Historis Asal-Usul Berau
TINJAUAN HISTORIS TENTANG KERAJAAN BERAU (KURAN)
Asal Usul Penduduk Barrau
Menurut J. Skrom Kontler Berau, dalam Memorie Overgave en
Overname 31 Juli 1940, asal Barrau itu adalah sebagai berikut :
“Penduduk asli Berau dahulu disebut orang Banuwa. Mereka
berasal dari keturunan bangsa Melayu yang membuat koloni atau pemukiman
beberapa abad lampau. Tidak dapat dipungkiri bahwa dahulu Berau dibawah
pengaruh Majapahit".
DR. Ahmad Ramli sangat tertarik tentang masalah ini mencoba
dengan metode bleodgroepbepaling (ketentuan golongan darah). Melalaui cara ini,
ia berhasil dan membuat kesimpulan bahwa urang Barrau adalah berasal dari
Deutro Melayu-Sumatera (Melayu – Muda – Sumatera).
Memperhatikan bahasa lisan, dalam percakapannya terdapat
kata-kata bahasa suku lain, akan tetapi pada umumnya bahasa Barrau itu
persamaannya dengan bahasa melayu.
Walaupun pada beberapa tempat, terjadi percampuran darah
dengan orang Bugis, Solok, Basap dan lain-lain, tetapi orang Barrau masih tetap
mempertahankan identitas (jati dirinya), terutama raja-raja dan para bangsawan
yang asli keturunan Malayu.
Pada abad ke 7 sampai abad ke XIV kerajaan Sriwijaya
mencapai puncak kejayaannya. Perdagangan antara Timur – Tengah dengan Negeri
Cina melalui Sriwijaya. Pedagang-pedagang Arab, Parsi, India dan Cina,
menjadikan Selat Malaka, Pantai Timur Sumatera, Pantai Barat, dan Pantai
Timur-Utara Kalimantan sebagai jalur pelayarannya. Banyak bandar-bandar dan
kota-kota kecil di pantai Timur Sumatera di pesisir pulau Kalimantan menjadi
besar serta kehidupan rakyatnya bertambah makmur.
Cikal-bakal Kerajaan Berau (Barrau)
Diperkirakan perpindahan Deutro-Melayu-Sumatera itu, pada
zaman kerajaan Sriwijaya. Mereka membangun pemukiman baru di daerah Sukadana,
Sambas, Berunai, dan Berau berbaur dengan Deutro-Melayu-Kalimantan.
Untuk menjadi lampiran memorie-nya J.S. Krom, meminta
bantuan Sultan Sambaliung dan Sutan Gunung Tabur menyusun sejarah Berau.
Sebagai pelaksananya dibentuk Tim Penulis terdiri Klerk Lauw. Aji Berni
Masuarno juru tulis kelas 1 Datu Ullang putera dari Sultan Amiruddin
Sambaliung, Aji Raden Ayub putera dari Sultan H. Siranuddi Gunung Tabur dibantu
beberapa magang seperti Abdul Wahab, Adam, Khirul Arip.
Berdasarkan data-data otentik yang dapat dihimpun dari kedua
kerajaan itu serta naskah-naskah tradisional milik perorangan, berhasil disusun
sejarah Berau.
Ringkasannya sebagai berikut :
Adapun asal mula Nagri Barrau itu terdiri dari lima Banuwa
(Nagri) dan dua kampung.
Pertama : Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang tuanya
bernama Rangga Si Kannik Saludai. Pengarappan atau Punggawanya Bernama Harimau
Jantan, Lambu Tunggal dan Kuda Sambarani. Wilayah kekuasaannya dari Bulalung
Karantigau, Kubuan Pindda, Mangkapadi, Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata
Jelanjang, Betayu, Sesayap, Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan
Kinabatangan berbatasan dengan Brunei.
Kedua : Nagri Kuran kepalanya bernama Tumanggung Macan
Nagara.
Ketiga : Nagri Bulalung, Orang tuanya bernama Angka Yuda, ia
mempunyai seorang anak laki-laki bernama Si Kuripan.
Keempat : Nagri Sawakung di dalam sungai Kelay. Orang Tuanya
bernama Si Patungut gelar Kahar Janggi dan Wakilnya Si Balamman gelar Kahar
Pahlawan. Wilayahnya Passut, Bandang dan Maras sampai ke Ulu Kelay.
Kelima : Nagri Pantai. Kepala Nagrinya bernama Rangga
Batara. Ia mempunyai seorang puteri yang termasyhur kecerdikannya bernama Si
Kannik Barrau Sanipah. Punggawanya Rantai Tumiang, Unjit – Unjit Raja, Panas
Karamian dan Ujan Bawari. Wilayah kekuasaannya Buyung-buyung, Semurut, Tabalar,
Karang Bassar, Balikkukup, Mataha, Kaniiungan, Talisatan, Dumaring, Batu Putih,
Tallauk Sumbang dan Maubar. Perbatasannya dengan Kutai di laut ialah pulau
Bira-Biraan Batu Baukir di Tanjung Mangkalihat dan Gunung Bariun di tengah
hutan.
Keenam : Kampung Bunyut Letaknya di Tanjung Batu, Kepalanya
Bernama Jaya Pati, mempunyai seorang anak angkat bernama Dayang Bunyut anak
Raja Mangindanao.
Ketujuh : Kampung Lati, tempatnya cabang kiri masuk sungai
Ulak. Kepalanya Bernama Nini Barituk. Tempat Mereka berkebun di Rantau Petung,
sebelah kanan sungai Ulak. Wilayahnya dari Parisau, Sata, Samburakat, Birang,
Malinau dan Si Agung.
Ketujuh wilayah itu, masing-masing berdiri sendiri.
Berau Menjadi Kerajaan
Raja Berau yang pertama ialah Aji Raden Soela Nata Kasoema
dan permaisurinya bergelar Aji Poetari Paramaisoeri. Menurut cerita Mitos
kelahiran raja laki isteri berbeda dengan kelahiran bayi manusia biasa.
Tiga hari berturut-turut anjing Nini Barituk Si Baruang yang
bebulu hitam dan Si Langsat yang berbulu merah, menyalak-nyalak dekat rumpun
Pattung (sejenis bambu besar) dekat kebunnya di Rantau Pattung di Sungai Ulak.
Didekatinya rumpun Pattung itu, dilihatnya disalak anjingnya itu, ialah sebuah
rubung pattung yang besar. Dipotongnya rebung itu, lalu dikeratnya ujungnya.
Kedengaran tangis seorang bayi laki-laki yang baik parasnya. Di rumah isteri
Nini Barituk mendapat pula seorang bayi perempuan yang cantik, di dalam gantang
panjahitannya yang berisi kurindan benang penjahit dari serat nenas.
Peristiwa Nini Barituk mendapat kedua bayi ajaib itu,
tersiar ketujuh nagri itu. Si Kannik Barrau Sanipah dari Pantai, Si Kannik
Salundai di Marancang dan Si Dayang Bunyut di Kampung Bunyut, segera ke Kampung
Lati ke rumah Nini Barituk. Ketiga puteri itu, sangat bergembira melihat kedua
bayi yang elok parasnya dan damai anak laki-laki Baddit Dipatung, anak yang
perempuan dinamainya Baddit Dikurindan.
Kerajaan Bersatu Ke dalam Kerajaan Majapahit
Berdasarkan data pada atlas Sejarah oleh Prof. Mr. Muhammad
Yamin, Nusantara, Tanah Air Bangsa Indonesia, menurut Para Panca 1365, seluruh
Pulau Kalimantan termasuk Berau, Pulau-pulau Solor (Sulu), Mindanao-Selatan
bersatu dengan Majapahit.
Pada halaman 17 dari peta tersebut Berau dinamai BERAYU
wilayahnya mulai Tanjung Mangkalihat, Bulungan, Tidung dan Sabah. Luas wilayah
kekuasaan kerajaan Berau ini diakui pula oleh ilmuan Belanda H. J. Grizen
seperti berikut :
“Pada zaman dahulu beberapa Kepala Pemerintahan di daerah
Kalimantan Utara Berasal dari Berau sebelum Berau terpecah menjadi dua
kerajaan, Bulungan dan Tidung termasuk wilayahnya. Bahkan kerajaan Alas dan
Tungku yang sekarang diduduki Inggris, termasuk kawasan Berau.
Dengan diilhami oleh “SUMPAH PALAPA” yang dicetuskan
Mahapatih Gajah Mada (1319-1964) pada tahun 1334 yang isinya akan mempersatukan
kerajaan-kerajaan kecil di seluruh Nusantara dibawah bimbingan Majapahit, Jai
Surya Nata Kesuma Raja Berau pertama, berhasil menerapkan sumpah itu,
mempersatukan tujuh wilayah yang terbentang dari Tanjung Mangkalihat sampai
sungai Kinabatangan berbatasan dengan kerajaan Berunai.
Sumpah PALAPA itu berbunyi : “Namun huwus kalah Nusantara
ingsun amukti palapa, namun huwus kalah ring Gurun ring Seran, Tanjung Pura,
ring Haru, ring Pahang, Dompu, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik Samana ingsun
amukti palapa”. (Jika telah berhasil mempersatukan Nusantara, saya akan baru
beristirahat jika gurun, “Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompu, Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik telah bersatu, baru aku akan beristirahat”).
Menilai dan menghargai perjuangan seperti yang dikemukakan
diatas, serat meneliti hasil Tim Pencari Fakta yang terdiri dari Mayor Armyn,
Kapten Syahranuddin, Drs. Syahrial Hanan, Mohd. Noor, ARS, Kodam IX Mulawarman,
berkenan mengabadikannya menjadi KOREM 091/Aji Surya Nata Kesuma yang pertama
kali bermarkas di Tarakan pada tahun 1981, sekarang bermarkas di Samarinda.
Kebenaran sejarah bahwa Raja Pertama di Kerajaan Berau, adalah Aji Surya Nata
Kesuma, diakui pula oleh Pemerintah Propinsi Daerah Kalimantan Timur dalam buku
“ Sejarah Pemerintah Di Kalimantan Timur Dari Masa Ke Masa” halaman 91, tahun
1990.
Pada abad ke XIV sampai abad ke XV DR. J. Eisenberger menulis
sebagai berikut :
“Pada beberapa tempat di Kalimantan mengalami kembali
pengaruh Hindu, dalam periode ini bercampur dengan Kebudayaan Jawa, berhubung
pengaruh tersebut datangnya dari Kerajaan Majapahit. Pada pertengahan abad ke
XIV (1365) daerah yang bersatu dengan kerajaan Majapahit yaitu kerajaan kota
Waringin, Sampit Kapuas, Banjarmasin (Ibu kotanya Tanjung Pura di Sungai
Pawan). Hulu Sungai Mayan di Kalimantan Barat, ditengah-tengah Sukadana, Muara
Barito, Tabalong di Amuntai, pulau Sebulu, Pulau Laut, Pasi, Kutai dan Berau.
Daerah taklukan ini, dalam catur wulan pertama abad ke XV
lepas dari kekuasaan kerajaan Majapahit.
Daerah Berau yang dipimpin oleh Aji Surya Nata Kesuma
kembali sepenuhnya memerintah kerajaan, lepas dari kerajaan Majapahit. Keutuhan
wilayah dapat dipelihara dan dipertahankan oleh turunannya sampai generasi yang
kesembilan yaitu Raja Aji Dilayas.
Pada permulaan abad ke XVII, kerajaan Berau, diperintah oleh
raja-raja secara bergiliran, turunan Pangeran Tua dan Pangeran Dipati Putera
Raja Aji Dilayas yang berlainan ibu. Pada saat menentukan giliran pengangkatan
penguasa inilah, terjadi perbedaan pendapat yang tidak jarang menimbulkan
insiden. Akan tetapi dengan berkat kemauan yang baik dengan jalan musyawarah
perselisihan itu dapat diatasi. Tidak ada cerita lisan ataupun tertulis, salah
satu pihak meminta bantuan, apalagi intervensi pihak asing untuk menyelesaikan
masalah mereka, seperti yang ditulis oleh penulis Barat antara lain Informasi
Forster tahun 1770 di dalam buku “Aanteekeningen Omtrent Een Gedeeite Der
Oestkust van Borneo door J. Hagemen Joz 1888 halaman 101.
Hubungan dengan Kerajaan Tetangga
Sultan Hasanuddin putera pangeran Tua kawin dengan Puteri
Raja Sulu (Solok) yang bernama Dayang Lana yang melahirkan 5 orang putera dan 4
orang puteri pulang ke Solok, hanya seorang tinggal di Berau yaitu Sultan
Amiril Mukminin. Cucunya perempuan kawin dengan bangsawan Solok Syarif Dakula.
Demikian pula turunan Pangeran Dipati, cucunya Sultan Zainal Abidin (Marhum
Muara Bangun) kawin dengan Aji Galuh Besar cucu dari Raja Kutai Anum Panji
Mendapa Ing Martapura (1710 – 1735).
1.6. Hubungan dengan VOC (Kompeni Hindia Timur)
Pada tahun 1671 kompeni pernah mengirimkan pedagang senior
Paulus de Beck de Beck dengan Chialloup de Noorman ke Kutai dan ke Berau untuk
berusaha mengadakan dagang, tetapi tidak berhasil. Sejak didirikannya VOC (1602
– 1799) tidak berhasil menduduki Berau dan para raja-raja kerajaan Berau tidak
pernah mengadakan politik kontrak, mengakui dibawah kedaulatan VOC.
Sejak berdirinya kerajaan Berau yang diperkirakan hilangnya
kekuasaan Sriwijaya tahun 1377, baik de facto atau de jure tidak pernah
mengakui kedaulatan kolonial Belanda atau Inggris sampai tahun 1833.
SILSILAH KERAJAAN BERAU / PENJELASAN
1. Berdasarkan data – data otentik dari :
• Sejarah Berau disusun oleh Kontler J.S. Krom, Sultan
Sambaliung Muhammad Aminuddin, Sultan Gunung Tabur Achmad Maulana.
• Tim Penulis : Klerk Lauw, Aji Berni Massuarno, Datu Ulang,
Aji Raden Ayub dibantu oleh Abdulwahab, Alluh Bachrun, Adam, Chairul Arif,
tahun 1939 / 1940.
• Sejarah Berau, milik Museum Mulawarman Tenggarong.
• Hasil Penelitian Tim Pencari Fakta dari Kodam IX
Mulawarman 1980 terdiri dari : Mayor Armyn, Kapten Syahranuddin, Drs. Syahrial
Hanan, Mohd. Noor. ERS.
• Sejarah Pemerintah di Kalimantan Timur dari Masa ke Masa
oleh Pemda Tk. I KALTIM tahun 1990.
2. Silsilah Raja – Raja Berau, Ketika Kerukunan Dan Keutuhan
Wilayah Masih Terpelihara Dengan Baik
• Raja Berau pertama Baddit Dipattung gelar Aji Surya Nata
Kesuma Isterinya Baddit Dikurindan gelar Aji Permaisuri.
• Aji Nikullam
• Aji Nikutak
• Aji Nigindang
• Aji Panjang Ruma
• Aji Tumanggung Barani. Pada zaman pemerintahan raja ini,
mulai diterapkan hukum islam. Didalam Undang-undang kerajaan yang bernama
Pamatang Ammas (hukum pidana dan perdata) ditambah satu pasal “Pencuri dipotong
tangannya”. Menurut “Sejarah Sumatera Barat” yang diterbitkan Depdikbud 1978
halaman 49 bebunyi :“Raja Baginda yang membawa agama islam ke Kalimantan Utara
dan Kepulauan Sulu dan mengembangkannya tahun 1390 M”.
• Aji Suraraja
• Aji Surga Balindung
• Aji Dilayas
3. Sengketa Pergantian Raja Berau Terbagi Tiga Kerajaan
Pada permulaan abad ke XVII pergantian raja secara teratur
dari ayah kepada anak seperti yang terjadi 9 generasi terdahulu tidak terbagi
lagi. Masalahnya Aji Dilayas raja ke IX berputera dua orang Pangeran yang
berlainan ibu yaitu Pangeran Tua dan Pangeran Dipati. Sesudah Aji Dilayas
mangkat kedua pangeran ini,masing-masing didukung keluarga ibunya bersikeras
mau manjadi raja.
Akhirnya keputusan musyawarah kerajaan kedua pangeran dan
seterusnya,keturunannya berganti-ganti menjadi raja. Pergantian raja secara
bergiliran itu adalah sebagai berikut :
Oleh penulis sejarah tradisional tidak pernah dicantumkan
masa tahun pemerintahan raja-raja itu.
• Giliran Pertama ialah Pangeran Tua
• Giliran Kedua saudaranya Pangeran Dipati
• Giliran Ketiga Sultan Aji Kuning anak Pangeran Dipati
• Giliran Keempat Sultan Hasanuddin Marhum di Kuran anak
dari Pangeran Tua.
• Giliran Kelima Sultan Zainal Abidin kemenakan Sultan Aji
Kuning turunan Pangeran Dipati. Menurut Kontler J.S. Krom dalam memorinya,
kira-kira tahun 1720 pada pemerintahannya Sultan Zainal Abidin, menrapkan
syariat islam di kerajaan Berau. Semasa hidupnya sangat dihormati rakyat.
Makamnya dianggap keramat.
• Giliran Keenam Sultan Badaruddin menjadi raja pihak
keturunan Pangeran Tua melakukan protes, karena turunan Dipati sudah ongkar
perjanjian. Mereka sudah empat kali mendapat giliran menjadi raja, sedang
turunan Pangeran Tua baru dua kali. Insiden dapat diatasi, pihak keluarga
Pangeran Dipati memberikan kompensasi, sesudah habis masa pemerintahan Sultan
Badaruddin turunan Pangeran Tua memperoleh giliran 2 kali berturut-turut
menjadi raja.
• Giliran Ketujuh Sultan Salehuddin turunan Pangeran Tua.
• Sultan Amirilmukminin bin Sultan Hasanuddin turunan
Pangeran Tua.
• Si Taddan Raja Tua atau Sultan Zainal Abidin II Putera
tertua dari Sultan Badaruddin turunan dari Pangeran Dipati. Beberapa tahun ia
memerintah, raja ini ditimpa penyakit cacar yang sangat parah. Ketika sembuh
dari penyakitnya itu, ia berbicara seperti orang bisu sehingga perkataannya
tidak dapat dipaham. Hasil kesepakatan orang tua-tua kerajaan, raja harus
diganti. Pada waktu menentukan giliran siapa diantara turunan kedua pengeran
itu akan menggantikan Si Taddan Raja Tua, terjadi kericuan.
4. Bulungan dan Tidung Memisahkan Diri Membentuk Kesultanan
Sendiri
Karena terjadinya kericuan dan insiden pada waktu menetapkan
giliran siapa yang harus menjadi raja dari kedua keturunan pangeran itu,
kekuasaan pusat pemerintahan yang berkedudukan di Muara bangun hampir tiada
berfungsi lagi. Dalam situasi yang tidak menentu itu, daerah Bulungan dan
Tidung berkesempatan melepaskan diri dari kesatuan wilayah kekuasaan Berau dan
membentuk kesultanan sendiri pada tahun 1800.
5. Wilayah Inti Kerajaan Berau Terpecah Dua
Pemerintahan kerajaan Berau terpaksa harus pasrah kasus
Bulungan dan Tidung, karena segala tenaga dan pikiran mereka dipusatkan untuk
mengatasi kekacauan perebutan kekuasaan antara turunan Pangeran Tua dan Turunan
Pangeran Dipati.
Gazi Mahyudin adik Sultan Zainal Abidin II bersikeras
menggantikan kakaknya yang sakit-sakitan itu alasannya kakaknya baru beberapa
tahun menjadi raja.
Raja Alam Putera Sultan Amiril Mukminin turunan Pangeran
Tua, merasa lebih berhak mendapat giliran menjadi raja, alasannya turunan
Pangeran Tua baru empat kali. Suasana semakin tegang, yang mengakibatkan
terjadinya insiden di beberapa tempat. Musyawarah kerajaan dan kedua keluarga
Pangeran, karena hampir setiap giliran yang akan menjadi raja, timbul
persengketaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup kedua keluarga itu, dapat
memutuskan lebih akan bermanfaat wilayah itu dibagi atas kesultanan.
Pertama : Sebelah Utara Sungai Berau (Kuran) serta tanah
kiri kanan sungai Segah menjadi Kerajaan Gunung Tabur diperintah oleh Sultan
Gazi Mahyudin (Sultan Aji Kuning II).
Kedua : Sebelah Selatan Sungai Berau (Kuran) dan tanah kiri
kanan sungai Kelay menjadi Kerjaan Sambaliung di perintah oleh raja Alam
(Sultan Alimuddin). Kedudukan Pemerintahan di Muara Bangun dipindahkan. Sultan
Aji Kuning memilih Gunung Tabur yang terletak di sebelah kanan muara cabang
sungai Segah sebagai pusat pemerintahannya dan Sultan Alimuddin Raja Alam
memindahkan pusat pemerintahannya di kampong Gayam sebelah kanan masuk sungai
Kelay, disebut Tanjoeng. Sesuai dengan keputusan Seminar Hari Jadi Kota Tanjung
Redeb tahun 1992 peristiwa itu terjadi pada tahun 1810, sepuluh tahun sesudah
Bulungan dan Tidung memisahkan diri.
Sultan Raja Alam Alimuddin inilah sultan pertama dari
Tanjung yang kemudian bernama kerajaan Sambaliung, sedang ayahnya Sultan Amiril
Mukminin atau marhum di Rijang (sungai kecil dekat kampong Gurimbang) adalah
raja giliran ke IX kerajaan Berau.
Gazi Mahyudin atau Sultan Aji Kuning II, sultan pertama dari
kerajaan Gunung Tabur sedang kakaknya Raja Tua Si Taddan (Sultan Zainal Abidin
II adalah Raja Berau giliran ke X.
Setelah kerajaan Berau terbagi dua, kedua
kesultanan itu hidup berdampingan secara damai, karena mereka sadar bahwa
mereka berasal satu rumpun keluarga besar Aji Surya Nata Kesuma, hanya
penulis-penulis sejarah Belanda, membesar-besarkan perbedaan pendapat antara
kedua kesultanan itu, sesuai dengan politik adu domba demi suksesnya penjajahan
mereka. Hal ini terbukti pada peristiwa sejarah berikutnya.
No comments:
Post a Comment