamatan siding Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat ini
merupakan rumah adat dayak yang dimilki suku dayak Bidayuh. Khasanah masyarakat
dayak bidayuh menggambarkan kebersamaan dan sangat menghormati setiap tamu yang
datang. Benda-benda pusaka masih tetap menjadi simbol keperkasaan dan manjadi
kebanggan masyarakat sebagai peninggalan leluhur yang harus tetap dijaga dan
dihormati, sehingga ritual upacara adat tetap dilaksanakan setiap tahunnya.
Salah satu upacara yang dikenal adalah upacara nyobeng yaitu upacara memandikan
tengkorak manusia untuk keselamatan kampung dari bencana maupun malapetaka yang
mungkin akan datang juga sebagai simbol penghormatan terhadap roh leluhur.
10. Bangunan
Leluhur Marga Chia Hiap Sin (Kota Singkawang)
Sebuah bangunan ala Tiongkok kuno terletak di belakang
deretan bangunan ruko baru Jl. Budi Utomo, Singkawang. Tepatnya rumah no. 37
ini berada di ujung jalan menuju tepi sungai. Bangunan ini tampak masih kokoh
berdiri selama ratusan tahun hingga sekarang. Bentuknya yang mirip “Si he yuan”
(bangunan khas Tiongkok Utara) ini justru memberikan kesan bersahaja dan
sedikit kesuraman karena terkikis hantaman cuaca selama ratusan tahun. Namun,
rumah besar Hiap Sin ini merupakan bangunan ala kombinasi timur barat
satu-satunya yang tertua dan masih berdiri kokoh di Singkawang.
11. Rumah Betang (
Rumah Adat Dayak KaLBar)
Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam
kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan
individu dalam rumah tangga da masyarakat secara sistematis diatur melalui
kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik
dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka duka maupun mobilitas tenaga
untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah
Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang
menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan
yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah
suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik,
agama ataupun latar belakang sosial.
Sumber : musriyah.blogspot.my
Sumber : musriyah.blogspot.my
No comments:
Post a Comment