Kesultanan Berau
Lokasi Kalimantan Timur Kabupaten Berau
Wilayah Kesultanan Berau (pasca lepasnya wilayah Bulungan
dan Tidung),
Kalimantan Utara
Berdiri : 1377
Didahului oleh : tidak diketahui
Digantikan oleh : Kesultanan Sambaliung dan Kesultanan
Gunung Tabur
Ibu kota : Sungai Lati, Kecamatan Gunung
Tabur
Bahasa Berau
Agama : Hindu dan Islam
Pemerintahan
Raja pertama : Aji Raden SuryaNata Kesuma
Raja terakhir : Sultan Zainal Abidin II
Sejarah
Didirikan : 1377
Zaman kejayaan : 1377-1830
Krisis suksesi : 1830
Kesultanan Berau adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri
di wilayah Kabupaten Berau sekarang ini. Kerajaan ini berdiri pada abad ke-14
dengan raja pertama yang memerintah bernama Baddit Dipattung dengan gelar Aji
Raden Suryanata Kesuma dan istrinya bernama Baddit Kurindan dengan gelar Aji
Permaisuri.
Pusat pemerintahannya berada di Sungai Lati, Kecamatan Gunung
Tabur.
[1] Sejarahnya kemudian pada keturunan ke-13, Kesultanan Berau terpisah
menjadi dua yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung. Sebelumnya
daerah-daerah milik Berau yang telah memisahkan diri dan berdiri sendiri adalah
Bulungan dan Tidung (kemudian ditaklukan Sultan Sulu).
[2] Negara Berau kuno
meliputi kawasan pesisir dari perbatasan mandala Kerajaan Brunei di
Kinabatangan (kini termasuk Sabah) hingga Tanjung Mangkaliat di perbatasan
dengan mandala Kerajaan Kutai.
[3] Salah satu dari lima daerah bagian Berau adalah
Nagri Marancang. Kepala Nagri atau Orang tuanya bernama Rangga Si Kannik
Saludai. Pengarappan atau Punggawanya Bernama Harimau Jantan, Lambu Tunggal dan
Kuda Sambarani. Wilayah kekuasaannya dari Bulalung Karantigau, Kubuan Pindda,
Mangkapadi, Bulungan Selimbatu, Sekatak Buji, Sekata Jelanjang, Betayu,
Sesayap, Simangarris, Tawau, Segarung, Talluk Silam dan Kinabatangan berbatasan
dengan Brunei.
[4] Menurut perjanjian VOC-Belanda dengan Kesultanan Banjar,
"negara Berau" (yang terdiri atas Gunung Tabur, Tanjung/Sambaliung,
Bulungan dan Tidung) merupakan salah satu bekas negara dependensi/negara bagian
di dalam "negara Banjar Raya".[5][6][7] Menurut Staatsblad van
Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam
zuid-ooster-afdeeling yang beribukota di Banjarmasin berdasarkan Bêsluit van den
Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus
1849, No. 8[8]
Daftar isi
1 Raja
pertama
2 Hubungan
Kesultanan Berau dan Kesultanan Banjar
3 Daftar
Raja-Raja dan Sultan Kesultanan Berau
4 Referensi
4.1 Sumber
4.2 Lihat pula
4.3 Pranala
luar
Raja Pertama
Aji Raden Suryanata Kesuma, dikenal sebagai seorang raja
yang bijak dalam menjalankan pemerintahannya selama 32 tahun sekitar tahun 1400
hingga 1432[1] ada pula yang menyatakan dari 1377 sampai 1426[9] Dibawah
pemerintahannya, Baddit Dipattung berhasil membawa rakyatnya sejahtera serta
menyatukan beberapa wilayah pemukiman yang dikenal oleh masyarakat Berau dengan
sebutan "Banua", di antaranya Banua Merancang, Banua Pantai, Banua
Kuran, Banua Rantau Buyut dan Banua Rantau Sewakung.
Dalam catatan sejarah, Aji
Suryanata Kesuma dikenal sangat berpengaruh dan berwibawa, sehingga dia adalah
figur raja yang disegani kawan dan ditakuti lawan. Nama Raja Berau yang pertama
ini, kemudian diabadikan menjadi nama Korem 091/Aji Surya Natakesuma (ASN).[1]
Kesultanan Brunei menyebut Berau dengan nama Kuran[10]
Hubungan Kesultanan
Berau dan Kesultanan Banjar
Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca
tahun 1365 tidak menyebutkan nama Berau sebagai salah satu negeri yang telah
ditaklukan Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada, kemungkinan Berau masih memakai
nama kuno yang lainnya yaitu Sawaku/Sawakung (sebuah negeri lama di Kabupaten
Berau).
Hikayat Banjar[11] yang bab terakhirnya ditulis pada tahun 1663,
menyebutkan hubungan Berau dengan Banjar pada masa Maharaja Suryanata, penguasa
Banjar kuno abad ke-14 (waktu itu disebut Negara Dipa). Menurut Hikayat Banjar,
sejak masa kekuasaan Maharaja Suryanata, pangeran dari Majapahit yang menjadi
raja Negara Dipa (sebutan Banjar kuno pada masa Hindu), orang besar (penguasa)
Berau sudah menjadi taklukannya, di sini hanya disebutkan orang besar, jadi
bukan disebut raja seperti sebutan Raja Sambas dan Raja Sukadana. Berau dalam
Hikayat Banjar disebutkan sebagai salah satu tanah yang di atas angin (=
kerajaan di sebelah timur atau utara) yang telah membayar upeti.
[12] Hubungan
Berau dengan Kesultanan Banjar pada masa Sultan Suryanullah/Sultan
Suriansyah/Pangeran Samudera (1520-1546) disebutkan dalam Hikayat Banjar, waktu
itu Berau salah satu negeri yang turut mengirim pasukan membantu Pangeran
Samudera/Sultan Suriansyah dan juga salah satu negeri yang mengirim upeti. [13]
Menurut Hikayat Banjar, pada pertengahan abad ke-17 Sultan Makassar
(Gowa-Tallo) meminjam Pasir termasuk daerah ring terluar seperti Kutai, Berau
dan Karasikan sebagai tempat berdagang kepada Sultan Banjar IV Mustain
Billah/Marhum Panembahan pada waktu Kiai Martasura diutus ke Makassar dan
mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang
Sultan Mahmud yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan
Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654. Maka sejak itu Berau tidak lagi mengirim
upeti kepada Kesultanan Banjar. [11]
Jacob Mossel,
Gubernur Jenderal VOC tahun 1750-1761
Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal VOC Jacob Mossel
(1750-1761) dibuat perjanjian antara Sultan Sepuh/Tamjidullah I (1734-1759)
dari Banjar dengan Kompeni Belanda ditandatangani pada 20 Oktober 1756. Dalam
perjanjian tersebut Kompeni Belanda akan membantu Sultan Tamjidullah I untuk
menaklukkan kembali daerah Kesultanan Banjar yang telah memisahkan diri
termasuk di antaranya Berau, negeri-negeri tersebut yaitu Berau, Kutai, Pasir,
Sanggau, Sintang dan Lawai serta daerah taklukannya masing-masing. Kalau
berhasil maka Seri Sultan akan mengangkat Penghulu-Penghulu di daerah tersebut
dan selanjutnya Seri Sultan memerintahkan kepada Penghulu-Penghulu tersebut
untuk menyerahkan hasil dari daerah tersebut setiap tahun kepada Kompeni
Belanda dengan perincian sebagai berikut :
Berau, 20 pikul sarang burung dan 20 pikul lilin.
Kutai, 20 pikul sarang burung dan 40 pikul lilin.
Pasir, 40 tahil emas halus dan 20 pikul sarang burung, serta
20 pikul lilin
Sanggau, 40 tahil emas halus dan 40 pikul lilin
Sintang, 60 tahil emas halus dan 40 pikul lilin
Lawai, 200 tahil emas halus, dan 20 pikul sarang burung
Sultan Adam
Pada masa Sultan Adam dari Banjar dibuat perjanjian dengan
Belanda yang di antara pasalnya menyerahkan vazal-vazal Banjar termasuk negeri
Berau dan daerah-daerah lain di Kalimantan kepada Hindia Belanda. Perjanjian
itu terdiri atas 28 pasal dan ditandatangani dalam loji Belanda di Banjarmasin
pada tanggal 4 Mei 1826 atau 26 Ramadhan 1241 H. Perjanjian inilah yang menjadi
dasar hubungan politik dan ekonomi antara Kesultanan Banjar dengan pemerintah
Hindia Belanda di Batavia. Dalam perjanjian tersebut Kerajaan Banjar mengakui
suzerinitas atau pertuanan Pemerintah Hindia Belanda dan menjadi sebuah
Leenstaat, atau negeri pinjaman.
Daftar Raja-Raja dan Sultan Kesultanan Berau
Raja Aji Surya Natakesuma/ Baddit Dipatung (1377-1401)
Raja Aji Nikullan (1401-1426)
Raja Aji Nikutak (1426-1451
Raja Aji Nigindang (1451-1470)
Raja Aji Panjang Ruma (1470-1495)
Raja Aji Tumanggung Barani (1495-1524)
Raja Aji Sura Raja (1524-1550)
Raja Aji Surga Balindung (1550-1576)
Raja Aji Dilayas (1576-1600)
Raja Aji Pangeran Tua (1600-1624)
Raja Aji Pangeran Dipati (1624-1650)
Raja Aji Kuning I (Aji Kuning Berau) (1650-1676)
Sultan Muhammad Hasanuddin (diketahui sultan pertama
kesultanan berau) (1676-1700)
Sultan Zainal Abidin I (Sultan Zainal Abidin Kesultanan
Berau) (1700-1740)
Sultan Muhammad Badaruddin (1740-1760)
Sultan Maulana Muhammad Salehuddin (Sultan Salehuddin Berau)
(1760-1777)
Sultan Amiril Mu'minin (1777-1800)
Sultan Zainal Abidin II (sultan terakhir Kesultanan Berau)
(1800-1810)
Referensi
Sumber
^ a b c (Indonesia)Perjalanan Sejarah Bermula dari Sungai
Lati. Kaltim Pos 2 September 2003
^ (Inggris) (1848)"The Journal of the Indian
archipelago and eastern Asia" 2. p. 438.
^ Borneo in the 15th and 16th centuries
^ TINJAUAN HISTORIS TENTANG KERAJAAN BERAU (KURAN)
^ Borneo, ca 1750 (abad ke-18)
^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho
Notosusanto, Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992). Sejarah
nasional Indonesia: Nusantara pada abad ke-18 dan ke-19. PT Balai Pustaka. ISBN
9794074101.ISBN 978-979-407-410-7
^ (Inggris)Royal Geographical Society (Great Britain)
(1856). "A Gazetteer of the world: or, Dictionary of geographical
knowledge, compiled from the most recent authorities, and forming a complete
body of modern geography -- physical, political, statistical, historical, and
ethnographical" 5. A. Fullarton.
^ (Belanda) Staatsblad van Nederlandisch Indië, s.n., 1849
^ (Indonesia)Raja Alam Enggan Dipimpin Penjajah. Kaltim Pos,
17 Agustus 2003
^ (Inggris)Hoskins, Janet (1996). Headhunting and the social
imagination in Southeast Asia. Stanford University Press. ISBN 0804725756.ISBN
978-0-8047-2575-0
^ a b (Melayu)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar
diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot
1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan,
Malaysia 1990.
^ Hatta berapa lamanya maka raja perempuan (Putri Junjung
Buih/Bhre Tanjungpura?) itu hamil pula. Sudah genap bulannya genap harinya maka
beranak laki-laki pula. Maka tahta kerajaan, beranak itu seperti demikian jua,
dinamai Raden Suryawangsa. Kemudian daripada itu, Raden Suryaganggawangsa itu
sudah taruna, Raden Suryawangsa itu baharu kepinggahan (= lepas gigi) itu, maka
seperti raja Sukadana, seperti raja Sambas, seperti orang besar-besar Batang
Lawai, seperti orang besar di Kota Waringin, seperti raja Pasir, seperti Kutai,
seperti Karasikan, seperti orang besar di Berau, sekaliannya itu sama takluk
pada Maharaja Suryanata di Negara-Dipa itu. Majapahit pun, sungguh negeri besar
serta menaklukkan segala negeri jua itu, adalah raja Majapahit itu takut pada
Maharaja Suryanata itu. Karena bukannya raja seperti raja negeri lain-lain itu
asalnya kedua laki-isteri itu maka raja Majapahit hebat itu; lagi pula Lambu
Mangkurat itu yang ditakutinya oleh raja Majapahit dan segala menteri Majapahit
itu sama hebatnya pada Lambu Mangkurat itu. Maka banyak tiada tersebutkan.
(Cuplikan Hikayat Banjar)
^ Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang
Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang
Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat
sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu.
Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Asam-Asam, orang
Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang
Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim
timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.
(Cuplikan Hikayat Banjar)
No comments:
Post a Comment