Sultan terbesar Kesultanan Manguindanao. Berjuang melawan
Spanyol sepanjang hayatnya. Muslim yang diakui sebagai pahlawan nasional
Filipina
Filipina, negara kepulauan terbesar kedua di Asia Tenggara,
mayoritasnya memang beragama Katolik. Kebudayaan negara itu pun lekat dengan
Amerika Serikat dan Amerika Latin. Namun di selatan negara itu, tepatnya di
Pulau Mindanao, mayoritas beragama Islam, dan dikenal dengan sebutan Moro.
Sebutan yang berasal dari kata Moor --yang lebih tepatnya rujukan panggilan
untuk orang muslim. Di wilayah orang Moro inilah pernah lahir seorang sultan
yang tercatat dalam sejarah bangsa itu gigih melawan kolonialisme Spanyol.
Sultan Muhammad Dipatuan Kudarat, atau populer Sultan
Kudarat nama sultan yang dimaksud. Ia adalah sultan ketujuh dari Kesultanan
Manguindanao, salah satu kesultanan di Filipina Selatan yang wilayahnya
membentang dari Semenanjung Zamboanga ke Teluk Sarangani. Kesultanan ini didirikan
oleh Syarif Kabungsuwan dari Johor, Malaysia pada abad ke-16 dan merupakan
kerajaan Islam pertama di Filipina. Sebelumnya, wilayah Filipina dikuasai oleh
kedatuan dan kerajaan-kerajaan Melayu yang berpusat di Manila dan Visayas.
Kedatuan dan kerajaan-kerajaan Melayu itu merupakan bawahan Sriwijaya,
Singosari, dan Majapahit.
Sultan Kudarat lahir pada 1580. Pada masanya Spanyol telah
berkuasa semenjak kedatangan Ferdinand Magellan ke Cebu, wilayah Filipina yang
sebelumnya dikuasai Kemaharajaan Cebu, salah satu kerajaan Melayu di Filipina,
pada 1521. Pada masa itu wilayah Filipina Selatan masih berdaulat sebab Spanyol
hanya berkuasa di utara negara itu, dengan pusatnya di Manila. Semenjak kecil
Sultan Kudarat oleh kedua orangtuanya, Rajah Buisan dan Putri Imbeg dari Jolo
sudah dididik tentang kepemimpinan, ilmu perang, dan agama Islam. Kelak melalui
Islamlah, Sultan Kudarat melancarkan jihad melawan Spanyol yang bermaksud
menaklukkan Lamitan, ibu kota Kesultanan Manguindanao. Ini terjadi pada masa ia
sudah menjadi sultan sejak 1619 menggantikan ayahnya. Sultan Kudarat yang
dikenal pemberani dan pintar ini memang dikenal penentang kolonialisme yang
dilakukan Spanyol. Ia juga menentang perbudakan, dan tidak menyukai jika
seseorang yang sudah memeluk Islam dijadikan budak.
Bagi Spanyol, Sultan Kudarat merupakan penghalang bagi
negara para conquistadores itu untuk menguasai seluruh Filipina termasuk
menghancurkan kesultanan Manguindanao dan menyebarkan kristenisasi di Pulau
Mindanao. Usaha pertama yang dilakukan Spanyol ialah membangun sebuah benteng
pertahanan di Zamboanga pada 1635 yang dianggap oleh sang sultan akan
menggerogoti kekuasaannya. Ia lantas menyerang sebuah permukiman Spanyol di
Visayas dan mengikat aliansi dengan para penguasa Sulu melalui pernikahan
dirinya dengan salah satu anak perempuan penguasa itu. Tindakan sang sultan
lantas dijawab Spanyol dengan pengiriman ekspedisi milter pada 1637 di bawah
pimpinan Gubernur Hurtado de Corcuera. Pada ekspedisi militer yang bertujuan menaklukkan
Lamitan, ibu kota Manguindanao di dekat Danau Lanao dan menangkap sang sultan,
Spanyol memang berhasil namun sang sultan berhasil melarikan diri ke Sabanilla.
Berjuang bersama 2.000 pasukannya, sang sultan terkena luka oleh peluru
Spanyol. Pada 1639, Spanyol berupaya lagi menangkap dirinya yang berhasil
melarikan diri ke Maranao dan merekonsiliasi kekuatan di sana. Selanjutnya pada
1642 Spanyol berupaya menyerang melalui laut namun gagal dan kalah telak. Sang
komandan, Agustin de Marmolejo, dieksekusi di depan umum akibat kekalahan itu.
Kesulitan menghadapi Sultan Kudarat akhirnya membuat Spanyol
membuat perjanjian damai yang isinya, antara lain, mengakui kekuasaan sultan di
Mindanao. Namun di lain pihak perjanjian itu harus membolehkan dan mengizinkan
para pedagang dan misionaris masuk ke Filipina Selatan. Kehadiran para
misionaris sebenarnya tidak disukai dirinya namun ia mempunyai kewajiban moral
sebagai pemimpin di wilayahnya untuk melindungi mereka. Akan tetapi pernyataan
yang diungkap oleh Alejandro Lopez, pendeta Katolik yang menjadi medium
perjanjian dirinya dengan Spanyol agak menyinggungnya. Inilah yang membuat sang
pendeta dibunuh. Tiga tahun setelah itu, sang sultan mengumukan jihad melawan
Spanyol yang berupaya menginjak-injak Islam. Sultan Kudarat wafat pada 1671
dalam usia 91. Kedudukannya digantikan oleh anaknya, Sultan Saifudin.
Melihat semasa hidupnya yang terus melawan kolonisasi
Spanyol, Pemerintah Filipina pun beranggapan bahwa sang sultan bagian dari
sejarah perjuangan bangsa itu, dan pantas dijadikan pahlawan nasional di negeri
itu. Pemerintah Filipina tidak lagi melihat latar belakang agama sang sultan
tetapi melihat kepada usaha mempertahankan Tanah Air dari serangan bangsa
asing. Maka, pada era Ferdinand Marcos sang sultan dideklarasikan sebagai
pahlawan nasional. Selanjutnya pada 1995, melalui pengukuhan resmi dari komite
yang bertugas menyeleksi para pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan
Filipina, ia diakui sebagai pahlawan nasional Filipina. Bersanding dengan
pahlawan-pahlawan Filipina lainnya yang bernama Hispanik dan beragama Katolik
seperti Jose Rizal, Andres Bonifacio, dan Juan Luna. Ia satu-satunya pahlawan
nasional Filipina yang beragama Islam.
Selain pengangkatan dirinya sebagai pahlawan nasional,
namanya juga diabadikan untuk sebuah provinsi di Mindanao, tepatnya di
Cotabato. Monumen untuk dirinya pun dibangun di Bundaran Ayala, Makati,
Filipina. Ia dianggap sebagai sosok yang tidak kenal rasa takut. Pidatonya yang
ditujukan ke segenap bangsa Moro mengenai perlakuan Spanyol yang menjadikan
orang-orang di negeri itu budak akan selalu diingat sebagai pidato pembakar
perlawanan terhadap Spanyol.
No comments:
Post a Comment