Monday, 9 November 2015

Sultan Kudarat





Sultan terbesar Kesultanan Manguindanao. Berjuang melawan Spanyol sepanjang hayatnya. Muslim yang diakui sebagai pahlawan nasional Filipina



Filipina, negara kepulauan terbesar kedua di Asia Tenggara, mayoritasnya memang beragama Katolik. Kebudayaan negara itu pun lekat dengan Amerika Serikat dan Amerika Latin. Namun di selatan negara itu, tepatnya di Pulau Mindanao, mayoritas beragama Islam, dan dikenal dengan sebutan Moro. Sebutan yang berasal dari kata Moor --yang lebih tepatnya rujukan panggilan untuk orang muslim. Di wilayah orang Moro inilah pernah lahir seorang sultan yang tercatat dalam sejarah bangsa itu gigih melawan kolonialisme Spanyol.

Sultan Muhammad Dipatuan Kudarat, atau populer Sultan Kudarat nama sultan yang dimaksud. Ia adalah sultan ketujuh dari Kesultanan Manguindanao, salah satu kesultanan di Filipina Selatan yang wilayahnya membentang dari Semenanjung Zamboanga ke Teluk Sarangani. Kesultanan ini didirikan oleh Syarif Kabungsuwan dari Johor, Malaysia pada abad ke-16 dan merupakan kerajaan Islam pertama di Filipina. Sebelumnya, wilayah Filipina dikuasai oleh kedatuan dan kerajaan-kerajaan Melayu yang berpusat di Manila dan Visayas. Kedatuan dan kerajaan-kerajaan Melayu itu merupakan bawahan Sriwijaya, Singosari, dan Majapahit.



Sultan Kudarat lahir pada 1580. Pada masanya Spanyol telah berkuasa semenjak kedatangan Ferdinand Magellan ke Cebu, wilayah Filipina yang sebelumnya dikuasai Kemaharajaan Cebu, salah satu kerajaan Melayu di Filipina, pada 1521. Pada masa itu wilayah Filipina Selatan masih berdaulat sebab Spanyol hanya berkuasa di utara negara itu, dengan pusatnya di Manila. Semenjak kecil Sultan Kudarat oleh kedua orangtuanya, Rajah Buisan dan Putri Imbeg dari Jolo sudah dididik tentang kepemimpinan, ilmu perang, dan agama Islam. Kelak melalui Islamlah, Sultan Kudarat melancarkan jihad melawan Spanyol yang bermaksud menaklukkan Lamitan, ibu kota Kesultanan Manguindanao. Ini terjadi pada masa ia sudah menjadi sultan sejak 1619 menggantikan ayahnya. Sultan Kudarat yang dikenal pemberani dan pintar ini memang dikenal penentang kolonialisme yang dilakukan Spanyol. Ia juga menentang perbudakan, dan tidak menyukai jika seseorang yang sudah memeluk Islam dijadikan budak.

Bagi Spanyol, Sultan Kudarat merupakan penghalang bagi negara para conquistadores itu untuk menguasai seluruh Filipina termasuk menghancurkan kesultanan Manguindanao dan menyebarkan kristenisasi di Pulau Mindanao. Usaha pertama yang dilakukan Spanyol ialah membangun sebuah benteng pertahanan di Zamboanga pada 1635 yang dianggap oleh sang sultan akan menggerogoti kekuasaannya. Ia lantas menyerang sebuah permukiman Spanyol di Visayas dan mengikat aliansi dengan para penguasa Sulu melalui pernikahan dirinya dengan salah satu anak perempuan penguasa itu. Tindakan sang sultan lantas dijawab Spanyol dengan pengiriman ekspedisi milter pada 1637 di bawah pimpinan Gubernur Hurtado de Corcuera. Pada ekspedisi militer yang bertujuan menaklukkan Lamitan, ibu kota Manguindanao di dekat Danau Lanao dan menangkap sang sultan, Spanyol memang berhasil namun sang sultan berhasil melarikan diri ke Sabanilla. Berjuang bersama 2.000 pasukannya, sang sultan terkena luka oleh peluru Spanyol. Pada 1639, Spanyol berupaya lagi menangkap dirinya yang berhasil melarikan diri ke Maranao dan merekonsiliasi kekuatan di sana. Selanjutnya pada 1642 Spanyol berupaya menyerang melalui laut namun gagal dan kalah telak. Sang komandan, Agustin de Marmolejo, dieksekusi di depan umum akibat kekalahan itu.

Kesulitan menghadapi Sultan Kudarat akhirnya membuat Spanyol membuat perjanjian damai yang isinya, antara lain, mengakui kekuasaan sultan di Mindanao. Namun di lain pihak perjanjian itu harus membolehkan dan mengizinkan para pedagang dan misionaris masuk ke Filipina Selatan. Kehadiran para misionaris sebenarnya tidak disukai dirinya namun ia mempunyai kewajiban moral sebagai pemimpin di wilayahnya untuk melindungi mereka. Akan tetapi pernyataan yang diungkap oleh Alejandro Lopez, pendeta Katolik yang menjadi medium perjanjian dirinya dengan Spanyol agak menyinggungnya. Inilah yang membuat sang pendeta dibunuh. Tiga tahun setelah itu, sang sultan mengumukan jihad melawan Spanyol yang berupaya menginjak-injak Islam. Sultan Kudarat wafat pada 1671 dalam usia 91. Kedudukannya digantikan oleh anaknya, Sultan Saifudin.

Melihat semasa hidupnya yang terus melawan kolonisasi Spanyol, Pemerintah Filipina pun beranggapan bahwa sang sultan bagian dari sejarah perjuangan bangsa itu, dan pantas dijadikan pahlawan nasional di negeri itu. Pemerintah Filipina tidak lagi melihat latar belakang agama sang sultan tetapi melihat kepada usaha mempertahankan Tanah Air dari serangan bangsa asing. Maka, pada era Ferdinand Marcos sang sultan dideklarasikan sebagai pahlawan nasional. Selanjutnya pada 1995, melalui pengukuhan resmi dari komite yang bertugas menyeleksi para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan Filipina, ia diakui sebagai pahlawan nasional Filipina. Bersanding dengan pahlawan-pahlawan Filipina lainnya yang bernama Hispanik dan beragama Katolik seperti Jose Rizal, Andres Bonifacio, dan Juan Luna. Ia satu-satunya pahlawan nasional Filipina yang beragama Islam.


Selain pengangkatan dirinya sebagai pahlawan nasional, namanya juga diabadikan untuk sebuah provinsi di Mindanao, tepatnya di Cotabato. Monumen untuk dirinya pun dibangun di Bundaran Ayala, Makati, Filipina. Ia dianggap sebagai sosok yang tidak kenal rasa takut. Pidatonya yang ditujukan ke segenap bangsa Moro mengenai perlakuan Spanyol yang menjadikan orang-orang di negeri itu budak akan selalu diingat sebagai pidato pembakar perlawanan terhadap Spanyol.


Dari berbagai sumber

Sumber : asiatenggarasean

No comments:

Post a Comment